Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA pekan menempati posisi Menteri Lingkungan Hidup, hati Gusti Muhammad Hatta gelisah. Jakarta ternyata tidak begitu bersahabat. Berangkat ke kantornya yang baru, pria kelahiran Banjarmasin 57 tahun lalu ini harus menembus suasana Ibu Kota yang tidak nyaman. ”Banyak polusi dan macet,” katanya pekan lalu.
Perasaan ini berlanjut manakala ia sampai di kantornya di Jakarta Timur. Tak dinyana, kantor Kementerian Lingkungan Hidup berada di daerah aliran Sungai Ciliwung, dan itu melanggar aturan. ”Masalah ini warisan dari dulu,” katanya. Kini doktor dari Universitas Wageningen, Belanda, ini hanya berusaha agar Sekretariat Negara memindahkan kantornya ke kawasan lain.
Oh ya, masih ada satu lagi pelajaran baru yang ia petik: orang di Jakarta lebih cuek. ”Mungkin karena belum kenal, ya. Kalau di kampung, kami sangat akrab.” Menghadapi ini semua, mantan Pembantu Rektor Akademik Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, ini sering rindu akan kampung halamannya. Meski demikian, kerinduan itu cepat terobati begitu ia memandang boneka bekantan yang dipajang di kantornya. ”Mereka binatang pemalu dan hanya ada di Kalimantan,” katanya bangga.
Apakah sang boneka sudah punya nama? ”Belum, nih. Ada yang mau membantu?” katanya sambil tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo