Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

MENANTI JALAN TOL BEBAS AMBLES

Tim evaluasi menemukan kesalahan konstruksi dalam pembangunan tol Cipularang. Untuk mengejar waktu, para kontraktor memadatkan tanah dengan cara menyimpang.

20 Februari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOROT matanya tajam. Tangan- kiri-nya mengangkat buku se-ukur-an saku. Semua mata di ruang- rapat itu tertuju kepadanya, seolah menunggu kejutan dalam rapat malam yang melelahkan itu. Dan kejutan itu benar-benar datang.

”Ada politisasi di (kasus tol) Ci-pu-la-rang-,” ujar Rendhy A. Lamadjido. Suara-nya terdengar hingga ke pojok ruang rapat. Lalu ia membacakan satu pasal- dari buku saku yang dipegangnya—yang berisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. ”Ada sanksi pidana bagi perusahaan yang lalai mengerjakan konstruksi bangunan,” katanya tampak jengkel.

Rendhy seperti sudah lama memendam- geram. Wakil rakyat dari PDI Perjuang-an ini kesal terhadap penanganan kasus amblesnya beberapa ruas jalan di tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang). Jalan alternatif Jakarta-Bandung itu dikerjakan dengan cepat. Jalan sepanjang 58,5 kilometer ini selesai hanya beberapa hari menjelang pelaksanaan peringatan Konferensi Asia-Afrika di Bandung, April 2005. Targetnya, para tamu konferensi bisa melewati jalan itu.

Target ini hampir tak tercapai. Ba-nyak- pekerjaan meleset karena berba-gai- macam halangan, termasuk musim hujan. Waktu itu PT Jasa Marga, pengelola- jalan tol Cipularang, berjanji bahwa biar-pun dikebut, kualitas dan keamanan jalan tol tak akan dikorbankan.

Janji itu meleset. November lalu jalan itu ambrol di sebagian ruas. Setelah insiden itu, beberapa ruas yang lain juga longsor dihantam hujan. Sampai-sampai Jasa Marga pekan lalu menutup- jalan ini. Menteri Pekerjaan Umum membentuk tim evaluasi. Tim inilah yang di-gugat Rendhy gara-gara mere-ka tidak menyebut pihak-pihak yang bertanggung- jawab-. Semestinya, kata dia, dua kontraktor tol, yakni PT Adi Karya dan PT Waskita Karya, adalah biang ambrolnya tol itu.

Selain Rendhy, 15 anggota DPR lainnya juga mencecar Basuki Hadimoeljono selaku ketua tim; Prof Dr Wiratman Wangsadinata, tim ahli; dan Hisnu Pawenang selaku Kepala Badan Pengatur Jalan Tol. Mereka semua menilai ada kesalahan saat perencanaan dan kon-struksi pembangunan jalan tol itu.

Basuki dan Wiratman tetap menolak membuat kesimpulan soal siapa yang bertanggung jawab. Tugas tim, menurut Wiratman, hanyalah mencari penyebab ambles dan longsornya jalan tol Cipularang. ”Kami menyajikan data-data untuk dipergunakan siapa pun,” kata Wiratman, guru besar ITB.

Meski tak menunjuk siapa biang rusaknya jalan bebas hambatan itu, kesim-pulan tim evaluasi mencengangkan. Setelah melakukan penelitian selama dua bulan, tim ini menemukan tujuh lokasi kritis yang membutuhkan pena-nganan segera (lihat infografik). Dua di antaranya, yakni Batu Datar dan Le-bak Ater, bahkan perlu penanganan yang sangat serius.

Menurut Basuki, amblesnya badan jalan di Batu Datar (kilometer 91-92) pada 28 November 2005 disebabkan pecahnya- gorong-gorong karena tak kuat mena-han beban. Kerusakan gorong-gorong ini membuat air mengalir ke mana-mana dan membuat tanah menjadi labil. Akhirnya ambles.

Lokasi kedua yang mendapat perhati-an khusus tim yang beranggotakan ahli dari Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Departemen Pekerjaan Umum adalah Lebak Ater. Pada awal Desember 2005, terjadi retakan di kilometer 96+900. Sepintas ini cuma retakan rambut, yang kemudian dilapis ulang oleh kontraktor. Sebulan kemudian, 29 Januari 2006, retakan itu berubah jadi amblesan sedalam 20 senti-meter, sehingga jalan arah Bandung ditutup.

Sistem kebut dalam pengerjaan jalan tol ini dinilai tim evaluasi berdampak pada keamanan tol Cipularang. Buktinya, sebelum jalan yang menghabiskan dana Rp 1,4 triliun itu diresmikan, longsor sudah terjadi. ”Terjadinya longsor ketika masa kontruksi menunjukkan jalan tol ini sudah cacat sejak dalam kandung-an,” kata seorang anggota DPR lainnya.

Menurut Wiratman, secara teknis, pekerjaan yang dipercepat akan mengorbankan beberapa tahap proyek. Bayang-kan, untuk membangun jalan tol itu, kontraktor sampai menguruk lembah setinggi 40 meter. Timbunan tinggi, tutur- Wiratman, idealnya memerlukan wak-tu pemadatan yang cukup lama. Tapi, di Cipularang, tanah dipadatkan se-cara cepat karena jalan hendak dipa-kai- tamu Konferensi Asia Afrika.

Dengan kerusakan seperti itu, Basuki Hadimoeljono menilai pembangunan jalan tol Cipularang tidak memenuhi standar keamanan minimal. ”Nilai standar minimal 1,3. Hasil penyelidikan menunjukkan tol di Cipularang nilai keamanannya tidak mencapai itu,” katanya.

Menurut dia, ada tiga faktor yang menjadi penyebab mengapa standar- minimal itu tidak terpenuhi, yaitu me-tode pemadatan tanah urukan tidak sempurna, pemadatan tanah dilakukan pada musim hujan, dan sistem drainase yang kurang memadai. Inilah tiga biang masalah di tol Cipularang.

Basuki juga menyesalkan tidak tepatnya metode yang dipakai kontraktor dalam melakukan pemadatan tanah. Pada bentuk tanah trapesium, misalnya, seharusnya pemadatan dimulai dari bagian samping yang menopang badan jalan. Tim ini, katanya, melakukan konfirmasi ke kontraktor yang ternyata melakukan hal sebaliknya. ”Mereka le-bih dulu memadatkan badan jalan, baru sam-pingnya,” katanya.

Soal ini, ketika dikonfirmasi kepada PT Waskita Karya-Yasa Jo, mereka membantah penimbunan dilakukan pada musim hujan. ”Metode pemadatan tanah dilakukan sesuai dengan standar spesifikasi teknis pemadatan yang disyaratkan dalam dokumen kontrak,” kata Kepala Divisi II Waskita- Karya, Swingly Parubak kepada Titis- Setia-ningtyas dari Tempo. Menurut dia, sesuai- dengan kontrak dengan Jasa Marga, pihaknya harus menyelesaikan proyek selama 365 hari kalender.

Ternyata target waktu yang mepet itu-lah yang kini menimbulkan masalah, dan pemerintah tak mau menunjuk -siapa yang bersalah.

Untung Widyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus