Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Meskipun negara tropis, tetapi Indonesia beberapa kali sempat mengalami hujan es. Lantas, apa yang menyebabkan hujan es terjadi?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari bmkg.go.id, hujan es merupakan fenomena cuaca alamiah yang biasa terjadi. Kejadian hujan es yang disertai kilat, petir, dan angin kencang berdurasi singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi atau pancaroba, baik dari musim kemarau ke musim hujan maupun sebaliknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Indonesia, hujan es juga pernah terjadi di beberapa daerah. Salah satu daerah terbaru yang mengalami hujan es adalah Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin, 26 Februari 2024.
Pada daerah subtropis yang memiliki empat musim, hujan es akan turun ketika kondisi musim dingin dengan suhu besar. Sebab, suhu udara permukaan yang dingin dan kelembaban tinggi membuat hujan es tidak mengalami pencairan.
Sementara itu, di wilayah tropis, termasuk Indonesia, hujan es yang turun terjadi karena fenomena cuaca berdampak secara horizontal dengan kurun waktu berbeda-beda.
Dilansir dari Itera.ac.id. biasanya penyebab hujan es yang paling umum di wilayah tropis terjadi karena kelembaban tinggi dan massa udara tidak stabil ditambah dengan suhu udara permukaan dan suhu udara troposfer bagian atas mendukung pertumbuhan awan konvektif.
Saat hujan es, hujan turun berupa butiran es yang terbentuk akibat proses konvektif dari badai guntur hasil awan Cumulonimbus. Kemunculan awan ini merupakan bagian dari siklus hidrologi.
Lalu, energi panas dari matahari dapat membuat air laut mengalami penguapan. Kemudian, uap air naik ke atmosfer dan membentuk awan pada ketinggian tertentu ketika suhu udara di atas semakin dingin.
Awan Cumulonimbus terbentuk dari awan-awan kecil yang berkumpul dan berubah menjadi tumpukan awan tebal karena hembusan angin. Kumpulan awan tersebut berisi air, es, dan muatan listrik berupa petir. Awan ini dapat mencapai lapisan atmosfer lebih atas karena ketebalannya.
Dilansir dari Britannica. pada kondisi tertentu, awan Cumulonimbus akan menjadi jenuh. Tekanan dan suhu yang semakin dingin membuat butiran es Cumulonimbus tidak mencair secara sempurna dan bisa jatuh ke permukaan bumi. Saat itu, hujan es terjadi. Adapun, ukuran es yang jatuh saat hujan memiliki ukuran sekitar 5 milimeter hingga lebih dari 15 sentimeter,
Peneliti senior Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Amien Widodo, juga memberikan penjelasan lebih detail terkait hujan es di Indonesia.
Menurut Amien, hujan es terjadi karena awan Cumulonimbus yang sangat besar dan gelap berbentuk layaknya jamur. Awan ini juga dapat membawa angin puting beliung yang sangat kencang. Kondisi ini yang memperburuk akibat dari hujan es di Indonesia.
Melihat perubahan iklim yang masif, Amien menilai hujan es dapat berpotensi menjadi bencana alam dari yang sebelumnya hanya fenomena biasa. Hujan es yang berukuran besar dan lebih padat dapat membawa kerusakan bagi masyarakat, seperti pecahnya kaca atau genting rumah.
Namun, angin puting beliung yang datang bersamaan dengan hujan es justru lebih harus diwaspadai karena bersifat merusak. Meskipun awan Cumulonimbus tidak selalu membawa angin puting beliung dan menurunkan hujan es, tetapi masyarakat tetap harus waspada, terutama ketika musim penghujan.
SITI NUR RAHMAWATI
Pilihan Editor: Inilah Perbedaan Tornado dengan Angin Puting Beliung