"TERBITKAN saja dulu, otentikasi urusan belakangan," usul salah
seorang wartawan dalam rapat redaksi majalah Stern, di
kantornya, di Hamburg. Pokok perdebatan adalah rencana pemuatan
catatan harian Hitler -- hasil pelacakan wartawan kawakan Gerd
Heidemann selama tiga tahun.
Pemimpin Redaksi Stern, Henri Nannen tak mau ambil risiko berat.
Pengecekan terhadap dokumen itu segera dilakukan Stern. Ahli
tulisan tangan Ordway Hilton mengakui keabsahan dokumen Hitler
itu. