Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Iskandar Alisjahbana mungkin tidak terdengar familier saat ini. Tapi tak menampik fakta berkat dialah siaran televisi bisa mengudara secara nasional. Mantan Rektor ITB ini yang kiprahnya dikenal masyarakat pasa masanya, dikenal sebagai Bapak Satelit Palapa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pencetus Satelit Palapa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kisah ini bermula ketika Jakarta menjadi tuan rumah Asian Games untuk pertama kalinya pada 1963. Saat ibu kota ripuh menyiapkan perhelatan lomba olahraga sebenua Asia itu, sejumlah dosen Institut Teknologi Bandung juga tak kalah sibuk. Mereka berupaya agar acara olahraga akbar tersebut bisa disaksikan warga Bandung.
Caranya, mereka membuat stasiun relay televisi yang belum ada di kota itu. Gagasan membuat pemancar relay itu dilontarkan Iskandar, putra sulung pujangga Sutan Takdir Alisjahbana. Singkat cerita, upaya Iskandar dan teman-temannya berhasil. Berkat inovasi tersebut, warga Bandung yang punya televisi bisa menyaksikan siaran Asian Games di Jakarta itu.
“Beliau waktu itu masih dosen baru tapi energik,” kata Profesor Reka Rio yang saat itu masih menjadi asisten dosen di Departemen Elektronik ITB.
Setelahnya, Iskandar lalu menginisiasi pembuatan satelit domestik Palapa. Pada 1974, lelaki kelahiran Jakarta, 20 Oktober 1931 itu mencetuskan SKSD Palapa di Aula Barat ITB. Sistem Komunikasi Satelit Domestik itu kemudian diluncurkan pada 1976. Menjadi satelit pertama yang dimiliki Indonesia. Diluncurkan dari Cape Kennedy, Florida, Amerika Serikat.
Kiprah Iskandar dalam bidang telekomunikasi negeri ini dimulai setelah menjadi Sarjana Muda pada 1951 dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang kemudian menjadi ITB Departemen Elektronik. Studinya berlanjut ke gelar Diploma dan Doktor Engineering di Electrical Engineering Department, TH Muenchen, Jerman selama kurun 1954-1960.
Di Jerman, Iskandar Alisjahbana sempat menjadi research engineer di Pintsch Electro Lab, Munich dan Central Lab of Siemens & Halske, Munich. Setelah kemudian itu dia kembali ke ITB dan menjadi dosen elektronik sejak 1960 hingga pensiun 1996. Selama di ITB, Iskandar pernah memegang sejumlah jabatan. Jabatan tersebut antara lain :
- Ketua Laboratorium Komunikasi Radio Departemen Teknik Elektro ITB pada 1964-1966.
- Ketua Badan Riset Telekomunikasi Indonesia pada 1965-1967.
- Ketua Jurusan Eletronik ITB sepanjang 1966-1968.
- Guru Besar Teknik Elektro ITB untuk bidang telekomunikasi sejak 1966.
- Dekan Fakultas Teknologi ITB pada 1972-1974.
- Rektor ITB pada 1976-1978
Selain berkiprah di ranah keilmuan, dia juga merintis PT Radio Frequency Communication dan menjadi Presiden Direktur antara 1970-1974. Pada 1972, dia sempat menjadi senior entrepreunership di East West Centre, Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Dia kemudian menjadi Wakil Ketua Lembaga Penerbangan Nasional selama 1974-1976.
Mulai 1992 hingga akhir hayatnya, Iskandar tercatat sebagai pendiri dan Komisaris PT Pasifik Satelit Nusantara. Jabatan terakhirnya adalah Ketua Majelis Wali Amanat ITB 2001-2004. Selain mencetuskan satelit, Iskandar juga berjasa menggagas tele blackboard. Sebuah teknologi yang bisa merekam tulisan tangan di atas papan elektronik. Dapat dikirim melalui gelombang radio.
Iskandar Alisjahbana meninggal dunia pada Selasa malam, 16 Desember 2008 di Bandung dalam usia 77 tahun. Eks Rektor ITB itu meninggal dunia di Rumah Sakit Boromeus pada pukul 23:08. Dia disebut meninggal karena stroke. Sebelum meninggal, ia sempat dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung lalu dipindah ke Rumah Sakit Boromeus sebelum akhirnya meninggal.
Dekan Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB Adang Suwandi saat ditemui di tempat persemayaman jenazah di Aula ITB mengatakan, penemu satelit itu dibawa ke RSHS Selasa siang. Ia sempat diperiksa di ruang emergensi, sebelum akhirnya dipindah ke RS Borromeus. “Tiba di Boromeus sudah kritis. Beliau meninggal pukul 23.00 WIB,” kata Adang, di Bandung, Rabu, 17 Desember 2008.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | ANWAR SISWADIW | IDIARSI AGUSTINA