Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KESAKTIAN Muhammad Nazaruddin melahap proyek-proyek berbiaya anggaran negara makin terbukti. Fakta terbaru adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas proyek pengadaan sarana dan prasarana vaksin flu burung. Salah satu perusahaan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu, PT Anugrah Nusantara, gagal memenuhi spesifikasi fasilitas riset pengembangan vaksin penyakit mematikan tersebut. Proyek senilai Rp 1,3 triliun itu sarat dugaan korupsi.
Modus operandi yang digunakan Nazaruddin sebetulnya mirip dengan proyek koruptif di kementerian lain yang dia dalangi. Caranya dengan mengijon proyek, merekayasa anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat, menyingkirkan pesaing, sogok sana-sini, dan menggelembungkan harga. Kasus dugaan korupsi yang menyangkut Nazaruddin juga selalu melibatkan orang penting di jajaran eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif.
Untuk itu Komisi Pemberantasan Korupsi—juga lembaga penegakan hukum lain—seharusnya terus-menerus mendapat dukungan dan dorongan untuk menuntaskan pengusutan kasus-kasus Nazaruddin. Sebab, jalinan berbagai kasus korupsi yang melibatkan Nazaruddin bisa jadi merupakan skandal terbesar dalam sejarah korupsi negeri ini. Komisi menuduh Nazaruddin terlibat dalam 35 perkara korupsi dana proyek di sembilan kementerian, dengan nilai lebih dari Rp 8 triliun.
Betapa fatal akibat dari terbengkalainya proyek pengembangan sarana dan prasarana vaksin flu burung. Dampaknya tidak hanya kerugian negara yang besar, tapi juga ancaman kematian bagi rakyat. Di negara dengan jumlah korban jiwa terbesar di dunia akibat serangan virus flu burung ini, terbengkalainya proyek tersebut membuat kondisi kita semakin rentan. Flu burung adalah pandemi—epidemi yang menyebar antarnegara—mematikan yang belum ada obatnya.
Pusat penelitian flu burung yang bekerja di bawah Kementerian Kesehatan seharusnya sudah berfungsi sejak awal tahun ini. Karena terbengkalai, kredibilitas Indonesia pun terjun bebas. Pertama, proyek kemanusiaan itu gagal karena korupsi. Kedua, Indonesia tidak bisa segera mengembangkan vaksin flu burung yang manjur (Indonesia punya biang virus flu burung yang paling ganas, bahan terbaik untuk pengembangan vaksin). Ketiga, pemerintah gagal menyediakan perlindungan terhadap rakyat dari serangan wabah penyakit berbahaya, atau melanggar Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Jumlah korban virus flu burung di Indonesia sekitar setengah dari korban jiwa di seluruh dunia. Pemerintah hingga saat ini belum mencabut status kondisi luar biasa. Situasinya semakin mencekam karena di Indonesia ditemukan mutasi virus flu burung yang memiliki kemampuan menular antarmanusia—selama ini dari unggas ke manusia.
Tentu saja Nazaruddin tidak membayangkan betapa berbahaya akibat tindakan koruptifnya. Karena itu, tidak ada tawar-menawar bagi Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengungkapan skandal Nazaruddin merupakan pertaruhan terbesar Komisi. Lembaga antirasuah ini harus menggunakan semua kewenangan sebagai superbody untuk pengungkapan satu per satu kasus Nazaruddin. Mungkin tak mudah. Namun Komisi tak boleh lelah mengusut, agar negara ini tak menjadi negara gagal akibat epidemi korupsi. Jangan juga kita sampai gagal mengembangkan "vaksin" korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo