Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Rumah Garam Segala Cuaca

5 Juni 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada satu gubuk di tengah area ladang garam luas di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, yang tampak berbeda. Atap hingga dindingnya ditutupi plastik transparan, sedangkan gubuk lain beratap genting dan berdinding anyaman bambu. Gubuk yang berbeda itu disebut rumah garam.

"Rumah garam ini terbuat dari bahan bambu dan plastik biasa. Sejak awal memang dibuat khusus untuk kepentingan riset dan inovasi," kata Machfud Effendi, Ketua Salt Innovation Centre, Universitas Trunojoyo Madura (UTM)--pemrakarsa rumah garam tersebut--Rabu pekan lalu.

Berukuran 7 x 14 meter, rumah garam itu dibangun pada 2010. Idenya datang ketika pada saat itu Indonesia dilanda hujan sepanjang tahun akibat cuaca ekstrem dari La Nina. Akibat peristiwa yang disebut kemarau basah itu, banyak petani garam gagal panen.

Berangkat dari kondisi tersebut, UTM mencarikan solusi agar saat kemarau basah datang kembali, garam tetap bisa diproduksi. Dibuatlah rumah garam yang terinspirasi dari proses penyulingan air asin menjadi air tawar atau desalinasi. "Prosesnya sama. Bedanya, kita butuh garamnya, bukan airnya," ujarnya.

Setelah gubuk beratap dan berdinding plastik selesai dibuat, bagian terpenting ada pada bagian fondasi. Bagian ini terdiri atas beberapa petak berlapis geomembran atau bahan tahan air. Petak pertama untuk penuaan air laut. Air laut yang sudah tua kemudian dialirkan ke petak berikutnya untuk kristalisasi garam.

Plastik yang mengelilingi gubuk, kata Machfud, berfungsi sebagai penghantar panas pada air laut sehingga mempercepat proses penguapan. Bila tiba-tiba turun hujan, lapisan plastik menjadi pelindung agar garam yang sudah mengkristal tidak rusak terkena air tawar.

Bila hujan berlangsung lama, lapisan geomembran warna hitam di petak dasar bisa menyerap dengan cepat panas matahari serta menyimpan panas lebih lama. Dengan begitu, meski kemarau basah, proses kristalisasi garam tetap bisa dilakukan walau minim cahaya matahari.

Geomembran kemudian dilapisi dengan plastik lain di atasnya, bisa berupa plastik biasa atau plastik berbahan mika. "Meski hujan, pasti ada saat matahari muncul. Panas sebentar itu kita manfaatkan untuk pembuatan garam," ucap Machfud. Tak kalah penting, rumah garam harus dilengkapi ventilasi udara. Kecukupan udara, keteraturan kecepatan, dan arah angin sangat berpengaruh pada proses penguapan air laut.

Satu hal yang membedakan rumah garam dengan ladang konvensional adalah tak digunakannya teknologi ulir filter. Teknologi ini digunakan pada kondisi cuaca normal, yakni saat panas matahari berlimpah. Dengan begitu, air dalam petak garam mengalir tanpa henti. "Rumah garam tak memakainya karena keterbatasan lahan," ujar Machfud.

Air yang terus mengalir membuat proses penguapan air laut lebih cepat dibanding yang ditampung. Itu sebabnya proses kristalisasi garam di ladang lebih cepat dibanding dalam rumah garam. Selisihnya 10 hari. Di ladang, garam bisa dipanen dalam waktu satu bulan. Sedangkan di rumah garam rata-rata 40 hari.

Meski rumah garam tergolong inovasi baru, Machfud tak berencana mematenkannya. Dia juga tak khawatir suatu saat ada yang mengklaim hasil kerjanya tersebut. Bagi dia, penemuan dalam ilmu pengetahuan adalah hasil modifikasi dari penemuan sebelumnya. "Rumah garam juga hasil modifikasi dari penyulingan air asin menjadi air tawar. Jadi tidak perlu dipatenkan," katanya.

Setelah tujuh tahun dibuat, belum banyak petani garam di Madura yang mengadopsi rumah garam. Alasannya, kata Machfud, pembuatannya dianggap ribet dibanding bertani garam di ladang biasa. Biaya yang dibutuhkan juga cukup besar, Rp 10 juta untuk ukuran panjang 7 meter. "Kami tak bisa memaksa petani. Pemerintah yang harus berperan. Misalnya dengan mengajak petani melihat rumah percontohan supaya mereka tertarik," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus