Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
["Melihat dari ruang angkasa, saya mengagumi keindahan planet bumi. Kami salut karena Anda semua mencoba memetakan masa depan Bumi berkelanjutan yang lebih baik dan miliaran penduduk yang hidup di rumah terindah ini."]]--> UNTUK DISAIN, TOLONG HURUF KALIMAT KUTIPAN INI FONTS NYA LEBIH KECIL, THANKS.
Pesan itu disampaikan oleh Joseph Acaba, astronaut National America Aeronautics and Space Administration (NASA) yang tinggal di Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS), kepada 192 kepala negara dan pemerintahan yang berkumpul di Rio de Janeiro, Brasil, 20-22 Juni. Dia mengajak pemimpin dunia yang hadir di Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan, atau dikenal sebagai Konferensi Rio+20, Jumat pekan lalu, lebih serius menjaga bumi dari kerusakan.
Namun pesan itu tidak membuat para kepala pemerintah menyepakati langkah konkret dan signifikan yang diusulkan untuk mengatasi kerusakan bumi dan kemiskinan. "Mereka tidak menunjukkan kepemimpinan yang dibutuhkan," kata Barbara Stocking, Kepala Eksekutif Oxfam GB. Dia merujuk pada dokumen "The Future We Want" yang ditandatangani pada hari terakhir konferensi tersebut, Jumat pekan lalu.
Direktur Eksekutif Greenpeace International, Kumi Naidoo, mengatakan Rio+20 merupakan puncak kegagalan. "Kami tidak mendapatkan 'masa depan yang kita inginkan' di Rio. Para kepala negara kaya dan maju tidak mau melakukan perubahan signifikan. Ini memalukan, menempatkan keuntungan pribadi di atas kepentingan manusia dan planet bumi," kata Naidoo.
Memang, tepat 20 tahun lalu di Rio de Janeiro, berlangsung Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan, atau dikenal sebagai Konferensi Bumi. Ada tiga perjanjian internasional yang dihasilkan dalam konferensi yang dihadiri ratusan kepala negara itu, yakni UN Framework Convention on Climate Change, Convention on Biological Diversity, dan UN Convention to Combat Desertification. Dua dasawarsa kemudian, tiga traktat itu dinilai gagal mengatasi perubahan iklim dan merosotnya keanekaragaman hayati. Ketiga traktat itu juga gagal mengatasi desertifikasi (lihat grafik).
Kini, dokumen Rio+20 disiapkan sejak setahun lalu. Para anggota delegasi mulai hadir 10 hari sebelumnya untuk menuntaskan teks setebal 49 halaman tersebut. Kepala pemerintahan yang hadir pada Kamis dan Juma pekan lalu akhirnya menorehkan komitmen mereka.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, mengatakan dokumen Rio+20 akan membimbing dunia ke jalur yang lebih berkelanjutan. Tugas kami sekarang, kata dia, adalah mengumpulkan massa yang kritis karena jalan di depan sangat panjang dan keras.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton optimistis dengan hasil konferensi itu. "Sebuah masa depan yang lebih sejahtera ada dalam jangkauan kita, masa depan di mana semua orang menikmati pembangunan berkelanjutan, tidak peduli siapa mereka atau di mana mereka tinggal," kata dia, berpromosi.
Achim Steiner, Direktur Jenderal Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), mengatakan dokumen ini merupakan agenda perubahan. "Pemimpin dunia dan pemerintah sepakat bahwa pada hari ini transisi ke ekonomi hijau dimulai dan jalur kunci menuju abad ke-21 yang berkelanjutan akan ditawarkan," kata dia.
Namun beberapa negara berkembang curiga terhadap konsep ekonomi hijau ini. Mereka khawatir konsep ini merupakan cara lain bagi negara kaya untuk menerapkan pendekatan "satu model untuk semua".
Negara lain yang setuju melihat konsep itu sebagai peluang dengan memberikan nilai lebih tinggi kepada alam. Negara yang memiliki hutan, seperti Indonesia, mendorong jasa-jasa lingkungan yang disediakan alam seperti penyerapan karbon dan perlindungan habitat.
Kekecewaan terhadap pemimpin politik membuat aktivis lembaga swadaya masyarakat yang hadir di Rio membuat inisiatif. Mereka menilai hasil Konferensi Rio+20 hanya kemasan atau baju baru dengan isi yang sama. Mereka mendukung investasi pada transportasi publik, komitmen akuntansi hijau oleh perusahaan, dan strategi kota-kota serta badan peradilan untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan.
