Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Teknologi & Inovasi

Berita Tempo Plus

Pemahat Naturalis Tiada Tanding

Pahatan relief cerita Lalitavistara di Candi Borobudur yang naturalis dan proporsional dianggap yang paling hebat pada masanya. Semua rangkaian cerita itu digagas oleh satu arsitek dan dipahat oleh banyak orang.

7 November 2020 | 00.00 WIB

Babak pertama dari rangkaian cerita relief Lalitavistara, yang menggambarkan Bodhisattwa berada di surga dan menanti untuk dilahirkan kembali./Anandajoti/photodharm.net
Perbesar
Babak pertama dari rangkaian cerita relief Lalitavistara, yang menggambarkan Bodhisattwa berada di surga dan menanti untuk dilahirkan kembali./Anandajoti/photodharm.net

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah memiliki lima relief cerita yaitu Karmawibhangga, Jataka, Avadana, Gandawyuha, dan Lalitavistara.

  • Relief cerita Lalitavistara yang terdiri atas 120 panel itu merupakan riwayat perjalanan hidup Sang Buddha Gautama.

  • Perjalanan kehidupan Buddha terbagi dalam lima babak, mulai dari kehamilan Ratu Mahamaya; kelahiran dan masa muda Bodhisattwa; pertanda dan pelepasan keduniawian; pertemuan dan perjuangan; serta pencerahan dan pengajaran.

Pada dinding utama lantai pertama Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tampak terpahat relief cerita Lalitavistara yang merupakan riwayat perjalanan hidup Sang Buddha Gautama. Menurut Biku Anandajoti—bhante Theravada yang menulis lima buku tentang lima relief cerita di Candi Borobudur, tidak ada penjelasan pasti soal penamaan Lalitavistara, tapi ia menduga itu berarti “uraian (vistara) dari drama (lalita) kehidupan Buddha”. Selain Lalitavistara, ada empat relief cerita lainnya di Candi Borobudur, yaitu Karmawibhangga, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha.

Relief cerita Lalitavistara ini terdiri atas 120 panel adegan yang tiap panelnya memiliki tinggi seragam 86 sentimeter dan lebar beragam, paling jamak 274 sentimeter. Menurut Aris Arif Mundayat, pengajar sosiologi di Universitas Sebelas Maret Solo, cerita Lalitavistara terdiri atas lima babak, yakni kehamilan Ratu Mahamaya; kelahiran dan masa muda Bodhisattwa; pertanda dan pelepasan keduniawian; pertemuan dan perjuangan; serta pencerahan dan pengajaran.

Cerita babak pertama dimulai dari keberadaan Bodhisattwa di Surga Tusita yang dikelilingi dayang-dayang, pemusik surgawi, dan para dewa yang sedang menyemangatinya agar terlahir kembali ke dunia demi kesejahteraan dewa dan umat manusia. Bagian babak ini diakhiri adegan Ratu Mahamaya yang segera melahirkan Bodhisattwa.

Babak kedua dimulai dari adegan Ratu Mahamaya melahirkan Bodhisattwa di Taman Lumbini dengan pemandangan yang indah dan suasana yang sejuk. Panel relief bagian ini juga menceritakan kedatangan petapa agung Asita di pendopo di luar istana untuk melihat bayi yang baru saja dilahirkan. Asita meramalkan bahwa kelak bayi tersebut akan menjadi Buddha.

Asita dalam relief itu digambarkan menangis yang menyebabkan raja menjadi cemas. Asita menjelaskan bahwa ia menangis karena usianya tidak cukup panjang untuk bisa mendengarkan ajaran Buddha. Adapun adegan di kanan panel diceritakan bahwa beberapa brahmana meramalkan dua jalur kehidupan Bodhisattwa, yaitu ia dapat menjadi Raja Semesta (Cakrawati) atau menjadi seorang Buddha jika meninggalkan keduniawian.

Babak ketiga adalah pertanda dan pelepasan keduniawian. Bagian ini diawali penggambaran tentang kehidupan mewah di istana yang disiapkan raja untuk membuat Bodhisattwa betah, tapi ia justru tidak menikmatinya. Cerita kemudian diakhiri dengan adegan para dewa yang berkumpul memuja dan memberikan penghormatan kepada Bodhisattwa yang memutuskan untuk menjadi seorang petapa.

Babak keempat dari cerita relief Lalitavistara adalah pertemuan dan perjumpaan. Ini menceritakan kisah pengelanaan Bodhisattva untuk melakukan pertapaan demi mencapai kebuddhaan. Dia bertemu petapa perempuan brahmani Sakya dan Padma. Di panel ini tampak adegan Raja Bimbisara menawarinya separuh kerajaan, tapi ia tolak. Raja kemudian meminta Bodhisattwa untuk kembali dan mengajar setelah mencapai pencerahan.

Babak terakhir adalah pencerahan dan pelajaran. Secara umum babak ini bercerita tentang kisah Bodhisattwa yang meraih kecerahan sempurna (kebuddhaan), mencapai mata surgawi, munculnya pengetahuan, dan hancurnya noda batin. Adegan diakhiri dengan pengalaman pembabaran atau pengajaran pertamanya Bodhisattwa kepada lima petapa di taman rusa di Isipatana.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus