Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo - Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tengah mengembangkan teknologi yang bisa mempercepat produksi garam kualitas baik. Penelitian pembuatan alat bernama Parabolic Salt Machine itu lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 5 Tahun 2020 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Berawal dari ketertarikan mengenai garam, kami berhasil membuat karya tulis berjudul 'Parabolic Salt Machine Sebagai Inovasi Teknologi Penghasil Garam Dengan Metode Pengabutan Misty Fan Berbasis Solar Concentrator dan Cakram'," kata Dji Hanafit, satu di antara tiga mahasiswa pemilik karya tulis itu, Selasa 25 Agustus 2020.
Mereka menargetkan alat yang sedang dikembangkan tersebut dapat diaplikasikan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Daerah itu dianggap memiliki potensi menjadi penghasil garam terbesar di Indonesia.
"Selama ini potensi penghasil garam yang ada belum dapat dimanfaatkan secara optimal mengingat petani garam di Indonesia sebagian besar masih menggunakan cara tradisional," katanya
Ia mengatakan walaupun selama ini sudah dilakukan suatu penelitian tentang teknologi untuk proses produksi garam, seperti penggunaan teknologi filter ullir, plastik geomembran, dan rumah prisma, ternyata belum mampu mengatasi permasalahan produksi garam di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga:
Penelusuran ITS Ditulis Institut Teknologi Surabaya yang Ramai di Medsos
Dji menerangkan, proses pembuatan garam dengan alat yang mereka ciptakan dimulai dari proses filtrasi, selanjutnya melewati proses pemanasan air laut menggunakan solar concentrator. Kemudian partikel air akan dipecah dibantu embusan angin dari 'misty fan'.
"Harapannya, dari proses tersebut air garam akan lebih cepat dalam proses pengkristalan," katanya
Mahasiswa dari Program Studi (Prodi) Pendidikan Teknik Mesin ini mengatakan jika alat tersebut dapat terwujud maka hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1-2 jam pembuatan garam saat siang hari. Sayang, proses penelitian masih terkendala pandemi Covid-19.
"Perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai kandungan NaCl dari garam yang dihasilkan oleh alat tersebut," katanya.
Ia berharap, nantinya alat tersebut dapat membantu petani garam dalam mempercepat dan meningkatkan proses produksi. Ia dan dua temannya berharap bisa membantu perekonomian petani garam, dengan produksinya yang lebih banyak maka bisa dilakukan ekspor.
"Apalagi selama ini kualitas garam kita kalah dengan garam impor, padahal kalau bisa dimaksimalkan kualitas garam kita lebih bagus," katanya.
Selain Dji Hanafit, dua mahasiswa lain yang juga ikut andil dalam pengembangan teknologi inovasi tersebut, yaitu Muhammad Khoirul Huda dari prodi yang sama dengan Dji dan Arini Nurfadilah dari Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS.