Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

... dan tetap jiplakan

Usaha grup sangrila dalam mencari dana dengan menampilkan operet pinokio. ny. tanzil tidak takut digugat karena jiplakan, sebab ceritanya adalah milik dunia. operet juga difilmkan dan dikasetkan.(ms)

17 Maret 1979 | 00.00 WIB

... dan tetap jiplakan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DENGAN modal 20 juta, tontonan musik Petualangan Pinokio (buku asli ditulis oleh Carlo Collodi) dimainkan di Balai Sidang Senayan, Jakarta, 4 dan 11 Maret, oleh Grup Sangrila. Pertunjukan yang semuanya empat kali main ini, diselenggarakan oleh Universitas Kristen Jakarta (Ukrida) dengan maksud mencari dana untuk mendirikan kampus mereka. "Kita harapkan dari karcis akan masuk semuanya Rp 40 juta," tutur Ds. C. Suleeman, ketua Badan Pekerja Ukrida. Hari pertama, 4 Maret, tontonan dimulai pukul 10 pagi. Harga karcis di loket Rp 1500, Rp 3000 dan Rp 5000. Semuanya amblas. Anak-anak yang diantar orangtua mereka terpaksa gentayangan melirik ke tukang-tukang catut yang merubah harga menjadi Rp 3000, Rp 5000 dan Rp 7500. Tak sempat dikabarkan apakah para tukang catut itu mampu mempertahankan harga menjelang saat-saat pertunjukan. Yang jelas hari itu panitia dengan sendirinya sudah mengantongi 10 juta laba. He-he-he. Pertunjukannya sendiri, yang didalangi Nyonya Maria Tanzil yang dulu mendalangi operet Cinderella, kurang apik. Sandiwara lima babak yang makan 3 jam itu membuat banyak anak kecil menguap dan letih. Mereka mulai bosan melihat para pemain yang sudah berlatih 4 bulan, ternyata masih buruk. Teknik play back tidak sinkron dengan gerak-gerik. Sering Pinokio yang dimainkan oleh Liza Tanzil sudah megap-megap, eh musik terlambat masuk. Belum lagi selonongan suara walky talky panitia penyelenggara, yang ayaknya mau latihan perang, bukan menyuguhkan hiburan. Milik Dunia Kisah Pinokio, mungkin anda tahu, bercerita tentang boneka kayu milik Gapetto -- yang oleh 'Peri Biru' dirobah bisa bergerak dan hidup. Lalu setelah melakukan berbagai perbuatan nakal, akhirnya insaf dan berbakti kepada "orangtua"nya -- dan 'Peri Biru' pun merobahnya menjadi anak manusia benar-benar. Nyonya Maria Tanzil (41 tahun) kembali mengakui bahwa kali inipun, sebagaimana pada Cinderella, ia masih tetap menjiplak lagu-lagu Barat. Dari dua belas lagu yang ada, hanya Kau dan Aku, Boneka Stromboli, Keledai Pandai dan Ikan Paus memang garapannya lirik maupun melodi. Terhadap keempat lagu itu ia kelihatan amat bangga - mungkin mengingat semua lagu dalam Cinderella memang hasil contekan. Mengenai kostum, yang pernah dirasakan mewah dan kebarat-baratan dalam Cinderella, Nyonya Tanzil tak berusaha memperbaiki. Nyonya Rocky Camdani malah telah membuat pakaian dari satin untuk 60 orang anak -- dengan biaya seluruhnya satu setengah juta. Beberapa anak yang berusia antara 5 sampai 16 tahun itu kadang memegang 2-3 peran dengan kostum berbeda. Terang saja mahal. "Bahannya sengaja satin karena kalau di pentas bagus, mengkilap tertimpa sinar lampu," kata Ny. Tanzil. Meskipun pertunjukannya buruk nyonya Tanzil mengaku lebih puas kali ini. Ia tidak takut akan digugat karena menjiplak, karena ia merasa cerita Italia ini telah milik dunia. Dalam pada itu ia juga sudah menampilkan Snow White tahun 1976 dan Bobo tahun 1977. Mengenai soal "kepribadian" yang banyak dikeluhkan orang, Nyonya Tanzil kelihatan berusaha menetralisirnya kali ini. Misalnya dengan cara menyelipkan tarian Karapan Sapi. Tapi tarian itu terjepit di antara tarian seperti tarian nelayan Jepang, tari Korea, tari Amerika Latin, dan sebagainya. Hadirnya justru jadi terasa lucu. Bicara soal kepribadian memang agak berkelebihan, karena Grup Sangrilla tampaknya memang tidak memikirkan hal itu. Mereka hanya ingin menjual sebuah tontonan, dan ini memang tontonan anak-anak kaya dan mimpi-mimpi mereka. "Semuanya karena desakan sponsor. Tentunya mereka takut rugi kalau mementaskan karya-karya sini, juga karenanya orang baru," kata Nyonya Tanzil yang mengaku masih dalam taraf belajar. Ada maksudnya setelah Pinokio untuk memilih cerita rakyat Sunda, Jawa atau Bali -- entah apa. Tapi yang paling penting "pokoknya dapat menggembirakan anak-anak." Tabanas Yang bergembira tentu saja bukan hanya yang nonton. Juga -- malah lebih-lebih yang main. Setelah usai pementasan nanti ke-60 anak pendukung masing-masing akan diberi imbalan uang sebesar Rp 30 ribu, dalam bentuk Tabanas. Dan itu berarti Rp 1,8 juta. Kabar lain: operet Cinderella sekarang sedang difilmkan oleh PT Sandi Jaa Utama Film. Nyonya Tanzil ikut sebagai wakil sutradara. Sementara itu PT Irama Tara bersama PT Romei Film juga membuat film dengan tema yang sama. Kayaknya jor-joran. "Biar saja, kan itu juga cerita jiplakan. Lebih banyak yang membuat film anak-anak lebih baik," kata nyonya kelahiran Pekalongan ini. Sementara itu ia juga dengar selentingan bahwa ada perusahaan film yang ingin menggarap Pinokio. Dua bulan sebelum pcnampilan di Balai Sidang, sudah keluar kaset Kisah Pinokio dengan label 'Flower Sound'. Musik digarap oleh Januar Iskak dan kawan-kawannya, dengan penyanyi Sandra Dewi, Liza Tanzil, Vivi & Nita. Kaset ini tidak segar dan spontan seperti 'Kisak Cinderela'. Jelek, kedodoran, dan sama sekali tidak serius. Ini barangkali memang zaman ketika anak-anak dijadikan sasaran pemasaran. Dan seperti selera sebagian bcsar lagu yang diproduksi pabrik-pabrik rekaman untuk mereka, kesederhanaan undur ke belakang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus