Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
14 Oktober 2022 | 11.15 WIB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung atau ITB, Maya Fitrianti, mengembangkan teknologi sterilisasi dengan gelombang ultrasonik. Hasilnya selain sanggup membunuh bakteri, bahan pangan yang disterilkan bisa lebih tahan lama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mulai risetnya ketika sekolah S-3 di Amerika Serikat pada 2015,” kata periset di Pusat Penelitian Biosains dan Bioteknologi ITB itu, Kamis, 13 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu Maya tertarik dengan cara-cara untuk membunuh mikroorganisme seperti bakteri jahat pada makanan, serta cara-cara mengawetkan bahan pangan. Peneliti lain pun mencari teknologi alternatifnya, seperti dengan gelombang ultrasonik. “Karena ada limitasi tertentu pada metode yang konvensional atau yang sudah umum,” ujarnya.
Maya menerangkan, sterilisasi biasanya menggunakan bahan kimia, sanitizer, antibiotik, atau dengan cara pemanasan. Cara lama itu, menurut Maya, bisa membuat mikroorganisme bermutasi dan malah berkembang menjadi lebih resisten. Berbeda bila menggunakan gelombang ultrasonik.
“Kalau diberikan tekanan dari rambatan gelombang ultrasonik, secara mekanik dinding sel bakteri akan hancur. Prinsip itu yang kami gunakan,” kata Maya.
Sterilisasi dengan ultrasonik sudah dikenal dipakai rumah sakit untuk membersihkan alat bedah, juga di toko kacamata. Maya memulai risetnya di ITB pada 2020, melibatkan kolega dosen dan mahasiswa, untuk mengembangkannya pada produk pangan yang segar seperti susu, buah, dan sayur, yaitu bayam, tomat chery, strawberry.
Selain bakteri, pada buah seperti strawberry ditemukan ada jamur yang membuatnya jadi cepat berair. Sementara pada bayam, bakteri membuat daunnya cepat layu hingga membusuk dan bau. Jurnal pendahuluan soal sterilisasi ultrasonik pada susu dan jus telah dibuat. “Hasilnya bisa membunuh mikroba dalam makanan, bisa habis sampai 99,9 persen,” ujar Maya.
Selain itu, susu dan jus wortel pun bisa disimpan sampai 10 hari di kulkas dibandingkan dengan cara pemanasan. Hasil studi penelitian lanjutannya kini tengah ditulis dengan target bisa dipublikasi pada akhir tahun ini. Harapan Maya, "Sterilisasi ultrasonik itu bisa membuat produk segar seperti buah dan sayur tetap cantik bentuknya, aman dimakan, dan nutrisinya terjaga."
Di laboratorium, tim riset menggunakan purwarupa alat ultrasonikator buatan dosen Teknik Mesin ITB. Menyesuaikan rentang suara ultrasonik yang lebar, alat itu bisa diatur agar bisa multifrekuensi. Susu dan jus dimasukkan ke bejana kemudian disterilisasi beberapa menit dengan gelombang ultrasonik. Saat uji coba, frekuensinya dijajal mulai dari 20-22 kilohertz, 47-50 kilohertz, dan 100 kilohertz.
Mekanismenya, gelombang ultrasonik itu merambat ke susu atau jus dan membuat gelembung-gelembung kavitasi. “Pada suatu titik gelembung itu pecah dan menimbulkan energi yang besar, sehingga bisa menghancurkan bakteri,” kata Maya.
Jumlah bakteri pada sebuah cup berisi jus atau susu ada yang totalnya sebanyak 10 pangkat enam hingga bisa dikurangi sampai 99,9 persen. Setelah itu susu dan jus disimpan dalam kemasan atau botol plastik lalu dimasukkan ke kulkas.
Sejauh ini, riset mengidentifikasi tiga jenis bakteri untuk model, yaitu Escherichia coli , Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus. Ketiganya memiliki bentuk dan ketebalan dinding sel yang berbeda dan berperan dalam kontaminasi makanan. Selain bakteri, tim riset ingin menguji coba gelombang ultrasonik pada ragi, virus, dan jamur mikroskopik seperti kapang, dan permukaan alat medis.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Edisi 1 Desember 2024
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini