Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Ilmu Kompiang, Rahasia Sura

Pembuatan tepung ikan dengan menggunakan asam formiat (asam propionat), lebih baik dari sistem perebusan. (ilt)

17 Maret 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAU amis, hawa panas, dan gelegak tungku merupakan suasana khas di Jimbaran. Para pekerja mengangkat keranjang ikan ke pabrik tanpa papan nama itu. Lemuru dan berbagai ikan lain yang tak terjual segar diceburkan dalam kuali. Direbus. Setelah minyaknya keluar, ikan rebus itu dijemur, dikeringkan, sampai siap untuk digiling. "Jika lagi musim ikan, sehari bisa tiga ton," tutur Sura. Untuk pekerjaan itu, diperlukan tenaga 15 orang. Produksi ala Sura itu bukan tanpa masalah. Dengan sistem kerja seperti itu, dia hanya bisa menerima kiriman ikan pada siang hari, ketika tenaga yang merebusnya belum pulang. Yang lebih memusingkan, kualitas tepung ikan yang dihasilkannya pun sangat beragam. Bukan saja tergantung pada jenis ikan yang diolah, tapi juga cara pengolahannya. Semakin lama ikan direbus, semakin banyak protein yang rusak, dan larut dalam air rebusan. Bila waktu merebusnya singkat meskipun ikan tetap utuh, ikan dapat mem busuk kalau pengeringannya kurang sempurna. Bertahun-tahun Made Sura membuat tepung ikan di Jimbaran, Bali, dengan cara yang biasa dipakai pengusaha lainnya di Indonesia itu. Namun kini, sejak pertemuannya dcngan Dr. I. Putu Kompiang, peneliti senior di Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi, dia mulai menggunakan cara lain. Sebab, tepung ikan yang diperoleh dengan cara lama, "menyulitkan pembuat ransum ternak," ujar Putu Kompiang. Hal itu membuat pengusaha makanan ternak lebih suka mengimpor bahan itu. Menurut studi BPT Ciawi, kualitas tepung ikan lokal beragam, dengan kadar protein berkisar antara 31% dan 55%. Sedang pembuatan silase ikan di negara-negara maju, menurut Kompiang, sulit diterapkan pada usaha skala kecil. Diilhami cara pembuatan silase, Kompiang mengadakan penelitian. Asam, yang pada pembuatan silase ditaburkan pada ikan, kali ini diencerkan. "Kami menggunakan asam formiat, yang biasanya dipakai untuk menggumpalkan getah karet," tuturnya. Bisa juga dicampur dengan asam proplonat. Tiga liter campuran pekat asam itu diencerkan dalam seratus liter air tawar atau air laut, dan ditampung dalam bak. IKAN direndam dalam larutan tadi selama 6-24 jam. Lalu dipres dan dikering kan. Dengan cara ini, zat makanan dalam ikan tidak banyak rusak dibanding pada dengan perebusan. Pengeringan juga tak menimbulkan masalah, kendati matahari tak terik. "Tak ada jamur dan pembusukan, karena keasamannya rendah," kata Kompiang. Sedang minyak yang keluar akan terpisah dengan larutan asam, dan dapat dimanfaatkan, untuk bahan cat misalnya. Tidak seperti pada sistem perebusan, perendaman ikan tak perlu ditunggu. Karenanya, ikan dapat dikirim kapan pun, tanpa harus menunggu karyawan. Dari segi kualitas, tepung ikan yang diberi nama "tepsil" (tepung silase) ini lebih dapat diandalkan. "Selama bahan yang dipergunakan sama, kualitas hasilnya akan sama," ujar Kompiang. Artinya, sekalipun pembuatan tepsil dilakukan di tempat berbeda, kualitas hasilnya akan sama. Bila ikan yang dipergunakan adalah slsa bahan pengalengan, kadar protem tepsil akan berkisar antara 45% dan 50%. Sedang jika menggunakan ikan segar, protein sekitar 60% dan 65%. Menurut Sura, ikan yang sudah direndam dalam asam dapat disimpan selama dua tahun, jauh lebih lama dari waktu yang direkomendasikan Kompiang: cuma dua sampai empat minggu. "Jangankan lalat, rayap pun tak berani mendekat," ujar Sura, yang mengaku sebagai orang pertama pemakai sistem itu. Kendati usaha pembuatan tepsil dapat dilakukan baik dalam skala kecil maupun besar, masih ada kesulitan: tak semua daerah mudah mendapatkan asam. Kendati demikian, Made Sura, yang memanfaatkan teknologi itu, bisa mendapatkannya entah dari mana. "Itu rahasia perusahaan," tutur lulusan SD itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus