Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Mengungkap Misteri Sesar Baribis Lewat Ekspedisi Susur Sesar, Aktif Sejak 2,5 Juta Tahun Lalu

Sesar Baribis merupakan salah satu sesar mayor di Jawa bagian Barat dan membentang mengikuti pola pulau.

27 April 2024 | 07.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pemetaan secara geologis Sesar gempa Baribis dari Serang di Banten sampai Purwakarta di Jawa Barat melintasi wilayah selatan Jakarta. (ANTARA/HO-BNPB)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sesar Baribis menyimpan banyak misteri dengan bentangan jalurnya memanjang sepanjang Pulau Jawa. Sesar ini disebut menimbulkan gempa-gempa lokal yang dangkal namun sering terjadi, yang memicu pergeseran tanah dan bahaya di kemudian hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sesar Baribis telah aktif, bahkan sejak 2,5 juta tahun yang lalu hingga saat ini," kata peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Sonny Ariwibowo, ketika konferensi pers Ekspedisi Sesar Baribis Menuju Kota dan Desa Siaga Gempa, Jumat, 26 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan Sonny ihwal aktifnya Sesar Baribis itu disampaikannya dalam momentum pembuka ekspedisi. Rencananya tim bakal menyusuri 10 wilayah yang berada di jalur Sesar Baribis, mulai dari Bogor, Karawang, Indramayu, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Subang, Purwakarta, Bekasi dan terakhir di Jakarta.

"Ekspedisi ini penting dilakukan dan berguna untuk pedoman mitigasi, meminimalisir dampak bencana gempa yang dipicu oleh Sesar Baribis di kemudian hari," kata Sonny.

Sonny tidak bekerja sendiri, dia dibantu oleh peneliti lain yang ahli dalam bidang geologi, antropologi, sosiologi, arkeologi dan arsitek. Selain itu, ekspedisi ini juga dipelopori oleh Yayasan Skala Indonesia yang berkolaborasi dengan Ikatan Ahli Geologi Indonesia dan didukung USAID-KUAT.

Ekspedisi yang digelar ini dilakukan dengan mekanisme menyusuri lokasi yang berada di jalur Sesar Baribis dan menguak sejarah, kisah serta pengetahuan lokal masyarakat setempat ihwal catatan-catatan sejarah kegempaan yang pernah dirasakan di masa lalu.

Sesar Baribis merupakan salah satu sesar mayor di Jawa bagian barat dan membentang mengikuti pola pulau. Bentangannya mulai dari arah timur dan terbagi dari beberapa segmen bervariasi, seperti Sungai Cipanas, Ciremai, Jakarta bagian selatan, Bekasi-Purwakarta di sisi timur.

"Secara garis besar, patahan (sesar) aktif adalah patahan yang pernah bergerak dalam kurun waktu 10 ribu tahun," kata Sonny seraya berkata bahwa Sesar Baribis sudah terpantau keberadaan sejak lama dan menimbulkan gempa-gempa di Jawa. Kondisi ini perlu diteliti lebih jauh soal pemetaan dan lokasinya.

Sonny menjelaskan bahwa di 1996 ada peneliti yang membahas patahan atau sesar di Pulau Jawa. Hasilnya ditemukan patahan itu membelah di wilayah utara Pulau Jawa. Menurut dia, ini berada dekat perbukitan Kendeng dan disebut Sesar Kendeng.

Beranjak beberapa tahun sebelumnya, kata Sonny, pernah terjadi tsunami pada 1992 yang dipicu oleh gempa besar di Flores dan menyebabkan banyak korban jiwa. "Apakah antara bencana 1992 dan temuan di 1996 ini akibat beradunya Sesar Kendeng dan Sesar Baribis? Ini masih menjadi pertanyaan," ujar Sonny.

Pemaparan Sonny tentang gempa di Flores 1992 itu, disampaikannya untuk melihat rekam jejak kejadian bencana di masa lampau yang berguna bagi penelitian di masa kini. "Inilah yang menunjukkan Sesar Baribis itu aktif atau tidaknya. Data geodesi dan seismologi mencatat bahwa sesar ini aktif, tapi banyak yang belum bisa memprediksi dengan pasti di mana letak patahannya itu," kata Sonny.

Secara administratif, Baribis merupakan nama desa di Majalengka, berada di perbukitan. Ahli geologi pernah memetakan bahwa wilayah ini terdiri dari lipatan dan patahan yang berasosiasi. "Seperti kita melipat kertas, di bagian bawah lipatan itu patah. Ini yang disebut patahan Baribis," ujar Sonny menggambarkan.

Jejak-jejak dari Sesar Baribis memang tampak membentang di sepanjang Pulau Jawa. Bahkan sesar aktif ini disebut yang paling panjang untuk wilayah Jawa. Namun mengenai jalurnya banyak yang tidak bisa memprediksi dengan pasti, sebab terbatas pada literatur dan catatan sejarah. Pemetaan inilah yang bakal dilakukan Sonny bersama peneliti lainnya di ekspedisi kali ini.

Sementara itu, Direktur Yayasan Skala, Trinirmalaningrum, menyampaikan bahwa ekspedisi kali ini menggabungkan banyak peneliti dari latar belakang keilmuan yang berbeda-beda, bahkan dari latar keilmuan budaya dan sosial juga diajak.

Tujuannya, menurut Rini-sapaan akrabnya, untuk melihat sisi sosial dan budaya ihwal kebangkitan masyarakat di masa lalu setelah merasakan gempa besar akibat pergerakan Sesar Baribis. Sebab, ketika gempa terjadi, tidak hanya bidang geologi dan kebumian saja yang bekerja, tapi seluruh pihak hingga aspek sosial dan budaya.

"Kami menemukan catatan bahwa Sesar Baribis rutin menimbulkan goyangan-goyangan kecil tapi sering, dan ini berbahaya di kemudian hari. Untuk itu perlu digelar ekspedisi ini dan memetakan hasil akhir tentang Sesar Baribis yang lebih akurat," ucap Rini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus