Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Negara bagian Kerala, India selatan telah menutup sekolah serta kantor-kantor dan mengumumkan zona karantina di beberapa titik. Keputusan ini diambil mengingat risiko merebaknya wabah virus Nipah yang dilaporkan merusak otak hingga merenggut nyawa. Kementerian kesehatan negara bagian Kerala pun akhirnya memberlakukan aturan isolasi yang ketat mulai Rabu, 13 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mundur ke tanggal 4 September 2021, Departemen Kesehatan Negara Bagian Kerala melaporkan kasus penyakit virus Nipah yang terisolasi di distrik Kozhikode, negara bagian Kerala, India. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, Nipah memiliki rasio kematian kasus yang relatif tinggi.
Apa itu virus Nipah?
WHO menjelaskan bahwa virus Nipah (NiV) adalah virus zoonosis atau virus yang ditularkan dari hewan ke manusia dan dapat ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau secara langsung di antara manusia. Apabila seseorang telah terinfeksi, maka akan muncul berbagai penyakit. Mulai dari infeksi tanpa gejala hingga penyakit pernapasan akut dan ensefalitis yang fatal. Tak hanya itu, NiV dapat mengakibatkan penyakit yang parah pada hewan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gejala awal terinfeksi NiV meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot, muntah dan sakit tenggorokan. Gejala ini dapat disertai dengan pusing, mengantuk, kesadaran yang berubah dan tanda-tanda neurologis yang mengindikasikan ensefalitis akut. Ensefalitis dan kejang terjadi pada kasus yang parah, dapat berkembang hingga mengakibatkan koma dalam waktu 24 sampai 48 jam. Di samping itu, beberapa orang dapat mengalami pneumonia atipikal dan masalah pernapasan yang parah, termasuk gangguan pernapasan akut.
Lama masa rentang infeksi hingga timbulnya gejala atau inkubasi NiV diyakini sekitar 4 hingga 14 hari. Namun, WHO mengatakan, ada pula laporan dengan masa inkubasi selama 45 hari.
Perkiraan tingkat kematian atas kasus ini mencapai 40 persen hingga 75 persen. Namun, angka ini dapat bervariasi dari satu wabah ke wabah lain. Semuanya bergantung pada kemampuan lokal dalam melakukan pengawasan epidemiologi dan manajemen klinis.
Tanda dan gejala awal infeksi virus Nipah yang tidak spesifik, menurut WHO, dapat menghambat diagnosis yang akurat dan menjadi tantangan dalam mendeteksi wabah. Selain itu, terhambat dalam pengambilan tindakan pengendalian yang efektif dan tepat waktu.
Adanya infeksi virus Nipah dapat didiagnosis dengan riwayat klinis selama fase akut dan penyembuhan penyakit. Pada prosesnya, tes utama yang dilakukan adalah reaksi rantai polimerase real-time (RT-PCR) dari cairan tubuh dan deteksi antibodi melalui enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Ada juga isolasi virus dengan kultur sel.
Apakah mungkin virus Nipah sampai ke Indonesia?
Virus Nipah sendiri dibawa oleh kelelawar buah dari famili Pteropodidae, terutama yang termasuk dalam deretan genus Pteropus.
WHO mengasumsikan distribusi geografis Henipavirus tumpang tindih dengan distribusi geografis kategori Pteropus. Hipotesis ini diperkuat dengan bukti adanya infeksi Henipavirus pada kelelawar Pteropus dari Australia, Bangladesh, Kamboja, Cina, India, Indonesia, Madagaskar, Malaysia, Papua Nugini, Thailand dan Timor Leste.
Menurut dokter Agung Dwi Wahyu Widodo dari Rumah Sakit Dr. Soetomo, kelelawar Pteropus dapat ditemukan di Indonesia. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa virus ini akan berkembang di Indonesia dan menimbulkan masalah baru. Ditambah lagi, virus ini bisa menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya.
"WHO juga mengatakan bahwa kelelawar di Indonesia memiliki antibodi terhadap virus Nipah. Jadi, sebenarnya mereka juga berpeluang menjadi sumber penularan virus," ujar Agung.
Pilihan Editor: Anggota DPRD Jatim Sarankan Presiden Jokowi ke Gunung Bromo