SEMULA ia menumpang pada Universitas Gajah Mada. Dari situ
melekat nama PPTA (Pusat Penelitian Tnaga Atom) GAMA. Dengan
menempati gedung baru di Babarsari, Yogyakarta, nama itu masih
bertahan. Tapi, ada lagi panggilan baru untuknya -- sekali ini,
sejak 1 Maret, dari Presiden Soeharto: Reaktor Atom Kartini.
Adanya reaktor itu, kata Presiden, merupakan suatu tonggak
penting dalam sejarah perkembangan teknologi nuklir di
Indonesia. Dalam teknologi nuklir ini Indonesia masih jauh
ketinggalan dan kekurangan tenaga.
Di Babarsari itu, tersedia fasilitas untuk latihan dan
pendidikan tenaga sendiri. "Perlu ada swasembada tenaga
sendiri," kata Direktur ir. Soeroto Ronodirdjo dari PPTA GAMA,
berhubung ada rencana membangun Pusat Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN).
Meningkat
Proyek PLTN masih belum diketahui bila akan dimulai. Namun Badan
Tenaga Atom Nasional (BATAN) sudah diminta mempersiapkan diri.
Sekarang asalkan ada dana, proyek PLTN akan bisa segera
dibangun. Dana itu mungkin bisa dipinjam besok. Tapi tenaga
ahli, jika ingin swasembada, meminta waktu agak lama untuk
menyediakannya.
Riset dan latihan tadinya berlangsung di PRAB (Pusat Reaktor
Atom Bandung). Dengan peningkatan dayanya dari 250 kwh menjadi
1000 kwh, reaktor Bandung itu mampu memproduksi isotop.
Kebutuhan akan isotop -- antara lain untuk bidang kedokteran,
pertanian, farmasi, industri dan lembaga penelitian -- di dalam
negeri meningkat, sedang penyediaannya harus teramin.
Dengan adanya reaktor Yogya, beban untuk melatih dan riset itu
dikurangi dari PRAB. Untuk seterusnya, diharap kan PRAB lebih
banyak bekerja sebagai produsen isotop. Namun ia, dengan 5
laboratoriumnya, tampak masih akan melanjutkan tugas penelitian
dan pengembangan ilmu nuklir.
Reaktor Yogya, dengan 4 laboratoriumnya, pada hakekatnya adalah
reaktor riset yang memiliki daya 100 kwh. Ia juga akan bisa
memproduksi isotop dalam tahun ini, tapi hanya untuk keperluan
intern. Sebagian komponennya diambil dari Serpong, tempat
tertimbunnya alatalat yang tadinya diperoleh dengan bantuan Uni
Soviet. Proyek Serpong menja di terbengkalai setelah peristiwa
G-30-S dan Uni Soviet menghentikan bantuannya.
Di Serpong masih akan dibangun Reaktor Uji Material, agak
berbeda dari proyek semula di situ. Reaktor Uji ini akan
berfaedah pada saat Indonesia memasuki tahap manufacturing,
pembikinan sendiri, di bidang otomotif. Perlengkapan otomotif
ini meminta pengujian yang teliti. Dan jelas untuk Serpong itu
juga diperlukan banyak tenaga ahli.
BATAN mengusahakan 'produksi' tenaga ini dengan bekerjasama
dengan tiga universitas UGM, ITB dan UI. Dari UGM, dididik
mereka dari tingkat sarjana muda ke sarjana teknik nuklir. Dari
ITB, sarjana ke pasca sarjana. Dari UI, sarjana muda ke sarjana
teknik nuklir'
Hasrat meningkatkan pendidikan tenaga ini, demikian Dirjen
BATAN Prof. Baiquni, "mendorong" berdirinya reaktor Yogya itu.
Ia direncanakan oleh tenaga-tenaga ahli Indonesia sendiri, yang
juga mengawasi percobaan mcnjelang reaktor dapat bekerja. Tahun
1964, tahap percobaan di reaktor Bandung masih diawasi oleh para
ahli asing dari Amerika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini