Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Pelepah Sawit Menyalakan Listrik

Profesor Herri Susanto merancang dan membuat mesin yang mengubah pelepah sawit menjadi listrik lewat proses gasifikasi. Teknik praktisnya menghasilkan gas yang bersih dari tar.

7 Maret 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH dua pekan ini Misnan, transmigran di Desa Sido Mukti, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Riau, memiliki kewajiban baru. Setiap hari ia memastikan di depan rumahnya ada 20 batang pelepah sawit yang sudah dibersihkan daunnya sebelum pukul 14.00. Pelepah, yang semula dipandang tak banyak berguna, itu akan diambil satu mobil keliling dan dibawa ke lapangan di pojok desa.

Di pojok itu, pelepah yang dikumpulkan Misnan dan warga lain akan ditelan mesin yang mengubahnya menjadi gas. Gas inilah pengganti sebagian solar yang digunakan untuk menyalakan diesel dan menggerakkan generator listrik. ”Pelepah, membuat warga semakin ringan bayar listriknya,” kata Misnan

Listrik dari tenaga pelepah sawit itu memang menjadi alat penghemat pembayaran listrik desa berpenduduk sekitar 1.900 jiwa itu. Mereka tidak mendapat aliran listrik dari PLN. Mereka mesti membayar rata-rata tiap bulan Rp 300 ribu untuk patungan membeli solar dan mencicil mesin diesel yang dipakai untuk menggerakkan generator sejak 2006.

Mesin diesel dan generator itu sendiri hadir dimodali perusahaan minyak sawit dekat mereka dengan harga Rp 1,3 miliar, pada 2006. Generator yang menyala dari pukul 18.30 itu menerangi hampir seribu rumah di Sido Mukti dan desa sebelahnya, Surya Indah. ”Semua listrik ini adalah inisiatif dan swadaya warga,” ujar Misnan, yang diserahi desa mengurusi listrik.

Listrik itu menjadikan desa lebih hidup. ”Jika sudah malam saja baru terasa kampung ini ramai,” kata Syafriani Hadi, pemilik warung kelontong di Sido Mukti.

Kabar ada desa yang melakukan swadaya listrik ini terdengar sampai ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Agustus silam, mereka datang. Warga lalu meminta generator ditambah. ”Waktu pertemuan itulah, pemerintah, melalui Kementerian ESDM Jakarta, menjanjikan bantuan mesin pembangkit listrik tenaga biomass, dari pelepah kelapa sawit itu,” ujar Misnan.

Warga heran mendengar ada mesin pembangkit listrik separuh bahan bakarnya dari pelepah sawit, yang sebelumnya tak pernah digunakan. ”Warga waktu itu menganggapnya sebagai hanya janji-janji,” kata Misnan.

Bagi warga desa itu, pelepah sawit memang tak ada gunanya. Sebulan sekali mereka biasa memangkas pelepah untuk pemeliharaan sawit. Karena tak ada guna itulah, pelepah hanya diletakkan di sekitar pohon. Mendengar pelepah sawit bisa diproses mengganti separuh solar yang dibutuhkan mesin generator, warga sulit percaya.

Di dunia, mesin untuk mengubah biomassa seperti pelepah sawit menjadi gas masih jarang. Karena itu, wajar Misnan dan warga Sido Mukti lainnya hanya menganggap ucapan pejabat dari Jakarta tersebut sekadar janji-janji.

Salah satu penyebab utama peralatan ini masih jarang adalah harganya. ”Sebagai gambaran kasar, investasi unit gasifikasi kira-kira tiga kali investasi motor diesel generator listrik,” kata Profesor Herri Susanto, dari Institut Teknologi Bandung, yang merancang dan membuat alat gasifikasi yang dipasang di Sido Mukti. Harga ini terlalu mahal, meski gas yang dihasilkan bisa menggantikan sampai 60 persen solar yang dipakai.

Menurut Herri, peralatan dengan teknologi serupa dipasang di beberapa tempat di Indonesia, terutama periode 1985-1995. Biomassa yang pernah dipakai di Indonesia tak hanya pelepah sawit, tapi juga beberapa bahan lain, seperti sekam.

Berdasarkan penelitian dan pengalaman Herri, sekam kurang cocok untuk gasifikasi ini, juga cangkang sawit. Pelepah paling cocok untuk mesin rancangan Herri. Alasannya sangat sederhana: ukuran.

Ukuran pelepah yang berdiameter sekitar tiga sentimeter, setelah dipotong-potong sepanjang lima sentimeter, sangat pas. ”Sekam suka menyumbat karena terlalu kecil,” kata Herri. Kasus yang sama terjadi pada cangkang sawit atau batok kelapa, yang karena ukurannya terlalu kecil, gampang menyumbat mesin pembuat gas.

Salah satu masalah yang mesti dipecahkan adalah tar gas yang dihasilkan. ”Tar bikin silinder macet,” ujarnya. Sejumlah teknologi tersedia untuk membereskan tar ini, termasuk dengan sejumlah katalis zat kimia.

Untuk teknologi yang dipasang di Riau, digunakan cara praktis: disembur air. Tar akan mengalir bersama air dan gas yang muncul bisa masuk ke mesin diesel. Pemecahan ini memang tidak sesempurna dengan katalis. Tapi Herri mempertimbangkan faktor lain. ”(Di desa) katalisnya dari mana?” katanya.

Herri menghabiskan waktu bertahun-tahun membuat teknik membersihkan tar dengan semprotan air ini lewat bantuan dana sebuah yayasan. ”Kami masih terus melakukan peneli­tian untuk menghasilkan peralatan pembersih gas yang andal tapi murah, karena harus dipasang di pedesaan,” kata Herri, yang hampir empat dekade meneliti gasifikasi biomassa.

Gas yang tercipta tidak persis sama dengan solar yang dipakai untuk menggerakkan mesin diesel. Itu sebabnya, kata Herri, ”Solar masih tetap diperlukan sebagai pilot fuel, sebagai sumber penyalaan.” Itu sebabnya pula, warga masih harus membeli solar, meski jumlahnya tinggal separuhnya. Meski tidak menggantikan solar sepenuhnya, penghematannya lumayan. Setiap keluarga berhemat bayar listrik, Rp 100 ribu.

Untuk mendapat pengganti seliter solar, warga Sido Mukti membutuhkan pelepah sawit kering 4,5-6 kilogram. Bagi warga, tentu saja ini sangat murah. Tidak mengherankan jika mereka bertambah bersemangat, dan mengumpulkan uang lagi untuk membeli pembangkit listrik tenaga pelepah satu lagi. ”Agar listrik bisa menyala 24 jam,” kata Misnan.

Nur Khoiri, Jupernalis Samosir (Riau)


Memilah Proses Pembakaran

Biomassa ini tersusun dari atomatom karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) meski dengan perbandingan berbeda. Gasifikasi berusaha memilah atomatom ini agar mendapatkan gas yang bisa menjadi bahan bakar, yakni hidrogen (H2) dan karbon monoksida (CO). Seluruh proses ini sebenarnya ada dalam setiap pembakaran. Tapi gasifikasi memaksa proses di area berbeda sehingga gas yang didapat bisa dipilah.

  1. BIOMASSA
    Biomassa dituang dari atas dalam ukuran sedang. Dalam mesin rancangan Profesor Herri Susanto, pelepah sawit dipotong dengan ukuran 3 x 3 x 5 sentimeter.
    Semua biomassa—seperti kayu, pelepah, atau apa pun yang bisa terbakar—bisa menjadi bahan bakar karena tersusun dari atomatom karbon, hidrogen, dan oksigen.

  2. PENGERINGAN
    Biomassa yang paling belakang, atau paling atas, dimasukkan ke mesin gasifikasi, akan kering, dan air (H2O) di dalamnya menguap karena terkena panas dari bawah.

  3. PIROLISIS
    Dengan mendapat panas tinggi tapi tanpa tambahan udara, biomassa cepat berubah strukturnya. Terpecah menjadi arang serta berbagai bentuk cairan dan gas. Cairan dan gas ini yang disebut tar.

  4. PEMBAKARAN
    Sebagian pembakaran menggunakan tar hasil pirolisis, sebagian lagi menggunakan arang, juga dari pirolisis. Membakar tar disukai karena nantinya tar yang tersisa menjadi masalah. Dalam pembakaran, udara (O2) dimasukkan dan menghasilkan air (H20) serta karbon dioksida (CO2).

  5. REDUKSI
    Arang (C) yang panas dalam proses itu sangat mudah bereaksi terhadap oksigen. Oksigen yang sudah menyatu dengan hidrogen dan membentuk air, atau dengan karbon lain yang membentuk karbon dioksida, juga memisahkan diri. Dua proses terjadi di sini.
    CO2 bertemu C akan menjadi 2CO.
    H2O bertemu C akan berubah menjadi H2 dan CO.

  6. GAS BAKAR
    Gas H2 dan CO yang dihasilkan memiliki karakteristik seperti bahan bakar sehingga digunakan sebagai campuran solar di pembangkit listrik. Saat digunakan, ini sangat bersih karena hanya membutuhkan satu atom oksigen untuk berubah menjadi air (H2O) atau karbon dioksida (CO2).

  7. ABU SISA PEMBAKARAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus