Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=2 color=#FF9900>BAHRAIN</font><br />Amarah Kaum Syiah

Amerika berang atas aksi kekerasan di Bahrain. Mayoritas Syiah ingin monarki konstitusional.

7 Maret 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIKAP lunak akhirnya diperlihatkan Sultan Hamad bin Isa al-Khalifa, pemimpin Kesultanan Bahrain, Kamis pekan lalu. Dia membebaskan 308 tahanan politik dan 23 orang yang dituduh terlibat terorisme. Tindakan itu diduga untuk meredam kemarahan rakyat dan dunia internasional atas kekerasan aparat keamanan membubarkan unjuk rasa yang menewaskan tujuh warga dan mengakibatkan ratusan orang cedera.

”Kami masih perlu memastikan tidak ada satu pun tahanan yang ditangkap karena unjuk rasa,” kata salah seorang tahanan yang dibebaskan, Saeed Aqeel Mosawi, di Taman Mutiara, pusat Kota Manama.

Selain Mosawi, dibebaskan pula Abduljalil al-Singace, Mohamed Habeeb al-Saffaf, dan Abdulhadi al-Mokhaidar. Pemerintah juga tak akan melanjutkan pengadilan in absentia Sekretaris Jenderal Gerakan Islam, Said al-Shihabi, dan pemimpin gerakan oposisi Haq, Hassan Mushaima, yang saat ini diasingkan di London.

Mushaima merupakan satu dari 25 orang yang diadili pemerintah Bahrain pada 2010 atas tuduhan kudeta. Sultan Hamad menyatakan, dengan dihentikannya pengadilan kasus tersebut, Mushaima dapat kembali ke tanah airnya tanpa hambatan.

Dua pekan lalu, pemerintah Barack Obama berang karena Bahrain telah mengabaikan imbauan Amerika Serikat untuk menarik mundur pasukan dan menahan diri agar tak terjadi kekerasan. Bahrain salah satu sekutu utama Amerika di Timur Tengah. Negeri itu menjadi markas bagi Armada Kelima Amerika. Ketidakstabilan di Bahrain mengancam kepentingan Amerika di seluruh kawasan Teluk.

Menteri Luar Negeri Inggris William Hague ikut menyatakan keprihatinan atas tragedi tersebut. Pemerintah Inggris bahkan mengkaji kembali izin ekspor ke Bahrain karena diketahui baru-baru ini terjadi penjualan gas air mata dan peralatan untuk menghalau kerusuhan.

”Kami sangat memperhatikan adanya dugaan penindasan terhadap hak asasi manusia. Kami tidak akan memberikan izin ekspor jika itu memprovokasi konflik regional dan internal yang berkepanjangan,” kata anggota Parlemen Inggris yang mengurusi Timur Tengah, Alistair Burt.

Tentara telah ditarik mundur. Helikopter hanya dikerahkan di udara untuk memantau wilayah—di sekitar Taman Mutiara, Bahrain Mall, pusat bisnis di Manama—yang diduduki puluhan ribu pengunjuk rasa sejak 14 Februari lalu. Putra Mahkota Bahrain, Pangeran Salman bin Hamad al-Khalifa, ditunjuk untuk berdialog dengan kelompok oposisi buat mencapai kesepakatan bersama.

Namun kelompok oposisi curiga upaya dialog hanya ajang menarik perhatian dunia internasional. ”Kami masih belum yakin mereka serius tentang dialog,” kata Matar Ebrahim Ali Matar, anggota parlemen dari partai oposisi.

Salah satu tokoh Wefaq Syiah, Ibrahim Matar, mengatakan pembebasan tahanan dan upaya dialog merupakan langkah positif. Namun semua itu dinilai masih jauh dari harapan dan tuntutan kelompok oposisi. ”Titik utama yang kami tunggu adalah inisiatif untuk reformasi politik. Sampai saat ini janji itu belum ada,” katanya.

Al-Wefaq dan Waad merupakan kelompok yang berperan penting dalam gelombang unjuk rasa sejak pekan lalu. Para pengunjuk rasa menginginkan monarki konstitusional, berbeda dengan sistem yang sekarang: elite politik Bahrain dikuasai keluarga Al-Khalifa.

Meskipun 70 persen warga Bahrain menganut Islam Syiah, Bahrain dikuasai Islam Sunni. Dinasti Al-Khalifa telah memerintah Bahrain selama 200 tahun, dan keluarga mereka mendominasi kabinet yang dipimpin Syekh Khalifa bin Salman al-Khalifa, yang menjadi perdana menteri sejak kemerdekaan pada 1971. Minoritas Sunni yang berkuasa menutup peluang kelompok Syiah atas akses menjadi pegawai negeri dan memperoleh perumahan serta kesehatan yang layak.

Perlawanan dari mayoritas muslim Syiah terhadap monarki Sunni terjadi sejak Oktober lalu. Pemerintah dituduh mengubah suara untuk mempertahankan suara mayoritas terhadap oposisi Syiah di parlemen, yang hanya mendapat 40 kursi.

Sikap lunak juga diperlihatkan pemerintah Arab Saudi, yang membebaskan para aktivis Syiah. Kelima aktivis ini membuat website Partai Umat Islam dan menulis surat kepada Raja Abdullah untuk meminta legalitas partai politik baru itu. Akibat tindakan itu, mereka langsung ditahan.

”Ketika orang di seluruh dunia Arab berdemonstrasi guna mencari kebebasan yang lebih besar, polisi rahasia Saudi tampak bertekad membasmi tuntutan serupa,” kata seorang peneliti senior Timur Tengah, Christoph Wilcke.

Suryani Ika Sari (Al-Jazeera, The Economist, Telegraph, Reuters, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus