Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menyelamatkan si gundul

Insinyur pertanian unpad, 38, meraih gelar doktor. dalam penelitiannya ia menemukan cara pencegahan erosi dan menambah tingkat kesuburan pada lahan pertanian. (ilt)

19 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAIFUDDIN Syarief sering merasa sedih. Terutama bila setiap kali ia pulang kampung. Insinyur pertanian Unpad (1973) ini trenyuh hatinya menyaksikan tanah-tanah gersang dan gundul. Belum lagi yang longsor kena erosi. Tanah tidak produktif itu menjadi "tanah mati". "Saya berpikir bagaimana mengatasinya agar humus - zat penyubur tanah yang terbentuk karena pembusukan dedaunan - tidak ikut larut tergerus air," katanya. Tiga tahun setelah lulus, Saifuddin 38, sempat meneliti soal itu ketika mempelajari ilmu fisika tanah di Belgia dan Italia. Dan dua tahun lalu ia berkesempatan meneliti lahan pertanian yang dicadangkan untuk para transmigran. Dalam penelitian di lapangan dan laboratorium, ia menemukan cara pencegahan erosi, sekaligus memantapkan tanah dan menambah tingkat kesuburannya. Dan 5 November lalu ayah tiga anak itu berhasil menggondol gelar doktor dengan predikat cum laude di Unpad. Menurut Saifuddin, 60% lahan pertanian di Indonesia berombak dan bergunung-gunung. Celakanya, sebagian besar tanah yang tidak rata itu merupakan tanah podsolik. Jenis tanah seperti itu tersebar di seluruh tanah air, terutama di Sumatera. Yang mengherankan, seluruh areal tanah di Provinsi Bengkulu merupakan tanah podsolik yang sanat mudah terkena erosi. Tanah podsolik yang berwarna kuning kemerah-merahan itu bentuknya kasar berbutir-butir bercampur bebatuan, sifat fisiknya sangat jelek, dan miskin humus. Tanah ini memang terbentuk dari batu-batuan dan bersifat asam, hingga tidak subur. Tanah semacam inilah yang dijadikan bahan penelitian di laboratorium Fakultas Pertanian Unpad. Saifuddin membuat petak-petak berisi tanah podsolik, dengan kemiringan yang berbeda-beda. Ia juga membuat "hujan" di atas petak-petak itu - setelah tanahnya disemproti satu dari tiga macam zat pemantap: lateks, polyacrylamide (PAM), dan bitumen emulsi, yaitu residu minyak, bahan pembuat aspal. Penelitian menunjukkan, cairan zat pemantap mampu membuka pori-pori, sekaligus memperkuat daya ikat tanah. Dengan demikian, tanah menjadi terbuka dan mampu menyerap air lebih banyak, sementara butir-butir tanah tidak mudah terpisah bila tertimpa percikan hujan. "Ternyata, zat pemantap lateks dan PAM lebih mampu mencegah erosi Fada kemiringan lereng yang berbeda daripada bitumen yang menolak air," katanya. Namun, ia lebih menyarankan penggunaan lateks karena mudah diperoleh di perkebunan rakyat. "Sedangkan PAM harus diimpor dan harganya mahal," katanya. Untuk penyebaran zat pemantap di lahan-lahan yang luas, Saifuddin menyarankan penempatannya dalam lubang-luban. "Kalau disemprotkan dari udara, lebih banyak yang hilang terbawa angin," ujarnya. Dengan zat pemantap lateks, hasil produksi meningkat 50%, sedang biaya untuk pemantapan hanya sekitar 10% dari hasil produksi. Untuk mencapai hasil yang baik, lateks yang disebar di permukaan tanah harus benar-benar kering. "Karena itu, paling tidak selama tiga hari setelah pemantapan, tanah tidak boleh terkena air. Kalau tidak, akan terjadi penggumpalan dan pembusukan," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus