DENGAN modal 20 juta, tontonan musik Petualangan Pinokio (buku
asli ditulis oleh Carlo Collodi) dimainkan di Balai Sidang
Senayan, Jakarta, 4 dan 11 Maret, oleh Grup Sangrila.
Pertunjukan yang semuanya empat kali main ini, diselenggarakan
oleh Universitas Kristen Jakarta (Ukrida) dengan maksud mencari
dana untuk mendirikan kampus mereka. "Kita harapkan dari karcis
akan masuk semuanya Rp 40 juta," tutur Ds. C. Suleeman, ketua
Badan Pekerja Ukrida.
Hari pertama, 4 Maret, tontonan dimulai pukul 10 pagi. Harga
karcis di loket Rp 1500, Rp 3000 dan Rp 5000. Semuanya amblas.
Anak-anak yang diantar orangtua mereka terpaksa gentayangan
melirik ke tukang-tukang catut yang merubah harga menjadi Rp
3000, Rp 5000 dan Rp 7500. Tak sempat dikabarkan apakah para
tukang catut itu mampu mempertahankan harga menjelang saat-saat
pertunjukan. Yang jelas hari itu panitia dengan sendirinya sudah
mengantongi 10 juta laba. He-he-he.
Pertunjukannya sendiri, yang didalangi Nyonya Maria Tanzil yang
dulu mendalangi operet Cinderella, kurang apik. Sandiwara lima
babak yang makan 3 jam itu membuat banyak anak kecil menguap dan
letih. Mereka mulai bosan melihat para pemain yang sudah
berlatih 4 bulan, ternyata masih buruk. Teknik play back tidak
sinkron dengan gerak-gerik. Sering Pinokio yang dimainkan oleh
Liza Tanzil sudah megap-megap, eh musik terlambat masuk. Belum
lagi selonongan suara walky talky panitia penyelenggara, yang
ayaknya mau latihan perang, bukan menyuguhkan hiburan.
Milik Dunia
Kisah Pinokio, mungkin anda tahu, bercerita tentang boneka kayu
milik Gapetto -- yang oleh 'Peri Biru' dirobah bisa bergerak dan
hidup. Lalu setelah melakukan berbagai perbuatan nakal, akhirnya
insaf dan berbakti kepada "orangtua"nya -- dan 'Peri Biru' pun
merobahnya menjadi anak manusia benar-benar.
Nyonya Maria Tanzil (41 tahun) kembali mengakui bahwa kali
inipun, sebagaimana pada Cinderella, ia masih tetap menjiplak
lagu-lagu Barat. Dari dua belas lagu yang ada, hanya Kau dan
Aku, Boneka Stromboli, Keledai Pandai dan Ikan Paus memang
garapannya lirik maupun melodi. Terhadap keempat lagu itu ia
kelihatan amat bangga - mungkin mengingat semua lagu dalam
Cinderella memang hasil contekan.
Mengenai kostum, yang pernah dirasakan mewah dan kebarat-baratan
dalam Cinderella, Nyonya Tanzil tak berusaha memperbaiki. Nyonya
Rocky Camdani malah telah membuat pakaian dari satin untuk 60
orang anak -- dengan biaya seluruhnya satu setengah juta.
Beberapa anak yang berusia antara 5 sampai 16 tahun itu kadang
memegang 2-3 peran dengan kostum berbeda. Terang saja mahal.
"Bahannya sengaja satin karena kalau di pentas bagus, mengkilap
tertimpa sinar lampu," kata Ny. Tanzil.
Meskipun pertunjukannya buruk nyonya Tanzil mengaku lebih puas
kali ini. Ia tidak takut akan digugat karena menjiplak, karena
ia merasa cerita Italia ini telah milik dunia. Dalam pada itu ia
juga sudah menampilkan Snow White tahun 1976 dan Bobo tahun
1977.
Mengenai soal "kepribadian" yang banyak dikeluhkan orang, Nyonya
Tanzil kelihatan berusaha menetralisirnya kali ini. Misalnya
dengan cara menyelipkan tarian Karapan Sapi. Tapi tarian itu
terjepit di antara tarian seperti tarian nelayan Jepang, tari
Korea, tari Amerika Latin, dan sebagainya. Hadirnya justru jadi
terasa lucu. Bicara soal kepribadian memang agak berkelebihan,
karena Grup Sangrilla tampaknya memang tidak memikirkan hal itu.
Mereka hanya ingin menjual sebuah tontonan, dan ini memang
tontonan anak-anak kaya dan mimpi-mimpi mereka.
"Semuanya karena desakan sponsor. Tentunya mereka takut rugi
kalau mementaskan karya-karya sini, juga karenanya orang baru,"
kata Nyonya Tanzil yang mengaku masih dalam taraf belajar. Ada
maksudnya setelah Pinokio untuk memilih cerita rakyat Sunda,
Jawa atau Bali -- entah apa. Tapi yang paling penting "pokoknya
dapat menggembirakan anak-anak."
Tabanas
Yang bergembira tentu saja bukan hanya yang nonton. Juga --
malah lebih-lebih yang main. Setelah usai pementasan nanti ke-60
anak pendukung masing-masing akan diberi imbalan uang sebesar Rp
30 ribu, dalam bentuk Tabanas. Dan itu berarti Rp 1,8 juta.
Kabar lain: operet Cinderella sekarang sedang difilmkan oleh PT
Sandi Jaa Utama Film. Nyonya Tanzil ikut sebagai wakil
sutradara. Sementara itu PT Irama Tara bersama PT Romei Film
juga membuat film dengan tema yang sama. Kayaknya jor-joran.
"Biar saja, kan itu juga cerita jiplakan. Lebih banyak yang
membuat film anak-anak lebih baik," kata nyonya kelahiran
Pekalongan ini. Sementara itu ia juga dengar selentingan bahwa
ada perusahaan film yang ingin menggarap Pinokio.
Dua bulan sebelum pcnampilan di Balai Sidang, sudah keluar kaset
Kisah Pinokio dengan label 'Flower Sound'. Musik digarap oleh
Januar Iskak dan kawan-kawannya, dengan penyanyi Sandra Dewi,
Liza Tanzil, Vivi & Nita. Kaset ini tidak segar dan spontan
seperti 'Kisak Cinderela'. Jelek, kedodoran, dan sama sekali
tidak serius.
Ini barangkali memang zaman ketika anak-anak dijadikan sasaran
pemasaran. Dan seperti selera sebagian bcsar lagu yang
diproduksi pabrik-pabrik rekaman untuk mereka, kesederhanaan
undur ke belakang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini