Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Panel antipeluru buatan tim riset di Laboratorium Polimeter Material Institut Teknologi Bandung tidak sebatas untuk kepentingan militer. Konsultan arsitek ada yang kepincut untuk memadukannya pada konstruksi rumah yang akan dibangun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau bisa untuk kebutuhan sipil, kenapa nggak,” ujar ketua tim riset itu, Mardiyati, kepada Tempo, Rabu 12 Januari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awal gagasan yang juga melibatkan anggot tim Ahmad Nuruddin, Arief Hariyanto, Steven, Onny Aulia Rachman, dan Muhammad Hisyam Ramadhan itu adalah untuk melindungi kapal-kapal patroli. Panel-panel akan dipasang di bagian yang biasanya jadi sasaran tembak, seperti ruang kemudi, lambung kapal, dan ruang mesin.
Penggunaan lain, misalnya, untuk melindungi bagian bawah helikopter, rumah tahanan, atau rumah perlindungan. Tapi, Mardiyati mengungkapkan, baru-baru ini ada konsultan arsitek yang ingin membahas kemungkinan pemasangan panel antipeluru itu pada rancangan rumah kayu.
“Bisa juga untuk kendaraan apakah di bagian pintu atau lainnya, panelnya masih bisa dibentuk sesuai kontur karena fleksibel terbuat dari karet alam,” ujar perempuan doktor peneliti ini menambahkan.
Komposisi bahan lainnya yaitu serat rami 25, 50, atau 75 persen, sisanya serat gelas. Kelebihan bahan komposit, dia mengatakan, "Kita bisa atur untuk kebutuhan apa dan spesifikasi apa.”
Panel sudah menjalani uji tembak sesuai standar militer di PT Pindad, Bandung, pada November lalu. Saat pengujian, tim ITB membawa lima sampel panel antipeluru yang masing-masing berukuran 25,8 x 17 dengan ketebalan 2,5 sentimeter.
Panel antipeluru buatan ITB dari bahan lokal yakni karet dan serat rami. Panel yang bisa menggantikan bahan kevlar impor ini sudah diuji oleh Pindad. (FOTO/ITB)
Setiap panel dengan komposisi bahan yang berbeda, ditembak masing-masing dua kali pada titik berbeda dari jarak 5 meter. Jenis senjata yang dipakai yaitu SPR-3 kaliber 7,62 milimeter oleh penembak runduk alias sniper.
Dari hasil pengujian, tim bersama Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan ITB yang membiayai riset itu ingin panel bisa diproduksi. “Dibuat perusahaan lokal juga bisa, kami jual saja lisensinya,” kata Mardiyati.
Soal harga di pasaran nanti dia berharap bisa lebih murah dari produk impor karena bahan utama seperti karet alam dan serat rami tersedia di Indonesia.
Baca juga:
Anoa-2 Bikinan Pindad Lewati Uji Ledakan TNT 8 Kilogram
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.