BANYAK risikonya bagi anda menyetir di jalan raya Jakarta dengan
lalu-lintasnya yang selalu macet. Bukan karena tabrakan maupun
tukang jambret, tapi karena asap knalpot. Setidaknya begitu
pengamatan Pusat Penelitian Masalah Perkotaan & Lingkungan
(PPMPL) DKI.
Dari sekian banyak knalpot, berhamburan CO (karbon monoxida),
semacam gas beracun. Makin macet lalu-lintas, makin banyak pula
CO itu mengepul, yang pasti terhirup oleh para pengendara mobil,
sepeda-motor, helicak dan para penumpang bis kota. "Apalagi
kalau ada yang merokok, CO itu semakin mencekik," kata ir.
Bianpoen, kepala PPMPL. Dikatakannya polusi oleh kendaraan
bermotor lebih besar daya pencemarannya dibandingkan dengan yang
dialami kaum buruh di pabrik yang bersifat lokal.
Kadar CO
CO yang tersedot lewat pernafasan memasuki tubuh melalui
paru-paru. Dalam paru-paru ia bersenyawa dengan hemoglobin (Hb),
membentuk COHb, sedang Hb bekerja membawa oksigen ke sekujur
tubuh. Celakanya kemampuan hemoglobin mengikat CO 200 sampai 300
kali lebih besar dibanding dengan kemampuannya merangkul
oksigen. Akibatnya, kadar oksigen dalam darah berkurang hingga
bisa membuat orang pusing, semaput bahkan mati.
Semakin banyak CO yang terkandung dalam darah semakin besar
ancamannya terhadap kesehatan.
Akhir 1976, sejumlah mahasiswa Akademi Meteorologi dan Geofisika
pernah mencatat kadar CO di beberapa tempat Jakarta. Di Salemba,
pada jam sibuk 08.30 - 12.00, mereka menemukan konsentrasi CO
yang bisa menimbulkan 2,5% COHb. Pada saat yang sama di Jalan
Imam Bonjol 2%, sedang di Jalan Lembang yang agak sepi cuma
1,25%. Ketika itu lalu-lintas tidak macet betul, tapi masih
merayap.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK-UP di Bandung juga pernah
meneliti. Di Jakarta sekitar HI Sheraton dijumpainya pencemaran
oleh CO mencapai 50 - 75 ppm per hari. Di Denpasar, 100150 ppm.
Di Bandung sekitar stasiun bis/honda/colt/bemo, 50 -150 ppm.
PPMPL sendiri masih belum bisa menetapkan Nilai Ambang Batas
(NAB) suatu tingkat pencemaran oleh CO yang bisa ditolerir.
Bianpoen mengatakan NAB itu mungkin bisa ditetapkan tidak lama
lagi -- tergantung pada hasil penelitian PPMPL dengan bantuan
Dinas Kesehatan, DLLAJR, FK-UI, Jawatan Meteorologi dan
Geofisika dan Dinas Pertamanan.
Di negara maju, NAB dan CO itu berbeda-beda. Amerika Serikat,
misalnya, menetapkan 9 ppm tiap 28 jam. Jepang, 20 ppm tiap 8
jam. Uni Soviet, 0,9 ppm dalam 24 jam. Kanada, 15 ppm tiap 8 jam
Di akarta, ada lebih setengah juta kendaraan bermotor. Jakarta
Kota yang terlalu ramai kendaraan, mencatat lebih 100 ppm/hari
-- pencemaran tertinggi di DKI, demikian PPMPL.
Asap knalpot, meskipun berbahaya bagi kesehatan, di Indonesia
belum serius dipersoalkan orang. Tapi, seperti kata Prof. Derick
Bryce-Smith dari Inggeris, anda mungkin saja merusak otak
anak-anak ketika menyetir mereka pergi ke sekolah. Bila asap itu
banyak terhirup, katanya, anak anda bisa menjadi dungu,
setidaknya kecerdasannya berkurang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini