ANDA menonton film Squirm? Cerita yang dilayarputihkan oleh
American International itu memang merupakan khayalan ilmiah
fantastis. Seorang petani di Amerika beternak cacing untuk umpan
kail. Banyak deh cacingnya, sebab memang dijual sebagai sumber
penghasilan yang lumayan. Celakanya, satu malam yang gulita,
sambaran kilat memutuskan kawat listrik yang kebetulan melintang
di atas tanah peternakan cacing. Kawat tegangan tinggi yang
putus dan jatuh ke tanah itu mengalirkan arus listrik ke ribuan
cacing itu, yang serta merta jadi kepanasan dan buas.
Lasykar cacing lantas membalas dendam pada manusia. Tiap malam
(kebetulan cacing itu masih tunduk pada penangkal, yakni cahaya
benderang), ribuan cacing mengeroyok penduduk desa, sampai
akhirnya tinggal tiga orang saja yang selamat. Peternak cacing
dan anaknya juga habis dilahap hingga tinggal tengkorak dan
kerangka saja.
Cacing-cacing itu baru jinak kembali setelah kawat listrik
disambung kembali dan tidak menyetrum tanah lagi, jadi penyebab
mengamuknya cacing itu adalah listrik tegangan tinggi tadi.
Tentu saja itu hanya fiksi. Sebab kenyataannya, berpuluh kali
kawat listrik putus terjulur ke tanah tanpa mengakibatkan
"invasi cacing".
Lebah Indo
Namun apa yang dialami rakyat Brazil dan negeri tetangganya di
tepi Laut Karibia, bukan fiksi. Di sana sedang berlangsung hama
lebah buas yang merambat ke segala arah dengan kecepatan 450 km
setahun. Sehingga penduduk Kuba dan semenanjung Florida sudah
memasang kuda-kuda pula menghadapi invasi serangga blasteran
hasil perkawinan lebah pribumi Brazil dengan lebah Tamania yang
lebih ganas itu. Begitu ditulis anggota sindikat penulis Gemini,
Mohamad Hamaludin seperti dikutip Bangkok Post Maret lalu.
Kisahnya mulai 20 tahun lalu, ketika seorang peneliti dari AS,
Warwich Kerr, mengadakan eksperimen kawin-silang lebah di
Universitas Sao Paolo. Brazil. Dikawinkannya lebah pribumi
Brazil dengan lebah Tanzania yang lebih aktif tersebut dimaksud
guna mempertinggi produksi madu sarang-sarang tawon di Brazil".
Pada mulanya hasil eksperimen itu memang memuaskan para peternak
lebah di negeri yunta militer itu. Tapi dalam satu dasawarsa
saja, sifat lebah mestico dalam menyesuaikan diri dengan
habitatnya yang baru berubah: jadi ganas.
Mula-mula, hanya lebah pribumi yang diserang dan dikalahkan.
Tapi setelah si pecundang tergusur dari sarang, lebah-lebah
peranakan Tanzania itu menyerang anjing dan kucing. Bahkah terus
meningkat ke manusia. Di beberapa tempat dilaporkan ada orang
mati disengat lebah Indo itu. Hingga akhirnya Prof Kerr tak
mampu lagi mengendalikan lebah hasil persilangannya, yang di
akhir 1960-an mulai menyerbu ke Argentina. Guyana Perancis,
Guyana Suriname, dan raksasa minyak Venezuela.
Di Guyana Perancis, satuan tugas pemerintah AS yang diminta
bantuannya oleh negeri itu telah memonitor 60 koloni lebah
Indo-Afrika itu. Sedang di Suriname, lebah buas yang pertama
ditemukan di sana Maret 1975, akhir tahun lalu sudah jadi hama.
Dinas Kesehatan Umum Suriname sampai minta bantuan pemadam
kebakaran guna memberantas serangga jahanam itu yang bersembunyi
di peti dan drum kosong serta mobil bekas yang ditinggalkan.
Selera Sex
Lebah buas turunan Afrika ini ternyata punya selera sex yang
khas juga. Lebah jantannya hanya mau kawin dengan ratu lebah
dari jenis lain. Karena itu di Guyana orang mencoba membendung
ekspansi lebah ganas itu dengan membunuh semua ratu lebah
pribumi yang dapat ditemukan di sarangnya dan digantikan dengan
ratu lebah yang sudah kawin dari AS. Sedang masyarakat
dianjurkan membakar semua sarang lebah dengan perantaraan galah
panjang, agar tak sampai disengat. Yang sampai tersengat juga,
disarankan menggosok bekas sengatan dengan bawang atau air jeruk
peras.
Dalam waktu satu dasawarsa lagi, dikhawatirkan bahwa serangga
ganas itu akan menyerbu masuk ke AS melalui tanah genting
Panama. Itu sebabnya, ada tim sarjana AS dari Universitas Texas
di bawah pimpinan Dr Otley Taylor yang terus memonitor
perjalanan panjang lebah bedebah itu dari stasiun roket Kourou
di Guyana Perancis. Dari pangkalan observasi itu mereka terus
memelihara kontak dengan negeri-negeri tetangga yang sudah
diserbu serangga itu.
Tidak ada yang tahu pasti negeri mana lagi yang mau dituju
binatang-binatang itu. Yang diketahui dari longmarch-nya selama
ini hanyalah kecenderungan mereka untuk hijrah secara
bergerombol dan utuh. Kalau satu gerombol sudah terbang
meninggalkan satu tempat, tidak seekor pun yang tertinggal di
tempat itu.
Juga telah dibuktikan, bahwa lebah buas itu mampu terbang
menyeberang air dalam jarak jauh. Karena itu tidak mustahil
kawanan mereka akan menyeberangi Teluk Paria yang hanya 12 km
lebarnya, hinggap di Pulau Trinidad dan Tobago. Dan dari
Trinidad kawasan serangga itu dengan mudah dapat ber-cha-cha-cha
keliling Karibia, dari Haiti sarnpai Florida.
Mencopot Rambut Palsu
Penduduk Brazil dewasa ini mengurut dada: menunggu lebah
terakhir hasil eksperimen profesor gringo itu keluar semua dari
negerinya. Kini, penduduk negeri-negeri bauksit Suriname dan
Guyana yang masih terus siaga jangan sampai kepergok kawasan
lebah jahanam itu di tengah jalan. Seorang wanita yang lagi
enak-enak bersepeda di kota bauksit Linden, 90 km dari
Georgetown, Guyana, tiba-tiba dihinggapi sekawanan lebah ini.
Sambil menjatuhkan sepeda dan mencopot rambut palsunya,
perempuan itu buru-buru lari menyelamatkan diri. Di New
Amsterdam, 100 km sehelah timur ibukota Guyana itu, seorang
usahawan yang tiba-tiba diserbu lebah mestico itu akhirnya
terpaksa digotong ke rumah sakit setelah kalah lomba lari dengan
serangga bersayap itu.
Hamaludin tidak menceritakan apa upaya membatasi
perkembangbiakan serangga itu. Ahli-ahli BATAN Pasar Jum'at.
Jakarta, mungkin akan mengusulkan pemandulan dengan radiasi
isotop lemah, agar lama-kelamaan jenis lebah yang ganas itu
punah. Para ahli ekologi mungkin akan mencari tumbuhan yang
kembangnya diisap madunya oleh serangga ini, supaya tumbuhan
itulah yang dibabat habis agar lebah ganas itu pelan-pelan mati
kelaparan. Tapi berbagai cara 'KB' bagi serangga itu makan waktu
yang lama juga. Sementara penyemprotan dengan racun kimiawi, air
atau api, dapat merusak lingkungan hidup yang lain.
Jadi mungkin moral cerita itu begini: jangan gegabah
mengawinsilangkan hewan dan tanaman ciptaan Tuhan. Agar di
belakang hari tidak kejatuhan eksesnya yang tak terkendalikan.
Pelajaran yang berguna pula bagi penduduk Jakarta, yang
baru-baru ini dianjurkan ramai-ramai beternak lebah oleh
Pemerintah. Sebab lebah bukan anggrek, yang diapa-apakan toh
akan diam saja. Entah kalau nanti produser film bikin cerita
tentang anggrek yang mengisap darah, misalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini