Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tengah mengembangkan teknologi reproduksi Fertilisasi In Vitro (IVF) atau bayi tabung untuk ternak, baik sapi maupun kambing. Inovasi generasi ketiga dalam teknologi reproduksi ini dapat mempercepat peningkatan populasi dan perbaikan genetik ternak, serta mendukung ketahanan pangan nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Teknologi IVF ini memanfaatkan oosit atau sel telur dari ovarium atau induk telur yang diperoleh di rumah potong hewan Yogyakarta yang biasanya hanya jadi limbah," kata Kepala Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan UGM, Diah Tri Widayati, Selasa 19 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diah menjelaskan bahwa dalam pengembangan bayi tabung ternak ini, proses pembuahan dilakukan di luar tubuh hewan. Sel telur coba dibuahi dengan sel sperma spermatozoa agar menjadi embrio. Ketika berhasil terbentuk, embrio inilah yang kemudian ditransfer ke ternak sasaran.
"Dalam sepasang induk telur kami bisa mengambil hampir 20 sel telur, kemudian difertilisasi, biasanya bisa menjadi 10 embrio," ujar Diah. Ditambahkannya, embrio yang dibentuk itu bisa dibekukan untuk penggunaan jangka waktu panjang.
Jika proses reproduksi alami satu hewan ternak seperti sapi hanya bisa melahirkan satu anakan dalam satu tahun, melalui teknologi IVF ini disebutnya bisa berbeda hasilnya. "Jika dalam satu tindakan bisa dihasilkan 10 embrio, paling tidak akan lahir 10 individu baru, ini mempercepat proses alami."
Peneliti yang juga anggota tim Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak Fakultas Paternakan UGM, Sigit Bintara, menjelaskan kendala dari teknologi IVF adalah persentase keberhasilan embrio berkembang hingga jadi anakan ternak yang masih rendah. Secara spesifik dia menyebut peluang di bawah 50 persen. "Dari sekian transfer yang kami lakukan, tingkat keberhasilannya baru sekitar 30-40 persen," kata dia.
Proses teknologi reproduksi Fertilisasi In Vitro (IVF) atau bayi tabung oleh tim peneliti di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. FOTO/Dok. Tim
Sigit menjelaskan, faktor yang mempengaruhi keberhasilan embrio itu bisa berasal dari kualitas ovarium yang diambil, dari oosit atau sperma yang digunakan, dari media yang dipakai, termasuk prosedur ketika melakukan penanganan proses pembuahan. "Karena ini pembuahan di luar tubuh memang cukup sulit mengontrol faktor-faktor itu," katanya.
Sigit menuturkan, embrio yang berhasil ditransfer ke hewan ternak betina akan membuat hewan itu bunting. Tantangan selanjutnya adalah mempertahankan embrio yang sudah jadi itu bertahan sampai dilahirkan. "Periodenya selama sekitar 9 bulan 10 hari kalau pada sapi sejak embrionya ditransfer sampai lahir."
Anggota tim peneliti lainnya, Kurniawan Dwi Prihantoko, menuturkan teknologi bayi tabung ternak ini masih belum dapat diterapkan di level peternak. Alasannya, butuh peralatan yang kompleks dan keterampilan khusus. "Tapi peternak siap menerima embrio-embrio tadi bisa ditransfer ke ternak milik mereka," kata dia.