Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mahasiswa ITS Surabaya membuat alat pendeteksi kandungan alkohol dalam parfum.
Bisa membantu bagi mereka yang memiliki kulit sensitif.
Memakai teknologi sensor.
MAHASISWI semester akhir Departemen Teknik Kimia Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Linaniyyatul Masruroh, menciptakan alat pendeteksi kandungan alkohol dalam parfum. Alat yang diberi nama Peudecskin tersebut bisa membantu mereka yang berkulit sensitif memilih parfum yang aman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Linaniyyatul, ide membuat inovasi ini muncul dari diskusinya dengan dua rekannya, Ardin Lirnawati dari Departemen Teknik Kimia Industri angkatan 2017 dan Dzulfikar Ats-Tsauri, mahasiswa angkatan 2018 Departemen Teknik Elektro Otomasi. Semula diskusi membicarakan gagasan membuat alat yang dapat mengenali jenis-jenis wangi-wangian pada parfum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka kemudian berpikir bahwa ada yang lebih dibutuhkan daripada sekadar mengenali jenisnya, yaitu melihat kandungan alkohol dalam parfum itu. Ide itu diperkuat oleh fakta banyaknya perempuan berkulit sensitif yang mengalami alergi karena kandungan alkohol. Kandungan alkohol itu bisa menyebabkan timbulnya bercak merah, gatal-gatal, ruam, bahkan sampai kesulitan bernapas.
Pendeteksi Alkohol dalam Parfum/Tempo
Peudecskin ini berupa kotak akrilik yang dilengkapi delapan sensor yang tersusun (gravimetric sensor arrays) berbasis senyawa aromatik sehingga kadar alkoholnya dapat ditentukan melalui identifikasi jenis parfum. Komponen pendukungnya berupa kipas angin, bel atau buzzer, dan layar kristal cair (LCD).
Cara kerja alat ini sederhana. Cukup semprotkan parfum di luar kotak Peudecskin, yang diarahkan ke susunan sensor. Tujuannya agar partikel-partikel gasnya tertangkap reseptor. "Partikel yang tertangkap reseptor kemudian diidentifikasi oleh delapan sensor di dalam alat itu," tutur Linaniyyatul.
Setelah melewati delapan sensor, akan muncul karakteristik alkohol pada parfum tersebut. Selanjutnya karakteristik alkohol itu dianalisis komputer menggunakan metode jaringan saraf tiruan. Data karakteristik alkohol pada parfum itu dicocokkan dengan data yang telah dihimpun secara digital untuk kemudian diklasifikasikan menurut jenis alkoholnya. Pengklasifikasian ini menggunakan aplikasi MatLab Graphical User Interfaces (GUI).
Menurut Linaniyyatul, setelah diuji coba menggunakan berbagai merek parfum lokal, Peudecskin mampu mengidentifikasi 12 turunan alkohol dengan akurasi 100 persen dan didukung data penilaian kuantitatif. Data turunan alkohol itu diperoleh dari penelitian terdahulu. "Dengan mengetahui jenis alkohol pada parfum, dapat diketahui pula apakah alkohol pada parfum itu tergolong aman atau tidak bila dipakai oleh orang berkulit sensitif," katanya.
Indikator aman atau tidaknya parfum tersebut akan disampaikan melalui GUI dengan laporan tiga tingkat kadar alkohol, yakni weak, yang artinya ramah pada kulit sensitif, serta strong dan extreme jika masuk kategori berbahaya. Bila parfum masuk kategori tidak aman, buzzer pada Peudecskin menyala sebagai tanda peringatan.
Melalui inovasi itu, Linaniyyatul dan dua rekannya berhasil meraih medali perak dalam kompetisi Japan Design, Idea, and Invention Expo 2021 di Kyoto, Jepang, pada Agustus lalu. Untuk penemuan ini, ketiganya dibimbing oleh dosen Teknik Elektro Otomasi, Berlian al-Kindhi.
Linaniyyatul menambahkan, biaya pembuatan Peudecskin ini cukup mahal untuk kantong mahasiswa. Satu sensor saja harganya Rp 1 juta. Ini belum termasuk komponen lain. Dia merasa beruntung karena PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) bersedia mensponsori inovasi itu. Kampusnya, ITS, juga turut membantu pembiayaannya. Ia berharap ada perusahaan yang tertarik mengembangkan Peudecskin dan bisa memanfaatkannya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo