Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Awas, Bahaya Asap Knalpot

Mahasiswa PPML DKI & beberapa penelitian mahasiswa di Jakarta, polusi oleh kendaran bermotor lebih besar dari pada di pabrik yang bersifat lokal.(ling)

17 Maret 1979 | 00.00 WIB

Awas, Bahaya Asap Knalpot
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BANYAK risikonya bagi anda menyetir di jalan raya Jakarta dengan lalu-lintasnya yang selalu macet. Bukan karena tabrakan maupun tukang jambret, tapi karena asap knalpot. Setidaknya begitu pengamatan Pusat Penelitian Masalah Perkotaan & Lingkungan (PPMPL) DKI. Dari sekian banyak knalpot, berhamburan CO (karbon monoxida), semacam gas beracun. Makin macet lalu-lintas, makin banyak pula CO itu mengepul, yang pasti terhirup oleh para pengendara mobil, sepeda-motor, helicak dan para penumpang bis kota. "Apalagi kalau ada yang merokok, CO itu semakin mencekik," kata ir. Bianpoen, kepala PPMPL. Dikatakannya polusi oleh kendaraan bermotor lebih besar daya pencemarannya dibandingkan dengan yang dialami kaum buruh di pabrik yang bersifat lokal. Kadar CO CO yang tersedot lewat pernafasan memasuki tubuh melalui paru-paru. Dalam paru-paru ia bersenyawa dengan hemoglobin (Hb), membentuk COHb, sedang Hb bekerja membawa oksigen ke sekujur tubuh. Celakanya kemampuan hemoglobin mengikat CO 200 sampai 300 kali lebih besar dibanding dengan kemampuannya merangkul oksigen. Akibatnya, kadar oksigen dalam darah berkurang hingga bisa membuat orang pusing, semaput bahkan mati. Semakin banyak CO yang terkandung dalam darah semakin besar ancamannya terhadap kesehatan. Akhir 1976, sejumlah mahasiswa Akademi Meteorologi dan Geofisika pernah mencatat kadar CO di beberapa tempat Jakarta. Di Salemba, pada jam sibuk 08.30 - 12.00, mereka menemukan konsentrasi CO yang bisa menimbulkan 2,5% COHb. Pada saat yang sama di Jalan Imam Bonjol 2%, sedang di Jalan Lembang yang agak sepi cuma 1,25%. Ketika itu lalu-lintas tidak macet betul, tapi masih merayap. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK-UP di Bandung juga pernah meneliti. Di Jakarta sekitar HI Sheraton dijumpainya pencemaran oleh CO mencapai 50 - 75 ppm per hari. Di Denpasar, 100150 ppm. Di Bandung sekitar stasiun bis/honda/colt/bemo, 50 -150 ppm. PPMPL sendiri masih belum bisa menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) suatu tingkat pencemaran oleh CO yang bisa ditolerir. Bianpoen mengatakan NAB itu mungkin bisa ditetapkan tidak lama lagi -- tergantung pada hasil penelitian PPMPL dengan bantuan Dinas Kesehatan, DLLAJR, FK-UI, Jawatan Meteorologi dan Geofisika dan Dinas Pertamanan. Di negara maju, NAB dan CO itu berbeda-beda. Amerika Serikat, misalnya, menetapkan 9 ppm tiap 28 jam. Jepang, 20 ppm tiap 8 jam. Uni Soviet, 0,9 ppm dalam 24 jam. Kanada, 15 ppm tiap 8 jam Di akarta, ada lebih setengah juta kendaraan bermotor. Jakarta Kota yang terlalu ramai kendaraan, mencatat lebih 100 ppm/hari -- pencemaran tertinggi di DKI, demikian PPMPL. Asap knalpot, meskipun berbahaya bagi kesehatan, di Indonesia belum serius dipersoalkan orang. Tapi, seperti kata Prof. Derick Bryce-Smith dari Inggeris, anda mungkin saja merusak otak anak-anak ketika menyetir mereka pergi ke sekolah. Bila asap itu banyak terhirup, katanya, anak anda bisa menjadi dungu, setidaknya kecerdasannya berkurang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus