Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Upaya Jaga Eksistensi Elang Jawa

Populasi elang Jawa terus menurun. Di alam liar, jumlahnya diprediksi tinggal 300-500 ekor. Burung ini termasuk dalam spesies terancam punah dan kini menjadi target konservasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

28 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejak 1992, elang Jawa ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia.

  • Masa bertelur elang Jawa sekitar 1-2 kali dalam setahun.

  • Dalam ekosistem, keberadaan elang Jawa sebagai indikator terjaganya suatu kawasan hutan.

Ketika berbicara elang Jawa (Nisaetus bartelsi), orang akan mengaitannya dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu burung Garuda Pancasila. Jika dilihat dari bentuknya, burung Garuda memang memiliki rupa yang mirip dengan elang Jawa, terutama pada jambulnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Elang Jawa adalah salah satu spesies elang dengan ukuran sedang dari keluarga Accipitridae dan genus Nisaetus yang endemik di Pulau Jawa. Sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Kini elang Jawa menjadi target konservasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Elang yang populasinya tinggal 300-500 ekor ini menjadi elang yang paling dilindungi, mengingat jumlahnya terus menurun dari tahun ke tahun. Elang ini memiliki ciri khas jambul menonjol sekitar 12 sentimeter di atas kepalanya. Elang Jawa memiliki tinggi 56-70 sentimeter dengan rentang sayap 110-130 sentimeter dan suara nyaring.

Masa bertelur elang Jawa sekitar 1-2 kali dalam setahun, biasanya pada Januari hingga Juni. Hal ini yang menyebabkan keberadaan elang Jawa menjadi langka. Ditambah lagi luas hutan primer juga semakin berkurang, sehingga habitat asli elang Jawa juga ikut berkurang.

Sebaran burung ini berada di ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) sampai ujung timur (Semenanjung Blambangan Purwo) Pulau Jawa. Tapi burung ini hanya bisa dijumpai di wilayah hutan primer dan daerah peralihan antara dataran rendah dan pegunungan. Dengan kata lain, elang Jawa hidup di kawasan berlereng.

Kerusakan habitat alami dan perburuan ilegal untuk dijual. Setidaknya dilaporkan ada 30-40 ekor elang Jawa yang tertangkap diperdagangkan setiap tahun, tapi diyakini masih banyak jumlah yang tidak dilaporkan.

Sebuah perusahaan pengolahan limbah beracun berbahaya (B3), PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI), merasa perlu terlibat dalam program konservasi elang Jawa. “Ini wujud peran serta kami sebagai perusahaan yang berfokus pada masalah lingkungan hidup,” kata Manajer Program Sosial Kemasyarakatan dan Keamanan PPLI, Ahmad Farid.

Farid menjelaskan, semangat terlibat dalam program konservasi ini karena elang Jawa adalah satwa langka yang dilindungi dengan populasi yang terus menurun. Melalui program CSR perusahaan, tutur dia, pihaknya membangun kandang raksasa bagi burung tersebut di kaki Gunung Halimun Salak. “Proses perkawinan burung ini unik dan langka. Mereka kawin pada saat terbang di udara. Jadi, untuk pengembangbiakannya tidak bisa dalam sangkar kecil seperti burung lain pada umumnya,” ucap Farid.

Dalam ekosistem, elang Jawa mempunyai peran sangat penting, yaitu sebagai indikator terjaganya suatu kawasan hutan. Secara umum, habitat elang Jawa berada di hutan primer dan sebagian kecil di hutan sekunder yang berbatasan dengan ekoton.

Ekoton adalah zona atau daerah peralihan dan pertemuan di antara dua komunitas yang berbeda dan menunjukkan sifat yang khas. Daerah transisi antara komunitas rumput dan hutan atau daerah peralihan di antara dua komunitas besar, seperti komunitas akuatik dan komunitas terestrial merupakan contoh ekoton. "Menurun atau meningkatnya jumlah elang Jawa ini menjadi salah satu indikasi utama kualitas ekosistem di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, tempat populasi elang Jawa ini berada,” ucap Farid.

Selama program ini dijalankan, PPLI berhasil dua kali melakukan penetasan anakan elang Jawa. Program ini merupakan bagian dari komitmen PPLI dalam ikut menjaga keragaman hayati bumi Nusantara. “Pesan dan ajakan ini saya sampaikan di hari keragaman hayati internasional yang jatuh pada 22 Mei, agar mudah diingat bahwa negeri ini memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang mesti kita jaga bagi masa depan anak cucu kita,” ujar Farid.

Program konservasi elang Jawa ini akan terus dilakukan oleh PPLI hingga spesies burung ini kembali memiliki populasi yang besar. "Kami targetkan minimal lima tahun bisa terjadi peningkatan populasi yang signifikan," ujar Farid.

PPLI | FIRMAN ATMAKUSUMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus