SEBAGIAN warga kota El Asnam, baru saja pulang dari sembahyang
Jumat di masjid. Di rumah kaum ibu tengah menyiapkan makan
siang. Tak tampak tanda-tanda bahwa hari itu bakal menjadi hari
berkabung bagi Aljazair.
Diam-diam di bawah El Asnam, berpenduduk 125.000 jiwa, lempengan
bumi bergerak. Gempa terjadi. Getarannya--7,5 pada skala
Richter--meratakan 80% bangunan kota dengan tanah. Menurut data
sementara, lebih dari 20.000 orang tewas dan 50.000 lainnya
cedera berat maupun ringan. Tragedi 10 Oktober itu hanya
berlangsung enam detik. "Anjing bahkan tak sempat menggonggong,"
cerita seorang penduduk.
El Asnam, ketika bernama Orleans ville, pernah diguncang gempa
hebat. Tapi "sekarang ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan
gempa tahun 1954 itu," kata seorang tua. Ia bisa bercerita
begitu karena untuk kedua kalinya dirinya terhindar dari maut.
Tahun 1954 getarannya 6,4 pada skala Richter yang menewaskan
1.600 orang dan mencederakan 15.000 lainnya.
El Asnam memang terletak di alur gempa seismik utama sepanjang
240 km yang memotong Aljazair. Banyaknya jatuh korban kali ini,
menurut seorang ahli teknik Prancis, mungkin disebabkan standar
bangunan tahan gempa telah tidak ditaati. Termasuk untuk
apartemen murah yang didirikan pemerintah guna menampung korban
gempa tahun 1954. Hampir seluruh bangunan penampungan ini hancur
berantakan. Daerah perumahan yang terletak di kawasan Nasr dan
Sangan itu menampung 6.000 penduduk.
Hotel Chelif, salah satu bangunan besar bikinan arsitek Prancis,
yang mungkin memenuhi standar anti-gempa ternyata juga
berantakan. Di hotel ini, ditaksir 350 orang korban.
Gempa di El Asnam, terletak 160 km di sebelah barat daya Kota
Aljir, tergolong yang terkuat di dunia, Institut Seismologi di
Uppsala, Swedia, menyebut demikian hebat guncangannya sampai
jarum pencatat jatuh dibuatnya. Gempa terburuk adalah di Shensi,
RRC, 24 Januari 1556 ketika itu tewas 830.000 jiwa. Tapi tak ada
catatan getarannya pada skala Richter.
Presiden Aljazair, Benjdid Chadli, telah memerintahkan tentara,
tenaga medis serta sukarelawan di seluruh negeri untuk membantu
operasi penyelamatan di El Asnam. Tak kurang pula diharapkan
bantuan dunia internasional. "Kami membutuhkan uluran tangan
anda," kata Mouloud Belaouane, Ketua Palang Merah Aljazair, di
layar TV Prancis, sehari setelah gempa.
Bantuan segera diulurkan oleh Palang Merah Internasional di
Jenewa. Antara lain dikirimkannya ribuan lembar selimut, bahan
pangan, obat-obatan, regu dokter dan perawat medis. Jejak ini
juga diikuti oleh Prancis. Presiden Valery Giscard d'Estaing
bahkan memerintahkan agar semua rumah sakit umum di Prancis
bersiap-siap menerima korban El Asnam. Aljazair adalah bekas
jajahan Prancis yang memerdekakan diri tahun 1962.
Ayatullah Khomeini dikabarkan pula telah menginstruksikan tim
dokter yang mendampingi jamaah haji Iran ke Mekah untuk segera
bertolak ke Aljir. Dari Amerika Serikat tiba 50 ton perhekalan
bantuan, 40 dokter dan insinyur. Sementara dari Jerman Barat,
Inggris, Belanda, Swiss dan Denmark, puluhan pesawat pensuplai
Angkatan Udara siap setiap saat mengangkut bantuan paling
mendesak yang dibutuhkan Aljazair. Dan kawat belasungkawa
mengalir dari berbagai penjuru, antara lain dari Paus Johannes
Paulus ll.
Korban gempa telah ditampung dalam barak-barak darurat yang
dibuat dari bahan prefab. Diperkirakan, di El Asnam saja, lebih
100.000 orang kehilangan tempat tinggal. Di desa sekitarnya para
korban cenderung bermalam di tempat terbuka -- dingin sekali.
"Kami masih dihantui ketakutan," ujar penduduk setempat.
Prioritas juga diberikan untuk mendirikan gedung sekolah
darurat. Anak-anak belum dapat segera belajar di sana. Tak semua
korban kebagian bantuan yang mengalir dari dunia internasional.
Lantaran tidak dikoordinir secara baik. Misalnya, bahan makanan
dan selimut dalam kantung-kantung plastik itu dijatuhkan begitu
saja di lorong. Akibatnya penduduk saling berebut. Korban yang
masih kuat mendapat lebih. Sedang mereka yang tua dan lemah atau
pun yang menderita luka-luka banyak tak kebagian.
Nasib korban di Oued, Fodda, El Attaf, Kherba, Zebboudja dan
Sanjaz - semuanya di luar El Asnam -- lebih menyedihkan lagi.
Mereka belum tersentuh bantuan. Sebab hubungan darat praktis
terputus sama sekali. Rel kereta api, misalnya, bengkang-bengkok
akibat gempa.
Di jalur perhubungan Aljir-Oran para korban menanti truk berisi
bahan pangan dan selimut di pinggir jalan. Isi kendaraan mereka
kuras. Para petugas tak berkutik. Sekarang polisi dan tentara
mengawasi jalur tersebut. Dan pemerintah sudah mengeluarkan
maklumat : para pengacau bila tertangkap tentunya, akan dijatuhi
hukuman berat.
Bantuan tenaga juga sulit. Konon di sebuah kampung dekat El
Asnam, seorang bocah berusia 12 tahun menangis mencari orang
untuk menolong mengeluarkan ayahnya dari timbunan puing.
Akhirnya ia terpaksa mengais-ngais sendirian sembari mengikuti
perintah yahg diberikan ayahnya dari sela-sela reruntuhan.
Pemerintah Aljazair, kini, dihantui kecemasan terhadap
kemungkinan berjangkitnya penyakit menular sebagai akibat
hancurnya sistem pelayanan umum. Diantaranya sistem jaringan air
minum dan pembuangan kotoran. Untuk mencegah agar masyarakat
terhindar dari wabah kolera maka Palang Merah Aljazair buru-buru
melakukan vaksinasi umum. Kalau tidak segera ditanggulangi,
korban bisa jauh lebih banyak lagi.
Gempa yang melanda El Asnam dan sekitarnya diduga pemerintah
masaih akan berlanjut sementara waktu. Tiga getaran kuat,
misalnya, terasa lagi 16 Oktober. Penduduk diminta untuk tetap
tenang. "Apa yang terjadi itu wajar dan alamiah. Sebab kerak
bumi tengah mencari keseimbangan baru," bunyi maklumat
pemerintah. Aljazair mengumumkan agar rakyat mengibarkan bendera
setengah tiang sebagai tanda belasungkawa selama sepekan atas
musibah ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini