Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Satelit Vanguard 1, yang diluncurkan pada 17 Maret 1958, menjadi satelit buatan tertua yang masih mengorbit Bumi hingga saat ini. Setelah 67 tahun di luar angkasa, sekelompok ilmuwan, insinyur dirgantara, hingga sejarawan mengusulkan upaya untuk memulangkannya ke Bumi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Satelit berbobot 1,46 kilogram ini merupakan bola aluminium berdiameter 15 cm dengan bentang antena sepanjang 91 cm. Vanguard 1 adalah satelit pertama yang menggunakan sel surya untuk menghasilkan daya, meskipun telah berhenti mengirimkan sinyal sejak tahun 1964 karena output daya dari sel surya tidak lagi cukup menyalakan pemancarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Satelit itu berhenti beroperasi pada 1964, ketika daya dari sel surya tidak lagi cukup untuk menyalakan pemancar,” ujar Matt Bille, analis riset dirgantara dari Booz Allen Hamilton yang memimpin riset skenario penyelamatan Vanguard 1, dikutip dari laporan Space.com, Rabu, 9 April 2025.
Meski senyap selama lebih dari 60 tahun, Vanguard 1 masih dilacak melalui data orbit yang tersedia untuk umum. Data ini juga memungkinkan pengamatan lebih lanjut dengan sensor resolusi tinggi guna mengetahui apakah satelit masih utuh dan bagaimana kondisinya di luar angkasa.
“Kami bukan orang pertama yang punya ide ini, dan kami harap bukan yang terakhir,” kata Bille. “Tapi kita harus menunggu dan melihat apakah ada pihak yang memiliki kemampuan untuk menilai apakah nilai historis ini sepadan dengan biayanya.”
Bille menjelaskan bahwa jika satelit ini berhasil dipulangkan, para peneliti dapat mempelajari kondisi fisik komponen-komponennya, seperti sel surya, baterai, logam, serta dampak tabrakan mikrometeorit atau serpihan luar angkasa selama puluhan tahun.
“Penelitian kami menunjukkan minat pada kondisi sel surya, baterai, dan logam, serta catatan tabrakan mikrometeorit atau serpihan luar angkasa selama waktu yang lama,” ujar Bille.
Salah satu skenario yang diusulkan adalah membawa Vanguard 1 ke orbit lebih rendah untuk kemudian diambil, atau dikirim ke Stasiun Luar Angkasa Internasional untuk dikemas ulang dan dibawa ke Bumi. Setelah dikaji, satelit ini bisa dijadikan pajangan sebagai artefak arkeologi astronautika, misalnya di Museum Udara dan Luar Angkasa Nasional Smithsonian.
Menurut Bille, misi ini bisa menjadi momentum penting dalam pengembangan layanan pemindahan benda luar angkasa yang digagas oleh sektor industri.
“Bagi insinyur material dan sejarawan luar angkasa, ini akan menjadi kesempatan belajar yang tak tertandingi,” ujarnya. “Mengambil kembali Vanguard 1 memang menantang, tapi juga merupakan langkah maju yang dapat dicapai dan sangat berharga bagi komunitas luar angkasa AS.”
Pandangan senada disampaikan oleh Bill Raynor dari Laboratorium Riset Angkatan Laut AS (NRL), lembaga yang mengembangkan dan masih memiliki Vanguard 1. “Hasil pelacakan orbit Vanguard-1 memberikan banyak data awal yang mendukung penemuan dan estimasi kebulatan Bumi, yang ternyata sedikit menyerupai bentuk buah pir,” kata Raynor.
Ia juga menambahkan bahwa jika Vanguard 1 berhasil dibawa pulang, itu akan menjadi peluang luar biasa bagi ilmuwan dan insinyur untuk mempelajari efek jangka panjang dari paparan lingkungan luar angkasa.
“Bagi ilmuwan dan insinyur yang meneliti material serta efek radiasi, ini akan menjadi kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menyelidiki efek paparan lingkungan luar angkasa jangka panjang,” tuturnya.
Usulan ini masih dalam tahap studi dan belum ditentukan siapa pihak yang akan menjadi pemimpin misi. Namun, tim berharap ada dukungan dari pihak swasta yang memiliki kepedulian historis atau filantropis terhadap pencapaian luar angkasa.