Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Wabah Lebah Bedebah

Hasil kawin silang lebah Brazil dengan lebah tanzania mengganas di negara-negara Amerika Selatan. Dimaksudkan untuk mempertinggi produksi madu. Merugikan manusia dan hewan lain.

2 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANDA menonton film Squirm? Cerita yang dilayarputihkan oleh American International itu memang merupakan khayalan ilmiah fantastis. Seorang petani di Amerika beternak cacing untuk umpan kail. Banyak deh cacingnya, sebab memang dijual sebagai sumber penghasilan yang lumayan. Celakanya, satu malam yang gulita, sambaran kilat memutuskan kawat listrik yang kebetulan melintang di atas tanah peternakan cacing. Kawat tegangan tinggi yang putus dan jatuh ke tanah itu mengalirkan arus listrik ke ribuan cacing itu, yang serta merta jadi kepanasan dan buas. Lasykar cacing lantas membalas dendam pada manusia. Tiap malam (kebetulan cacing itu masih tunduk pada penangkal, yakni cahaya benderang), ribuan cacing mengeroyok penduduk desa, sampai akhirnya tinggal tiga orang saja yang selamat. Peternak cacing dan anaknya juga habis dilahap hingga tinggal tengkorak dan kerangka saja. Cacing-cacing itu baru jinak kembali setelah kawat listrik disambung kembali dan tidak menyetrum tanah lagi, jadi penyebab mengamuknya cacing itu adalah listrik tegangan tinggi tadi. Tentu saja itu hanya fiksi. Sebab kenyataannya, berpuluh kali kawat listrik putus terjulur ke tanah tanpa mengakibatkan "invasi cacing". Lebah Indo Namun apa yang dialami rakyat Brazil dan negeri tetangganya di tepi Laut Karibia, bukan fiksi. Di sana sedang berlangsung hama lebah buas yang merambat ke segala arah dengan kecepatan 450 km setahun. Sehingga penduduk Kuba dan semenanjung Florida sudah memasang kuda-kuda pula menghadapi invasi serangga blasteran hasil perkawinan lebah pribumi Brazil dengan lebah Tamania yang lebih ganas itu. Begitu ditulis anggota sindikat penulis Gemini, Mohamad Hamaludin seperti dikutip Bangkok Post Maret lalu. Kisahnya mulai 20 tahun lalu, ketika seorang peneliti dari AS, Warwich Kerr, mengadakan eksperimen kawin-silang lebah di Universitas Sao Paolo. Brazil. Dikawinkannya lebah pribumi Brazil dengan lebah Tanzania yang lebih aktif tersebut dimaksud guna mempertinggi produksi madu sarang-sarang tawon di Brazil". Pada mulanya hasil eksperimen itu memang memuaskan para peternak lebah di negeri yunta militer itu. Tapi dalam satu dasawarsa saja, sifat lebah mestico dalam menyesuaikan diri dengan habitatnya yang baru berubah: jadi ganas. Mula-mula, hanya lebah pribumi yang diserang dan dikalahkan. Tapi setelah si pecundang tergusur dari sarang, lebah-lebah peranakan Tanzania itu menyerang anjing dan kucing. Bahkah terus meningkat ke manusia. Di beberapa tempat dilaporkan ada orang mati disengat lebah Indo itu. Hingga akhirnya Prof Kerr tak mampu lagi mengendalikan lebah hasil persilangannya, yang di akhir 1960-an mulai menyerbu ke Argentina. Guyana Perancis, Guyana Suriname, dan raksasa minyak Venezuela. Di Guyana Perancis, satuan tugas pemerintah AS yang diminta bantuannya oleh negeri itu telah memonitor 60 koloni lebah Indo-Afrika itu. Sedang di Suriname, lebah buas yang pertama ditemukan di sana Maret 1975, akhir tahun lalu sudah jadi hama. Dinas Kesehatan Umum Suriname sampai minta bantuan pemadam kebakaran guna memberantas serangga jahanam itu yang bersembunyi di peti dan drum kosong serta mobil bekas yang ditinggalkan. Selera Sex Lebah buas turunan Afrika ini ternyata punya selera sex yang khas juga. Lebah jantannya hanya mau kawin dengan ratu lebah dari jenis lain. Karena itu di Guyana orang mencoba membendung ekspansi lebah ganas itu dengan membunuh semua ratu lebah pribumi yang dapat ditemukan di sarangnya dan digantikan dengan ratu lebah yang sudah kawin dari AS. Sedang masyarakat dianjurkan membakar semua sarang lebah dengan perantaraan galah panjang, agar tak sampai disengat. Yang sampai tersengat juga, disarankan menggosok bekas sengatan dengan bawang atau air jeruk peras. Dalam waktu satu dasawarsa lagi, dikhawatirkan bahwa serangga ganas itu akan menyerbu masuk ke AS melalui tanah genting Panama. Itu sebabnya, ada tim sarjana AS dari Universitas Texas di bawah pimpinan Dr Otley Taylor yang terus memonitor perjalanan panjang lebah bedebah itu dari stasiun roket Kourou di Guyana Perancis. Dari pangkalan observasi itu mereka terus memelihara kontak dengan negeri-negeri tetangga yang sudah diserbu serangga itu. Tidak ada yang tahu pasti negeri mana lagi yang mau dituju binatang-binatang itu. Yang diketahui dari longmarch-nya selama ini hanyalah kecenderungan mereka untuk hijrah secara bergerombol dan utuh. Kalau satu gerombol sudah terbang meninggalkan satu tempat, tidak seekor pun yang tertinggal di tempat itu. Juga telah dibuktikan, bahwa lebah buas itu mampu terbang menyeberang air dalam jarak jauh. Karena itu tidak mustahil kawanan mereka akan menyeberangi Teluk Paria yang hanya 12 km lebarnya, hinggap di Pulau Trinidad dan Tobago. Dan dari Trinidad kawasan serangga itu dengan mudah dapat ber-cha-cha-cha keliling Karibia, dari Haiti sarnpai Florida. Mencopot Rambut Palsu Penduduk Brazil dewasa ini mengurut dada: menunggu lebah terakhir hasil eksperimen profesor gringo itu keluar semua dari negerinya. Kini, penduduk negeri-negeri bauksit Suriname dan Guyana yang masih terus siaga jangan sampai kepergok kawasan lebah jahanam itu di tengah jalan. Seorang wanita yang lagi enak-enak bersepeda di kota bauksit Linden, 90 km dari Georgetown, Guyana, tiba-tiba dihinggapi sekawanan lebah ini. Sambil menjatuhkan sepeda dan mencopot rambut palsunya, perempuan itu buru-buru lari menyelamatkan diri. Di New Amsterdam, 100 km sehelah timur ibukota Guyana itu, seorang usahawan yang tiba-tiba diserbu lebah mestico itu akhirnya terpaksa digotong ke rumah sakit setelah kalah lomba lari dengan serangga bersayap itu. Hamaludin tidak menceritakan apa upaya membatasi perkembangbiakan serangga itu. Ahli-ahli BATAN Pasar Jum'at. Jakarta, mungkin akan mengusulkan pemandulan dengan radiasi isotop lemah, agar lama-kelamaan jenis lebah yang ganas itu punah. Para ahli ekologi mungkin akan mencari tumbuhan yang kembangnya diisap madunya oleh serangga ini, supaya tumbuhan itulah yang dibabat habis agar lebah ganas itu pelan-pelan mati kelaparan. Tapi berbagai cara 'KB' bagi serangga itu makan waktu yang lama juga. Sementara penyemprotan dengan racun kimiawi, air atau api, dapat merusak lingkungan hidup yang lain. Jadi mungkin moral cerita itu begini: jangan gegabah mengawinsilangkan hewan dan tanaman ciptaan Tuhan. Agar di belakang hari tidak kejatuhan eksesnya yang tak terkendalikan. Pelajaran yang berguna pula bagi penduduk Jakarta, yang baru-baru ini dianjurkan ramai-ramai beternak lebah oleh Pemerintah. Sebab lebah bukan anggrek, yang diapa-apakan toh akan diam saja. Entah kalau nanti produser film bikin cerita tentang anggrek yang mengisap darah, misalnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus