PUNYA getaran suara mirip Gatutkaca dalam lakon wayang orang,
Mudjono, S.H., 56 tahun, memang berupaya unjuk 'urat baja' dalam
bekerja. Namun Sabtu lalu, ketua Mahkamah Agung itu berangkat ke
Leiden, Negeri Belanda, dalam keadaan lunglai. Ia harus berobat
di sana, setelah lebih sebulan sakit dan tak masuk kantor. Hanya
dua kali ia muncul di muka umum, yaitu ketika melantik anggota
dan pimpinan DPA awal bulan ini. "Waktu itu saya menggunakan
mesin reserve. Kalau tidak begitu, ya, lemas," ujarnya lemah,
tapi masih bergurau.
Biasa bekerja di kantor hingga jauh malam ditemani kopi dan
rokok, Pak Djono -- panggilannya sehari-hari -- tak menampik
dijuluki bagai 'mesin pabrik'. "Saya harus bekerja 24 jam. Harus
kerja jadi buldozer, sampai tidak mematuhi nasihat dokter,"
tutur ayah lima anak itu "begitu sejak tahun 1963, wong saya
ini darah rendah."
Dengan mata sayu dipandangnya 4 kopor yang penuh surat dinas dan
pribadi di rumahnya. "Belum sempat dibuka itu semua," katanya
setengah menyesal, dan masih mencoba merokok. Memang cuma 3
batang sehari. Sedangkan dulu sampai 5 bungkus.
"Tadi malam saya menghadap Bapak Presiden, pamit untuk berobat,"
cerita Mudjono pula. "Saya bismillah. Ya, mohon doa restu saja.
Merdeka!" pekik Mayor Jenderal pensiunan itu menutup percakapan
dengan TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini