Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Limbah Ternak Penghasil Listrik

Biogas menjadi bahan bakar alternatif untuk pembangkit listrik. Menjadi salah satu solusi mengatasi masalah sampah organik.

18 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kotoran ternak sapi serta limbah makanan dan pertanian biasa diolah menjadi biogas sebagai bahan bakar tungku untuk memasak. Tim dari Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Meka-tronik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung mengembangkan bio-trik alias bio-listrik. Ini merupakan pengolahan energi biogas untuk bahan bakar pembangkit listrik skala kecil.

Para peneliti yang mengembangkan pembangkit ini adalah Aep Saepudin, Arifin Santosa, Ahmad Rajani, dan Kusnadi. Instalasi purwarupa pembangkit tersebut, berupa rangkaian silinder, pipa, dan slang, sudah dibangun di laboratorium Gedung 20 LIPI Bandung. Dari sistem itulah biogas diolah. “Lalu dialirkan ke mesin generator,” kata Arifin pada Selasa, 30 April lalu.

Instalasi pengolahan yang dinamakan Biogas Conditioning ini dirintis sejak 2011. Total biaya produksi untuk penelitian ini mencapai Rp 100 juta. Kotoran sapi bisa menghasilkan gas metana (CH4) sebanyak 50-70 persen, karbon dioksida (CO2) 25-45 persen, oksigen 0,5-3 persen, serta nitrogen oksida dan karbon monoksida kurang dari 1 persen. “Hasil sampingan dari biogas adalah pupuk organik siap pakai,” ujar Ahmad Rajani.

Limbah Ternak Penghasil Listrik/ilustrasi: djunaedi

Menurut Ahmad, prinsip pembuatan biogas bisa digunakan untuk mengatasi masalah sampah organik, terutama di perkotaan. Biogas yang dihasilkan dihitung sebagai bonus. Metana yang dimampatkan dengan tekanan tinggi dapat dimasukkan ke pipa distribusi gas perkotaan. “Jangan menghitung biogas yang mahal infrastrukturnya, tapi mengurangi sampah organiknya,” katanya.

Pipa biogas bisa dibangun sendiri di perdesaan yang belum memiliki jalur distribusi gas. Secara ekonomis, biogas dinilai masih lebih cocok sebagai bahan bakar pengganti elpiji. Pasalnya, efisiensi biogas untuk memproduksi listrik masih rendah. Arifin mengatakan masih perlu banyak perbaikan untuk meningkatkan efisiensi biogas sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

Menurut Arifin, ada peternakan sapi di Baturraden, Jawa Tengah, yang mengalirkan langsung biogas ke generator listrik. Peternakan itu memiliki kapasitas biogas 10 meter kubik yang tersebar di tujuh titik. Namun, akibat pemakaian langsung biogas, mesin generator jadi lebih cepat panas.

Pembangkit biotrik bisa menghasilkan listrik dengan daya 10 kilowatt. Instalasi ini memerlukan listrik 1.500 watt untuk kompresor dan 350 watt lagi untuk pompa penyemprot air ke biogas. Hasil dari listrik yang dihasilkan baru setara dengan biaya operasional. “Perlu kapasitas biogas yang lebih besar agar ekonomis,” ucap Arifin.

Prediksi

Para peneliti memperkirakan nilai ekonomis pembangkit biogas tercapai jika bisa memproduksi listrik sebesar 100 kilowatt dengan pasokan biogas 60 meter kubik per jam atau setara dengan peternakan berisi hingga 2.000 sapi.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus