Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Peraih Nobel Fisika Syukuro Manabe: Michael Jordan dari Lab Ilmu Iklim

Dalam konferensi pers di Richardson Auditorium, Princeton University, pada Selasa lalu, Syukuro Manabe mendapat penghormatan berupa standing ovation.

11 Oktober 2021 | 04.38 WIB

Syukuro Manabe. REUTERS/Mike Segar
Perbesar
Syukuro Manabe. REUTERS/Mike Segar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam konferensi pers di Richardson Auditorium, Princeton University, pada Selasa 5 Oktober 2021, Syukuro Manabe mendapat penghormatan berupa standing ovation dari keluarga, kolega, staf, mahasiswa, dan juga teman-temannya. Manabe adalah satu di antara tiga orang peraih Hadiah Nobel tahun ini yang berasal atau berikatan dengan kampus yang berlokasi di New Jersey, Amerika Serikat, itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah kolega memuji dan mengakui karya serta kontribusi Manabe yang dipandang telah memberi dasar untuk ilmu iklim atau klimatologi. “Saya selalu melihat Suki sebagai Michael Jordan-nya ilmu iklim,” kata Tom Delworth, ilmuwan senior di Geophysical Fluid Dynamics Laboratory (GFDL), tempat Manabe selama ini berkiprah di Princeton University.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Mengidentikkannya dengan peran Jordan di NBA, Delworth menilai Syukuro 'Suki' Manabe sebagai ilmuwan iklim terbaik di dunia dan berperan lewat karya-karyanya membuat bidang ilmu ini semakin naik pamornya. Delworth pun mengaku masih menggunakan laporan-laporan penelitian awal Manabe sebagai bahan ajar. “Apa yang Anda pelajari dari makalah-makalah pada 1960-an itu masih berlaku hingga sekarang,” katanya.

Manabe, kini berusia 90 tahun, lahir di Ehime-Ken, Jepang, dan memperoleh gelar sarjana dan Ph.D dari University of Tokyo. Pada 1958, dia mulai bekerja sebagai peneliti meteorologi di National Weather Service di Amerika Serikat (kini National Oceanic and Atmospheric Administration, NOAA). Dia pindah ke University of Princeton sejak 1963 untuk memimpin GFDL dan mulai mengajar di universitas itu pada 1968.

Dalam konferensi pers, Manabe mengungkap butuh waktu yang tidak pendek untuknya merasa yakin bisa mengajar. Terkait itu pula dia mendorong para mahasiswa yang hadir untuk menemukan karir yang sesuai passion. Dia juga mengatakan tantangan generasi-generasi berikutnya untuk mencari cara, baik untuk mitigasi maupun adaptasi, menghadapi perubahan iklim yang sedang terjadi.

Manabe menjawab tidak, ketika ditanya apakah dirinya telah memprediksi krisis iklim saat ini ketika melakukan berbagai riset dan eksperimen lebih dari setengah abad lalu. “Saya tidak pernah membayangkan kalau apa yang mulai saya teliti waktu itu akan memiliki konsekuensi yang sangat besar saat ini,” katanya sambil menambahkan, “Saya dulu mengerjakannya hanya kerena keingintahuan.”

Manabe yang hingga kini masih memimpin GFDL mulai melakukan pemodelan iklim Bumi pada 1960-an. Dia menunjukkan bagaimana peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer menuntun kepada suhu di permukaan Bumi yang semakin tinggi. Manabe dan dua ilmuwan lain dianugerahi Nobel Fisika tahun ini karena kontribusinya merumuskan metode-metode baru untuk menggambarkan iklim di Bumi dan memprediksi perilaku jangka panjangnya.

“Dia (Manabe) memimpin pengembangan model-model fisika dari iklim Bumi dan orang pertama yang mengeksplorasi interaksi antara keseimbangan radiasi dan pergerakan vertikal massa udara,” bunyi pengumuman Komite Nobel Fisika di Royal Swedish Academy of Sciences, Selasa lalu. Ditambahkannya, apa yang sudah dihasilkan Manabe, “Telah meletakkan landasan untuk pengembangan pemodelan iklim saat ini.”

Efek Rumah Kaca diyakini oleh para ahli sebagai salah satu sebab berakhirnya kehidupan di Bumi. Efek Rumah Kaca disebabkan naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2), nitrogen monoksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), klorofluorokarbon (CFC), dan gas-gas lainnya di atmosfer. Sejak Revolusi Industri, manusia telah disalahkan sebagai penyebab terganggunya keseimbangan atmosfer sehingga terjadi perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi, suhu air laut dan permukaan bumi naik. Para ilmuwan memperingatkan bahwa efek rumah kaca akan menyebabkan suhu melambung beberapa ratus derajat Celsius, membuat laut mendidih dan kehidupan di Bumi akan berakhir. rightnow.org.au

Manabe dan Klaus Hasselmann dari Max Planck Institute for Meteorology di Jerman berbagi separuh pertama dari hadiah uang tunai sebesar 10 juta Kronor, atau setara Rp 16,2 miliar yang diberikan oleh Komite Nobel. Separuh sisanya menjadi hak Giorgio Parisi dari Sapienza University of Rome, Italia, yang menemukan pola-pola tersembunyi dalam material kompleks tak beraturan.

Denise Mauzerall, seorang profesor teknik sipil dan lingkungan di Princeton University mengatakan bahwa pemodelan iklim yang dibangun menggunakan teori-teori Syukuro Manabe kini menjadi alat kritikal untuk prediksi dan analisis bagaimana dunia akan berubah karena emisi gas rumah kaca. “Dan untuk meng-kuantifikasi manfaat besar dari penurunan emisi gas rumah kaca terhadap kehidupan di Bumi.

PAW.PRINCETON.EDU, NOBEL PRIZE

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus