Radio Bertenaga Angin

DI beberapa negara Afrika, listrik merupakan sesuatu yang langka. Baterai pun bukan sumber tenaga yang murah. Padahal, untuk berkomunikasi dan mendapat informasi, orang Afrika sangat mengandalkan radio yang perlu energi: kalau tidak dari listrik, ya, baterai. Maka suatu perusahaan di Afrika Selatan, BayGen (www.baygen.com), lantas berikhtiar memproduksi radio yang tidak bergantung pada listrik yang masih langka itu. Tapi idenya gagal di pasar. Penduduk setempat tak mampu membelinya. BayGen pantang menyerah. Setelah kasak-kusuk sana-sini, mereka mendengar bahwa di Inggris ada seorang tokoh yang berhasil menciptakan radio angin. Tokoh itu, Trevor Baylist, adalah peraih pelbagai penghargaan ilmu pengetahuan. Ia telah menciptakan alat yang mampu menangkap angin dan mengubahnya menjadi sumber daya. BayGen pun tertarik lalu mendekatinya. Ternyata mereka cocok. Akhirnya BayGen mendapat hak memproduksi radio angin secara massal. Sekali menjaring angin (sekitar 30 detik), radio BayGen itu mampu hidup selama 30 menit. Radio angin ini juga dilengkapi panel-panel solar untuk "menyimpan" tenaga matahari dan tetap dapat dihubungkan dengan listrik ataupun baterai. Ini berguna seandainya angin tiba-tiba mati atau lemah. Menurut ABCNews edisi Januari, pemasaran radio bertenaga angin ikut dibantu oleh organisasi dan lembaga bantuan semacam Pal_ang Merah Internasional dan PBB, sehingga banyak warga Afrika yang kini dapat menikmatinya. Tak mengherankan bila radio bertenaga angin mendapat penghargaan sebagai produk terbaik dan rancangan terbagus dari radio BBC. Sukses radio angin membuat BayGen mencoba menerapkan teknologinya ke perangkat lain. Kini mereka mulai mengembangkan senter, detektor ranjau, buku elektronik, dan komputer bertenaga angin. "Teknologinya sudah ada, jadi mengapa tidak dicoba produk lain," ujar Philip Goodwin, perancang industri dari BayGen, optimistis.