Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kedigdayaan semut bukan hanya berlaku di dunia fabel. Kenyataannya, di Kawasan Pelestarian Ol Pejeta di Laikipia, Kenya, kawanan semut kepala besar yang invasif telah memaksa singa mengubah menu makan malamnya. Meskipun hal itu tidak secara langsung. Kesimpulan itu dituliskan oleh ahli ekologi margasatwa Jacob R. Goheen dan koleganya dari University of Wyoming, Amerika Serikat, dalam makalah yang dipublikasikan di jurnal Science, Kamis, 25 Januari 2024.
Goheen selama 15 tahun terakhir meneliti simbiosis mutualisme antara semut akasia (Crematogaster sp.) dan pohon akasia duri bersiul (Vachellia drepanolobium). Diketahui, akasia duri memberikan domatia atau ruangan antara dua pangkal durinya sebagai sarang untuk ratu semut dan koloninya. Sementara semut akasia melindungi pohon akasia duri ketika gajah akan memakannya. Begitu gajah menyentuh tanaman itu dengan belalainya, semut akasia langsung mengerubutinya.
Namun, sejak semut kepala besar (Pheidole megacephala) menginvasi sabana, pohon akasia duri bersiul kehilangan pelindung. Kawanan semut kepala besar yang berukuran lebih kecil itu menyerang dan membunuh semut akasia yang berukuran lebih besar. Tidak ada penjaga membuat gajah leluasa memakan pohon duri bersiul. Tak hanya memakannya, gajah juga merontokkan pohon tersebut sehingga padang rumput menjadi lebih terbuka.
Kondisi tutupan pohon di sabana yang jarang ini menyulitkan singa berburu makanan favoritnya, yaitu zebra. Singa mengandalkan tutupan pohon untuk menerkam zebra yang malang di dekatnya. Dengan jarak padang yang rendah tingkat keberhasilan singa menangkap zebra adalah 62 persen. Sedangkan ketika visibilitas tinggi, peluang singa menjatuhkan zebra turun menjadi 22 persen. Karena sulit berburu zebra, singa pun beralih ke kerbau.
Ihwal perubahan menu makan singa ini, khusus dikaji Goheen selama tiga tahun. Berdasarkan pengamatannya, menu zebra untuk singa menurun dari 67 persen menjadi 42 persen. Sebaliknya, menu kerbau meningkat dari nol menjadi 42 persen selama periode penelitian. “Kerbau besar dan tangkas. Jika singa memburunya kemungkinan terluka,” kata Goheen seperti dikutip dari ScienceNews, 25 Januari 2024.
Menurut Emilio Bruna, ahli ekologi tumbuhan dari University of Florida, Amerika Serikat, mengatakan, studi ini menunjukkan gangguan terhadap simbiosis mutualisme dapat memiliki dampak menyebar ke spesies lain di dalam komunitas. “Dampak itu bisa tak terduga dan tak langsung,” ujanya. Bruna menyarakan para ekolog untuk mencari bentuk simbiosis mutualisme lain yang serupa ini. “Hubungan khusus tunggal ini menjadi dasar ekosistem dan bisa menyebabkan pergeseran di seluruh sabana.”
Pilihan Editor: 10 Cara Mengusir Semut Supaya Tidak Mengerubungi Makanan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini