Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lanskap Gunung Pancar di Bogor, Jawa Barat, mungkin tak pernah dibayangkan bisa disulap menyerupai suasana di Jepang. Namun, keajaiban sinematik itu menjadi nyata dalam film aksi terbaru Netflix, The Shadow Strays karya Timo Tjahjanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam sesi bertajuk 'REEL LIFE Creator Sharing: Pembuatan Film Aksi Berskala Global The Shadow Strays' pada Ahad, 1 Desember 2024, para kreator membeberkan detail menarik dari proses produksi. Acara ini digelar di kawasan Gondokusuman, Yogyakarta, sebagai bagian dari Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-19.
Cerita Para Kreator Soal Pemilihan Lokasi
Film ini menampilkan beragam aksi mendebarkan, seperti kejar-kejaran mobil, baku tembak, perkelahian jarak dekat, hingga kekacauan di kedai teh Jepang. Namun, salah satu yang mencuri perhatian adalah adegan pembuka yang berlatar suasana Jepang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses syuting film The Shadow Strays karya Sutradara Timo Tjahjanto. Dok. Netflix
Adegan pembuka dengan latar kedai teh tradisional Jepang itu tampak autentik, Namun, faktanya lokasi tersebut sepenuhnya direkayasa di kawasan Gunung Pancar, Bogor.
Batara Goempar, Director of Photography film ini menjelaskan bahwa seluruh kru awalnya percaya syuting akan dilakukan di Jepang. “Ternyata kami kena tipu massal. Jepang itu Jepang Bogor maksudnya,” katanya sembari tertawa.
Ia menambahkan bahwa lokasi tersebut dihias dengan detail agar menyerupai Jepang. “Syuting (adegan) awalan itu kalau enggak salah di pelataran, terus kita bikin fasadnya, tinggal lighting treatment untuk dapetin feel-nya,” ujarnya.
Adapun sang sutradara, Timo Tjahjanto, mengungkapkan bahwa perencanaan konsep seni memegang peranan penting dalam penggarapan sebuah film. “Kami tahu dari awal, enggak mungkin pergi ke Jepang cuma buat syuting kayak gini. Jadi, kami desain sedetail mungkin supaya bisa membuat tipuan itu di Indonesia,” kata dia.
Adegan Beresiko dan Teknik Sinematografi
Proses syuting film The Shadow Strays karya Sutradara Timo Tjahjanto. Syuting memakan waktu 70 hari dan melibatkan lebih dari 250 kru. Dok. Netflix
Proses pembuatan adegan aksi tidak hanya menuntut kreativitas tetapi juga perhatian pada keselamatan. Salah satu adegan yang rumit adalah ketika karakter 13 dijatuhkan dari lantai dua di sebuah diskotek. Sementara kamera mengikuti gerakan tanpa henti dari atas hingga bawah.
Detail lainnya adalah teknik membuat kaca pecah sambil menangkap gerakan kamera yang melompat. “Cara bikin kaca pecah dengan kamera sekaligus lompat itu gimana ya? Semua itu hasil diskusi panjang antara saya, Marcel (Batara), dan tim visual efek,” ungkap Timo.
Gudang di Bogor juga menjadi lokasi paling sulit. Menurut Timo, syuting dilakukan di malam hari dengan kondisi yang tidak ideal.“Syuting di gudang itu harus malam hari, mulai sekitar jam 7 malam dan selesai jam 6 pagi. Lokasi ini sangat berdebu, nyalain api terus, mobil nge-drift, dan nyamuknya gila-gila,” kata Timo, menggambarkan tantangan yang dihadapi kru.
Kesuksesan Global The Shadow Strays
Setelah tayang pada 17 Oktober 2024, The Shadow Strays berhasil masuk dalam daftar Netflix Top 10 Global Film Non-English hanya dalam enam hari. Film ini juga meraih posisi Top 10 di 85 negara termasuk Amerika Serikat, Kanada, Jepang, dan Indonesia.
Film ini tidak hanya mengandalkan koreografi aksi yang intens, tapi juga cerita emosional yang kompleks. Karakter utama, 13 (Aurora Ribero), seorang pembunuh remaja, menjadi pusat narasi. Kisahnya melibatkan hubungan mentor-murid, konflik dengan organisasi bayangan, hingga keberanian melawan sistem demi seorang anak bernama Monji.
The Shadow Strays menjadi proyek Timo yang paling ambisius bersama Netflix, setelah kesuksesan The Night Comes for Us (2018) dan The Big 4 (2022). Pilihan pemain seperti Aurora Ribero dan Hana Malasan, yang belum pernah terlibat dalam film laga sebelumnya, turut menunjukkan keberanian sang sutradara untuk bereksperimen.