Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan menerapkan penggunaan biodiesel 40 atau B40. Diklaim lebih ramah lingkungan, bahan bakar minyak solar dengan campuran 40 persen olahan minyak nabati ini dinilai lebih boros dibandingkan biodiesel B35.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto Zaenuri, mengatakan konsumsi B40 akan lebih boros karena memiliki nilai kalor lebih rendah dibandingkan B35. Bagi pengendara pribadi, borosnya B40 kemungkinan tak akan terasa. “Yang terasa itu industri yang mengkonsumsi biodiesel dalam jumlah banyak,” kata Tri kepada Tempo pada Sabtu, 30 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tri menjelaskan, nilai kalor solar tanpa campuran minyak nabati sebesar 43 megajoule per kilogram (MJ/kg). Sebagai perbandingan, nilai kalor biodiesel (B100) sebesar 37 MJ/kg.
Dengan basis perhitungan tersebut, maka nilai kalor B35 sebesar 40,9 MJ/kg. Angka ini dihasilkan dari penjumlahan 65 persen nilai kalor solar yang sebesar 27,95 MJ/kg dan 35 persen nilai kalor biodiesel sebesar 12,95 MJ/kg. Sementara itu, nilai kalor B40—dengan 60 persen solar dan 40 persen biodiesel–hanya sebesar 40,6 MJ/kg.
Nilai kalor yang lebih rendah membuat energi densitas bahan bakar lebih kecil. Artinya, tenaga yang dihasilkan bahan bakar minyak tersebut juga akan lebih rendah. Dengan kondisi ini, perlu bahan bakar lebih banyak agar mendapatkan tenaga yang setara.
Tri menyarankan agar pengguna kendaraan bermesin diesel kelak menggunakan campuran bahan aditif agar konsumsi BBM lebih irit. Bahan campuran itu sekaligus bisa mengatasi beberapa masalah pada penggunaan biodiesel.
Dosen dari Kelompok Keahlian Konversi Energi ITB itu mencontohkan masalah air yang larut dalam bahan bakar bisa diturunkan kadarnya dengan penggunaan pengemulsi atau demulsifier. Adanya antioksidan pada bahan aditif juga bisa menghambat proses oksidasi sehingga tidak menyisakan endapan basah pada filter ruang bakar kendaraan. Sedangkan dispersan pada bahan aditif berfungsi memecah kontaminasi yang menggumpal sehingga tidak akan menyumbat filter.
“Ada juga deterjen untuk menjaga kebersihan filter, injektor, sehingga tidak ada deposit kotoran dan kekurangan suplai bahan bakar,” ujarnya.
Bahan aditif lainnya berfungsi mencegah korosi dari air pada bahan bakar. Ada juga aditif yang dilengkapi improver. “Sehingga kenaikan konsumsi bahan bakar bisa ditekan karena pembakarannya diperbaiki, jadi kandungan energi yang turun dikompensasi dengan pembakaran yang lebih baik,” kata Tri. "Daya yang dihasilkan seperti tidak mengunakan biodiesel."
Menurut Tri, bahan aditif juga bisa mencegah insiden power loss dan mengurangi penggantian filter pada alat berat di pertambahan. “Tadinya setelah pemakaian 80 jam harus ganti, jadi bisa sampai 500 jam,” ujarnya.
Tri menilai bahan aditif dengan paket beberapa fungsi tersebut tergolong murah untuk mengurangi perawatan mesin kendaraan berbahan bakar biodiesel. "Waktu operasional juga lebih panjang karena jarang ada masalah sehingga produktivitas akan naik," kata dia.
Pilihan Editor: Oleh-oleh Hashim Djojohadikusumo dari COP29 Azerbaijan, Utang Baru Transisi Energi