Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang peselancar cilik asal Rote, merancang sebuah perjalanan darat yang hanya melibatkan dirinya bersama ibunya. Sam (Maisha Kanna) namanya, Samudra Biru nama lengkapnya, khusus menyusun perjalanan ibu dan anak perempuannya. Bahkan sang ayah, Irfan (Ibnu Jamil) pun dilarang ikut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rutenya yang disusun Sam bersama ibunya, Uci (Marsha Timothy) tak main-main, dari Jakarta ke G Land yang terletak di Taman Nasional Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Sam punya agenda sendiri mengapa dirinya memilih G-Land sebagai tujuan akhir. Panjang perjalanan ini sekitar 1000 kilometer. Tepat di waktu yang ia agendakan tiba di G Land, ia akan menemui seorang peselancar perempuan idolanya, Kailani Johnson.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi, begitu perjalanan akan dimulai usai keluarga kecil ini tiba di Jakarta, kakak ipar Uci melihat sebuah kesempatan baik bagi anak sulungnya, Happy (Lil'li Latisha) jika bisa terlibat dalam perjalanan tersebut. Perjalanan ibu, anak, dan ponakan ini pun dimulai dengan kondisi Happy yang tak sepenuhnya ingin ikut dalam perjalanan tersebut.
Meski bersaudara, Sam dan Happy rupanya tak begitu dekat. Hal itu nampaknya dipicu setelah Sam dan keluarganya tinggal di Rote. Hal tersebut terlihat dari obrolan keduanya yang saling menuding telah berubah.
Sam tumbuh menjadi anak yang begitu menyukai aktivitas luar. Tak peduli dengan gawai, lebih senang bermain sepeda, berseluncur di pantai, tak peduli kulitnya menghitam dan rambutnya menjadi merah. Bahkan meski sempat tersinggung akhirnya Sam memilih tak peduli kala Happy menyebutnya ‘anak kampung’.
Lain halnya dengan Happy, gadis cilik yang tumbuh di perkotaan dengan tipikal: tak bisa lepas dari ponsel, erat dengan media sosial, kesehariannya kerap berbahasa Inggris, tak suka kotor-kotoran, bergaya seolah orang dewasa. Lengkap sudah, karakter yang seolah bertolak belakang ini bertemu dalam sebuah perjalanan.
Kulari ke Pantai jadi film anak dan keluarga bertema perjalanan pertama Riri Riza dan Mira Lesmana. Tapi bukan film anak pertama yang mereka garap. Petualangan Sherina yang berjarak 18 tahun dengan Kulari ke Pantai adalah karya manis Riri dan Mira khususnya untuk masa kecil para generasi milenial. Tapi generasi sebelum mereka pun turut menikmatinya. Kini giliran generasi berikutnya yang mendapat suguhan apik ala Riri dan Mira.
Kulari ke Pantai punya nafas berbeda dengan film anak yang pernah digarap Miles sebelumnya seperti Petualangan Sherina dan Laskar Pelangi. Namun melihat karakter Samudra Biru atau Sam yang diperankan Maisha Kanna, mau tak mau ingatan terhadap Sherina yang tomboy dan berani akan muncul. Meski keduanya ditampilkan dalam bentuk berbeda.
Di sisi lain, Sam yang aktif, berani, begitu menikmati hidup, menyukai laut, terbentuk lantaran kedua orang tuanya, Uci dan Irfan yang memboyongnya tinggal jauh dari hiruk pikuk ibu kota. Lain dengan sepupunya, Happy yang tumbuh begitu dekat dengan segala kemajuan teknologi, kultur perkotaan. Selintas menempatkan keduanya seolah berada di dua kutub berbeda.
Tapi Riri Riza selaku sutradara tentu tak begitu saja menempatkan keduanya dalam polarisasi baik dan buruk. Penonton pun diajak untuk melihat sisi lain dari Sam dan Happy.
Film Kulari ke Pantai. Miles Film
Sepanjang perjalanan kedua tokoh ini menjadi kunci cerita. Bagaimana Happy yang diam-diam mulai menikmati perjalanan atau Sam yang ternyata terganggu dengan Happy yang belum bisa sepenuhnya lepas dari ponsel. Konflik pun dipicu oleh hubungan dua anak perempuan ini. Demikian dengan penyelesaiannya.
Di satu sisi karakter anak kota dan daerah ditampilkan cukup jelas. Misal bagaimana cara keduanya menghadapi dan menyelesaikan rintangan kecil yang dihadapi. Sam yang tak takut untuk adu fisik, atau Happy yang enggan memperpanjang masalah dan menyelesaikan sesuatu dengan caranya sendiri.
Sebagai pendatang baru, Maisha Kanna dan Lil'li Latisha mampu menghadirkan dua karakter anak yang kuat. Keduanya berhasil memperkuat jalinan cerita yang disusun Mira, Riri, bersama Gina S. Noer dan stand up comedian Arie Keriting. Dua pemain cilik ini kembali menunjukkan kejelian Mira dan Riri dalam menemukan bakat baru.
Adegan-adegan humor yang ditampilkan lewat penjual sate (Pras Teguh -Yudha Khan), pemilik penginapan Mukidi (Dodot Mulyanto) beserta anaknya pun membuat tawa terus mengalir sepanjang film. Ditambah lagi kehadiran Dani, seorang bule yang lahir dan besar di Papua. Ia kerap membawa ukulele, memainkannya acapkali akan bercerita juga kental dengan logat Papua. Kehadiran kameo pasangan fotografer Edi-Fifi (Edward Suhardi dan Francy Tanumihardja) dan seorang manajer penari Mama Mela (Ligwina Hananto) berikut rombongan remaja centil yang tak henti berdandan dan berfoto memperkuat jalinan perjalanan tiga perempuan dua generasi: Uci, Sam, dan Happy.
Kulari ke Pantai bukan hanya film yang menyajikan soal indahnya lanskap alam di Indonesia nan lengkap yang disuguhkan lewat sebuah perjalanan darat mencapai seribuan kilometer saja. Namun film ini memuat kondisi fenomena anak-anak saat ini. Film ini juga menyajikan dua buah lagu yang diaransemen ulang seperti Gemilang yang dipopulerkan Krakatau dan Adien serta lagu Selamat Pagi milik RAN. Selain itu ada empat lagu lainnya yang mengisi original soundtrack film ini.
Semua disajikan Kulari ke Pantai dalam porsi yang pas. Hanya saja, untuk konflik yang hadir di antara orang dewasa yakni antara Uci dan kakaknya rasanya kurang tereksekusi serius dan cukup jelas sebab musababnya. Karena di awal hanya disajikan gelagatnya dan ditutup dengan sebuah apologia sepasang adik kakak.
Secara keseluruhan, Kulari ke Pantai menjadi salah satu rekaman hangat soal pentingnya makna persaudaraan dan keluarga. Juga menjadi pengingat bagi para orang tua soal bagaimana zaman anaknya kini bertumbuh.
Kulari ke Pantai (2018)
Produksi: Miles Films
Sutradara: Riri Riza
Produser: Mira Lesmana
Cerita: Mira Lesmana, Riri Riza, Gina S. Noer, Arie Keriting
Pemain: Maisha Kanna, Lil'li Latisha, Marsha Timothy, Ibnu Jamil, Karina Suwandi, Lukman Sardi, M. Adhiyat, Suku Dani, Edward Suhadi, Mo Sidik, Dodit Mulyanto