Konferensi Rakyat selama 10 hari yang digelar di Rio juga mendorong kampanye untuk mengurangi jumlah plastik di lautan dan membuat cagar alam baru di Arktik. "Ada solusi nyata yang kami tawarkan, yang pemerintah tidak mampu pecahkan. Kami pamerkan ini di sini, bukan di ruang rapat konferensi," kata Lidy Nacpil, Direktur Jubilee South, Gerakan Utang dan Pembangunan Asia Pasifik.
Sharan Burrow, Sekretaris Jenderal International Trade Union Confederation, mengatakan kini saatnya memikirkan kembali strategi perjuangan. "Aliansi merah/hijau adalah satu-satunya jalan."
Menurut dia, jika model pembangunan saat ini tidak berubah, akan terlihat dislokasi ekonomi yang lebih besar daripada yang kita hadapi sekarang. Akan ada lebih banyak peperangan akibat konflik di sekitar air dan energi. Jadi yang kita butuhkan saat ini, kata dia, adalah tenaga kerja dan lingkungan yang berjalan beriringan.UNTUNG WIDYANTO | GUARDIAN | BBC |
Mahkota Konferensi
Hasil utama Konferensi Rio+20 adalah menetapkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Menurut tuan rumah Brasil, hasil ini adalah "permata mahkota" konferensi tersebut.
Namun permata tersebut harus dipoles dan diperhalus lagi. Maklum, para juru runding belum menyepakati sejumlah tema. Karena itu, dibentuk kelompok kerja yang terdiri atas 30 negara untuk merumuskan rincian SDGs dan memadukannya dengan Millennium Development Goals (MDGs), yang harus selesai pada September 2013.
Pembahasan soal MDGs di Konferensi Rio+20 dilakukan di forum Panel Tingkat Tinggi (High-Level Panel of Eminent Persons). Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon, adalah salah satu ketua bersama (co-chairs) yang ditunjuk. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Perdana Menteri Inggris David Cameron, dan Presiden Liberia Ellen Johnson-Sirleaf juga dipilih sebagai ketua bersama.
Deklarasi Milenium merupakan kesepakatan antara kepala negara dan perwakilan dari 189 negara PBB, yang mulai dijalankan pada September 2000. Ada delapan butir tujuan untuk dicapai pada 2015, antara lain menggapai kesejahteraan rakyat dan menyukseskan pembangunan masyarakat pada tahun itu.
Menurut Presiden Yudhoyono, setelah 2015, MDGs akan digantikan dengan SDGs. Dia mengatakan, meski terlalu dini, pencapaian sasaran MDGs sudah bagus, tajam, kuat, serta jelas siapa yang bertanggung jawab untuk mencapainya.
"SDGs yang hendak kita terbitkan pada 2015 harus sungguh memahami perkembangan MDGs. Dan harus ada suatu evaluasi obyektif, mengapa ada target yang melampaui sasaran dan ada sasaran yang tidak bisa tercapai," kata Presiden kepada pers di Rio.
Namun, SDGs tampaknya akan menjadi fokus pergumulan baru antara negara kaya dan miskin. Kelompok negara berkembang yang bergabung dalam G77 berkeras bahwa SDGs harus mencakup elemen sosial dan ekonomi yang kuat., termasuk aspek pembiayaan dan transfer teknologi.
Ketika Uni Eropa dan Amerika Serikat menyebut soal tanah dan air-mereka biasanya memberikan penekanan lingkungan. "G77 berkeras bahwa ini juga memiliki pilar ekonomi dan sosial yang kuat. SDGs merupakan kebutuhan agar menjadi lebih baik dan lebih berani daripada MDGs," kata Bhumika Muchhala, dari Third World Network.UNTUNG WIDYANTO
Nilai Rapor F
Seiring dengan diadakannya Konferensi Rio+20, yang berlangsung pada pekan lalu, jurnal Nature merilis laporan berisi rapor sejak Konferensi Bumi di Rio de Janeiro diadakan pada 20 tahun lalu. Ternyata para pemimpin dunia gagal melaksanakan tiga perjanjian yang dihasilkan oleh Konferensi Bumi pertama di Rio de Janeiro. Jurnal ini memberi nilai F untuk perubahan iklim, upaya menjaga keanekaragaman hayati, dan usaha mengatasi desertifikasi.
Konfrensi Bumi Rio -- 1992
UN Framework Convention on Climate Change [Kerangka Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim]
1994, Protokol Kyoto:
2005: Protokol Kyoto memasuki tahap penguatan, namun Amerika Serikat menolak meratifikasi.
UN Convention to Combat Desertification, 1994:
Protokol Cartagena, 2000:
GAGAL: Emisi karbon dioksida (miliar ton)
Target Protokol Kyoto:
GAGAL: Wilayah yang jadi gurun (desertification)
Lahan yang hilang, 1991: 11,7 juta km persegi
GAGAL: Spesies yang terancam (persentase spesies diketahui)
Tumbuhan68%
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo