Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Iwan Fals Pernah Kritisi Ibu Kota Baru, ini 5 Lagunya Tentang Krisis Lingkungan

Dua tahun lalu, sebelum Ibu Kota Negara disahkan. Iwan Fals pernah mencuit tentang ibu kota baru itu bisa merusak hutan.

4 Februari 2022 | 20.02 WIB

Musisi Iwan Fals menyapa penggemar saat tampil di Konser Perayaan Karya Iwan Fals di Jakarta, Sabtu (3/9) malam. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Perbesar
Musisi Iwan Fals menyapa penggemar saat tampil di Konser Perayaan Karya Iwan Fals di Jakarta, Sabtu (3/9) malam. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Musisi legendaris Iwan Fals pernah angkat bicara soal wacana pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Menurutnya, proyek pembangunan ibu kota baru di Kalimantan akan berdampak pada rusaknya lingkungan. Ia menyebut, ancaman kebakaran hutan berpotensi terjadi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Hal itu, pernah diungkapkan Iwan Fals lewat akun Twitternya @iwanfals pada Senin, 12 Agustus 2019, jauh sebelum disahkannya tentang Ibu Kota Baru atau Ibu Kota Negara (IKN). “Iya ya, kalau ibu kota pindah ke Kalimantan mungkin jauh dari ancaman gempa, tetapi bahaya ancaman kebakaran hutan dan serangan darat dari negara tetangga,” cuitnya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Iwan Fals adalah sosok musisi senior yang kerap menyuarakan kritik sosial dan politik dalam lagu-lagunya. Salah satunya, yakni kritik seputar masifnya pembangunan yang berdampak pada krisis lingkungan. Dihimpun Tempo.co, berikut 5 lagu Iwan Fals bertema krisis lingkungan: 

  1. Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi 

Lagu ini mengisahkan tentang hutan yang dulunya masih lestari. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, manusia mulai merusaknya dengan ambisi pembangunan industri demi keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan akibat yang ditimbulkannya.

Akibat dari penebangan hutan itu, makhluk hidup penghuni hutan kehilangan tempat tinggalnya. Dikutip dari Musica Studio's, salah satu penggalan lirik dalam lagu tersebut bertuliskan: “Isi rimba tak ada tempat berpijak lagi, punah dengan sendirinya akibat rakus manusia.” 

  1. Esek Esek Udug Udug (Nyanyian Ujung Gang) 

Bagi yang pertama mendengar lagu ini, sedikit membutuhkan pemahaman lebih untuk memahami makna di balik lirik-liriknya. Judulnya yang nyentrik, sama sekali tidak menggambarkan adanya kritik atas krisis lingkungan. 

Namun, dalam satu penggalan liriknya: “mengalir sungai-sungai plastik jantung kota, menjadi hiasan yang harusnya tak ada,” Iwan Fals menyampaikan kritik bahwa kemajuan pembangunan membawa petaka berupa polusi lingkungan, baik air yang tercemar plastik dan udara yang penuh tembaga dari pabrik-pabrik industri. 

  1. Balada Orang Pedalaman 

Di mana mencari ranting pohon (he), kalau sang pohon tak ada lagi. Pada siapa mereka tanyakan hewannya, saudaraku di pedalaman menanti,” kata Iwan Fals saat menyanyikan lagu “Balada Orang Pedalaman” dalam konser SOS Rain Forest Live yang diselenggarakan oleh rainforest Foundation US, 21 Juni 2020. 

Lagu yang dibawakan Iwan Fals pada pukul 06.30 WIB tersebut, mengisahkan kehidupan masyarakat adat yang terancam tempat tinggalnya karena kerakusan manusia yang membabat hutan. Balada Orang Pedalaman dirilis tahun 1998 dalam album 1910. 

  1. Panggilan Dari Gunung

Banyak interpretasi dalam lagu yang dirilis Iwan Fals pada 1995 ini. Namun yang pasti, dalam lirik-liriknya menggunakan kata-kata yang berunsur lingkungan. Sehingga, dapat dicermati bahwa salah satu interpretasi lagu adalah menyoal tentang isu-isu lingkungan. Hal itu, terlihat dari akhir liriknya yang bertuliskan: “Berapa lama diam, pohon-pohon berkurang, kura-kura terbius.”

  1. Nyala Tanpa Asap 

Lagu berjudul “Nyala Tanpa Asap” merupakan salah salah satu lagu ciptaan Iwan Fals yang tidak beredar. Diberitakan tempo, Iwan Fals menyanyikan lagu ini dalam konsernya yang berlangsung di Stadion Kridosono, Yogyakarta pada 26 Oktober 2015. 

Lagu ini, kata Iwan Fals, sengaja dinyanyikannya kembali sebagai rasa prihatinnya terhadap kabut asap yang menimpa Indonesia saat itu akibat kebakaran lahan dan hutan. Dalam liriknya, Iwan Fals tegas mengatakan bahwa pemilik lahan dan pemerintah harus bertanggung jawab atas timbulnya kebakaran hutan. 


HARIS SETYAWAN 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus