Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Pacuan Teknologi Bom versus Bunker Iran dan Amerika

Beton yang semakin kuat memaksa bom-bom bunker buster semakin dahsyat. Saat ini beton yang menang?

26 September 2022 | 08.59 WIB

Drone tempur terlihat di situs bawah tanah di lokasi yang dirahasiakan di Iran, dalam gambar selebaran yang diperoleh pada 28 Mei 2022. (Reuters)
Perbesar
Drone tempur terlihat di situs bawah tanah di lokasi yang dirahasiakan di Iran, dalam gambar selebaran yang diperoleh pada 28 Mei 2022. (Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pada akhir 2000-an, rumor berembus tentang sebuah situs bawah tanah di Iran yang diserang oleh sebuah bom  penghancur bunker atau bunker buster. Bom itu gagal menembusnya--dan malah tertanam di permukaan bunker hingga tim penjinak bahan peledak datang. Bukannya menembus dan menghancurkan beton, bom itu secara tak terduga malah mati. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Penyebabnya bisa dengan mudah ditebak. Iran adalah pemimpin dalam teknologi baru Ultra High Performance Concrete, atau UHPC. Terbukti, bom pembongkar bunker standar tak ada apa-apanya dibandingkan teknologi beton teranyar yang telah dikembangkannya itu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi UHPC telah mengubah beton menjadi material komposit dengan adanya tambahan serat baja atau serat lainnya. Sebuah studi di Cina pernah membandingkan kekuatannya dengan beton kekuatan tinggi yang biasa. Ketika bom menghancurkan beton yang biasa, UHPC berhasil bertahan hanya dengan kerusakan minor karena bom mampet atau malah terpental darinya.

Stephanie Barnett, doktor  di University of Portsmouth, Inggris, menyatakan pernah mendengar rumor itu dan mengerti adanya perlombaan yang terjadi antara kekuatan bom dan pertahanan bunker. Dia sendiri terlibat dalam pengembangan beton yang lebih kuat untuk melindungi bangunan masyarakat sipil dari serangan teroris, mendorong perlindungan yang semakin baik.

Sementara audiens sipil antusias dengan apa yang dikerjakannya, tapi tidak dengan personel militer yang ditemuinya. "Seorang perwira pernah berkata, 'Jika Anda membuat material ini semakin kuat menahan ledakan dan dampaknya, kami peru memikirkan lagi bagaimana bisa menembusnya."

Beton yang semakin kuat memaksa bom-bom bunker buster semakin dahsyat. Pada 2005, Israel meminta dari Amerika persenjataan yang lebih kuat lagi sebagai penghancur bunker, dan Amerika merealisasikannya pada 2009. GBU-28 adalah bom 2,5 ton dengan daya tembus empat kali lebih kuat daripada GBU-31v3 berbobot 1 ton yang sebelumnya disuplai ke Angkatan Udara Israel.

F-15 melepaskan bom GBU-28. Foto : Wikipedia

Kini, Israel menaikkan kembali pacuan lewat permintaan untuk bom GBU-72 'Advanced 5K Penetrator' baru milik Angkatan Udara AS. Bom itu belum dipakai dan baru diuji pertama kali pada Oktober tahun lalu. Seperti GBU-28, bom generasi terbaru ini berbobot 2,5 ton namun dengan perbaikan kemampuan signifikan yang informasinya belum didetilkan Amerika. 

Pengembangan GBU-72 dan kengototan Israel untuk memilikinya mungkin penanda kalau dalam pacuan senyap antara beton dan bom--yang telah dimulai saaat Amerika menginvasi Irak pada 1991, beton yang sedang unggul.

Inovasi dari Cina belum lama ini menggambarkan teknologi yang lebih baru lagi, yakni Functionally Graded Cementitious Composite, atau FGCC, yang melapisi beton performa tinggi dengan bahan material berbeda. Lapisan tipis yang di luar adalah UHPC yang telah diperkeras; sedangkan di bawahnya adalah lapisan tebal hibrida UHPC yang diperkuat dengan serat untuk optimasi anti-retak. Lapisan ketiga adalah UHPC yang sudah diperkuat dengan serat baja. 

Setiap lapisan tersebut mempunyai efek berbeda. Lapisan paling luar untuk merusak proyektil. Lalu, di bawahnya, lapisan tebal dengan massa yang akan menyerap energi ledakan. Sedangkan lapisan terdalam memastikan jika beton sampai retak atau patah, tidak ada pecahannya yang menembus sampai ke dalam bunker.

"Lapisan bagian dalam ini antipecahan," kata Phil Purnell, profesor bidang teknologi beton di University of Leeds, Inggris.

Menurut riset di Cina yang dipublikasikan pada Juni lalu, FGCC menahan penetrasi dan ledakan jauh lebih baik lagi darpada UHPC. "Kedalaman penetrasi, luas lubang dan kerusakan karena penetrasi jauh berkurang oleh efek sinergitas dari serat berkekuatan tinggi dan agregat material kasarnya," bunyi hasil studi. 

Barnett mengaku kalau dia juga mengerjakan konsep serupa, dan teknik melapisi material dengan bahan berbeda bisa lebih efektif daripada hanya satu material untuk beton menghadang serangan bom.

POPULAR MECHANICS


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus