Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan Institut Teknologi Bandung atau ITB yang mewajibkan mahasiswa penerima beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk kerja paruh waktu di kampus menuai protes dari mahasiswa. ITB mengatakan kerja paruh waktu ini merupakan timbal balik dari bantuan beasiswa yang telah diberikan oleh pihak kampus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam dokumen ‘Konsep Beasiswa Bekerja’ yang dikeluarkan oleh Kantor Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, tertulis bahwa Beasiswa UKT ITB menggunakan ‘prinsip kesetaraan’. Berdasarkan prinsip kesetaraan ini, ITB dan penerima beasiswa dilihat sebagai dua pihak yang saling memberi dan menerima. Selain itu, penerima beasiswa akan diperlakukan sebagai rekan kerja dengan diberikan kesempatan berkontribusi kepada ITB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa bentuk kerja paruh waktu yang ditawarkan oleh ITB adalah menjadi asisten mata kuliah atau praktikum, penugasan administratif, dan penugasan membantu bimbingan akademik.
Selama ini, besaran UKT yang dibebankan ke masing-masing mahasiswa ditentukan oleh ITB. Sementara itu, pengurangan UKT atau beasiswa UKT diberikan kepada mahasiwa yang berprestasi dan membutuhkan, sebagai upaya untuk mengurangi beban mahasiswa.
Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Naomi Haswanto mengatakan, prinsip utama kebijakan bantuan keuangan ITB, adalah untuk tidak hanya memberikan bantuan dana, tetapi juga mendorong mahasiswa untuk aktif dalam kegiatan akademik.
“Dengan demikian, mahasiswa penerima bantuan juga akan berperan dalam membangun atmosfer akademik yang positif di ITB, sekaligus memperkaya pengalaman mereka untuk masa depan,” kata Naomi lewat keterangan tertulis pada Rabu, 25 September 2025.
Sementara itu, Menteri Koordinator Kesejahteraan Mahasiswa Keluarga Mahasiwa ITB, Nika Avivatus mengatakan ada 5.500 mahasiswa penerima beasiswa UKT yang menerima email terkait kewajiban kerja paruh waktu. “Ibaratnya seperti kerja sukarela untuk ITB,” kata Nika kepada Tempo pada Rabu, 25 September 2024.
Nika juga mengatakan, salah satu yang dikeluhkan mahasiswa adalah mengenai tidak adanya sosialisasi dari kampus terkait kebijakan ini.“Semuanya kompak menanyakan latar belakang mengapa kebijakan ini dikeluarkan tanpa dikasih tahu ke mereka, tanpa sosialisasi, tanpa audiensi ke mahasiswa,” kata Nika.
KM ITB pun menuntut ITB untuk memberikan hak keringanan UKT tanpa meminta imbalan kepada mahasiswa. Akibat dari adanya protes dari mahasiswa, saat ini pihak ITB masih menunda pelaksanaan kebijakan tersebut.
Anwar Siswadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.