Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Monster bintang hidup di alam raya. James Webb Space Telescope (JWST) mendeteksinya tinggal di satu lokasi dalam gugusan atau klaster padat bintang-bintang yang lahir hanya beberapa ratus juta tahun setelah terjadi Big Bang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan pengamatan JWST, monster ini adalah bintang supermasif yang berada dalam globular clusters yang lahir sekitar 13,4 miliar tahun yang lalu. Klaster globular biasa diidentifikasi sebagai puluhan ribu hingga jutaan bintang yang terikat lewat gaya gravitasi yang kuat. Klaster globular ini biasanya jauh lebih besar daripada klaster yang terbuka (open).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Klaster-klaster globular ini ditemukan di hampir setiap galaksi, apapun jenisnya. Termasuk di Galaksi Bima Sakti tempat Bumi dan tata surya kita berdiam. Bima Sakti diperkirakan menampung setidaknya 180 di antaranya.
Gugusan atau klaster globular tidak hanya merupakan pengelompokan bintang paling masif dan paling kuno, yang lahir bersama paling cepat 440 juta tahun setelah Big Bang. Tetapi juga, bintang-bintang ini dapat menunjukkan anomali yang tidak ditemukan dalam kumpulan bintang lainnya.
Penjelasannya begini, bintang-bintang di gugus ini cenderung menunjukkan tingkat variasi komposisi yang tinggi, meskipun faktanya mereka lahir bersamaan dari awan gas dan debu dingin yang runtuh. Proporsi oksigen, nitrogen, natrium, dan aluminium bervariasi dari satu bintang ke bintang lainnya. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi para astronom untuk menjelaskan mengenai ‘anomali berkelimpahan'.
Salah satu potensi penjelasannya muncul pada 2018. Disebutkan, bintang supermasif "mencemari" awan gas di awal gugusan globular terbentuk. Hal ini menyebabkan bayi-bayi bintang mengalami pengayaan unsur kimia secara tidak merata.
Terkini, tim peneliti mengumumkan bahwa Teleskop James Webb telah melihat jejak kimia bukti pengamatan pertama untuk teori pengayaan di atas. "Berkat data yang dikumpulkan oleh JWST, kami yakin telah menemukan petunjuk pertama tentang keberadaan bintang-bintang luar biasa ini," kata Corinne Charbonnel, seorang profesor astronomi dari Universitas Jenewa, Swiss.
Perbandingan Monster Bintang dan Matahari
Sebagai perbandingan, bintang-bintang supermasif berukuran 5.000 sampai 10.000 kali lebih besar daripada bintang di tata surya kita, Matahari. Bagian intinya memiliki panas 75 juta derajat Celcius, berbanding 15 juta derajat di jantung Matahari.
Meski begitu, terlepas dari ukurannya yang mengintimidasi dan suhu yang menakutkan, bintang-bintang supermasif tidak selalu mudah ditemukan. Ini karena mereka membakar bahan bakarnya untuk fusi nuklir dengan cepat, dan karenanya memiliki masa hidup yang pendek.
Menurut Mark Gieles dari Universitas Barcelona, anggota tim yang sama yang menemukan jejak kimia itu, gugusan atau klaster berusia 10-13 miliar tahun, sedangkan umur maksimum bintang bintangnya adalah dua juta tahun. "Oleh karena itu, mereka menghilang sangat awal dari gugus yang saat ini dapat diamati. Hanya jejak tidak langsung yang tersisa."
Bantuan JWST
Untuk menemukan tanda-tanda bintang supermasif ini, tim studi beralih ke sensor inframerah yang dimiliki JWST. Tujuannya, menangkap gugusan di keberadaannya yang lebih awal.
Saat ini Teleskop James Webb melihat GN-z11 sebagai galaksi terjauh dan terlahir paling awal di antara yang bisa dilihatnya di alam semesta. Galaksi ini terletak sekitar 13,3 miliar tahun cahaya, dan JWST melihatnya seperti saat usianya baru beberapa puluh juta tahun--menjadikannya pilihan yang baik sebagai tempat berburu gugusan muda.
Karena unsur kimia menyerap dan memancarkan cahaya pada frekuensi tertentu, spektrum cahaya dari sumber kosmik mengandung "sidik jari" yang menunjukkan komposisi benda langit. Para astronom mengambil cahaya dari GN-z11 yang dilihat oleh JWST dan memecahnya, lalu menemukan dua informasi berharga dalam proses tersebut.
"Telah ditetapkan bahwa itu [GN-z11] mengandung proporsi nitrogen yang sangat tinggi dan kepadatan bintang yang sangat tinggi," kata anggota tim studi Daniel Schaerer, juga profesor astronomi dari Universitas Jenewa.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa beberapa gugusan globular lahir di GN-z11 dalam kondisi seperti yang diperkirakan para ahli selama ini, juga bahwa gugus tersebut masih menampung bintang supermasif aktif. Ini karena keberadaan nitrogen yang kuat hanya dapat dijelaskan dengan pembakaran hidrogen pada suhu yang sangat tinggi. "Suhu yang hanya dapat dicapai di inti bintang supermasif," kata Charbonnel.
Diharapkan, ada penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan komposisi yang aneh.
SPACE
Pilihan Editor: Awas Phishing Baru Pakai File PDF Palsu, Beredar di WA