Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Melacak suara di balik kabel

Irwan tampubolon keluaran ITB jurusan elektronik telah menemukan alat pencatat telepon untuk pelanggan. pihak perumtel tak yakin ada alat yang bisa dipergunakan untuk mencatat pulsa. (ilt)

8 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI rumahnya di Bandung, Irwan Tampubolon memilih nomor telepon yang hendak dihubunginya. Ketika pesawat di seberang sana terdengar diangkat, ia menekan sebuah tombol. Dari kalkulator 10 digit yang dilengkapi printer - terletak di samping pesawat telepon - tertera angka 1983. Di bawahnya berturut-turut muncul angka 28.9,0.21790534, dan 9.30. Usai pembicaraan, Irwan meletakkan kembali gagang telepon. Ketika itu pula pada kertas pencatat muncul angka 9.32. Di bawahnya, agak ke kanan, tertera 24.x. Lebih di bawah tampak angka 60. Terakhir: 1440. Irwan, bujangan berusia 26 tahun itu, tersenyum lega. Ini bukan main spion-spionan. Di saat "pulsa palsu" kembali hangat dipermasalahkan, Irwan teringat 'penemuan'-nya dua tahun silam. Ketika itu ia berhasil membuat alat penghitung biaya dan pencatat penggunaan pesawat telepon. Dengan penemuan itu pula, anak ketiga dari sepuluh bersaudara keluarga T. Tampubolon, pensiunan Departemen Keuangan, ini meraih gelar sarjana elektroteknik di ITB, Bandung. Dalam contoh di atas, angka pertama yang muncul menunjuk tahun (1983). Kemudian menyusul tanggal dan bulan (28.9). Lalu kode wilayah SLJJ berikut nomor telepon yang dipilih (0.21790534). Akhirnya, waktu pembicaraan dimulai (9.30). Ketika gagang telepon diletakkan, muncul kembali angka yang menunjukkan waktu (9.32). Kemudian catatan pulsa (24), tarii (60), lalu biaya yang harus dikeluarkan (1440). Irwan memang membuat alat ini berdasarkan asumsi, "banyaknya pelanggan telepon yang ingin mengetahui penggunaan dan pengeluaran biaya pesawat yang dipakainya." Dengan mengeluarkan biaya Rp 100 ribu, Irwan merangkai komponen elektronik di atas delapan lembar printed circuit board (PCB = papan rangkaian tercetak) berukuran 12 x 18 cm. Rangkaian itu terdiri dari jam digital, isolator, detektor saluran, pembangkit dan penghitung pulsa pembicaraan, penyimpan empat angka awal, sumber data dan penggabungannya, read only memory (ROM) dan counter untuk program, pemilih tombol dan tombol kalkulator, serta pengatur kerja alat. Untuk kalkulator, ia memilih Casio tipe JR 210. Seluruh perangkat ini dipasang paralel pada pesawat telepon milik pelanggan. Otak seluruh rangkaian itu adalah tiga buah EPROM (erasable, programmable, read only memory). Dua EPROM menyimpan kode-kode wilayah, untuk memungkinkan pembicaraan lokal dan interlokal. Sebuah lainnya mencatat tahun, bulan, dan tanggal, sampai hasil perkalian pulsa, dan tari . Tombol alat ini dipasang paralel dengan mikrofon pesawat telepon. Sebagai akibatnya, bila tombol tidak ditekan, pesawat hanya bisa mendengar pembicaraan dari telepon yang dihubungi. Sengaja dipilih cara ini, "agar pelanggan tidak lupa menekan tombol," ujar Irwan. Dari segi teknis, menurut Irwan, hampir tak ada kelemahan pesawat ini. Peluang kekhilafan hanya terbuka bila pelanggan terlambat menekan tombol. Tapl perbedaan ltu tidak banyak, sekitar satu atau dua pulsa. Soalnya, perhitungan pulsa berjalan begitu pesawat yang dihubungi menyahut. oengan mengadahan penyempurnaan, Irwan yakin alat penemuannya ini bisa dipakai untuk umum - tentu saja dengan izin Perumtel. Penyempurnaan itu, misalnya, menyangkut perbanyakan kode wilayah yang bisa dihubungi, bahkan sampai hubungan antar negara. Semuanya bisa dilakukan dengan mengganti EPROM sesuai dengan kebutuhan. Penyimpangan memang bisa terjadi, bahkan sampai pada tingkat kehilangan funsi. Misalnya kalau terjadi gesekan kabel di bawah tanah atau terendam air sehingga menimbulkan konrsleting, yang mengacaukan pencatatan. Untuk mengatasi hal ini, Irwan siap memasang pengaman di bagian input, berupa rangkaian supresor yang sensitif. Penyimpangan juga bisa terjadi bila seseorang mencantelkan pesawatnya di nomor yang sama. Tapi alat tadi tetap bekerja sehingga nomor yang dihubungi dan data pelengkap lainnya tetap tercatat. Namun, Irwan tidak menjamin hasil pencatatan akan sama dengan rekening Perumtel. "Alat ini dibuat hanya untuk meyakinkan teori, bukan untuk diperbandingkan dengan rekening,". katanya. Irwan membutuhkan satu tahun mempersiapkan alat tersebut. Bila diproduksikan secara massal, setelah disempurnakan di sana-sini, ia yakin satu unit bisa rampung kurang dari sebulan, dengan biaya di bawah Rp 50 ribu. Tapi Humas Perumtel, Drs. Musyafri Effendi, "tak yakin ada alat yang bisa dipergunakan seperti itu." Menurut dia, "sampai saat ini Perumtel belum berpikir untuk hal lain, lebih penting membangun sentral telepon otomat." Soal pengaduan pulsa yang kian ramai? "Di negara maju pun masih ada apalagi di negara sedang berkembang seperti Indonesia ini," kata Musyafri. Tidak ada debat lagi?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus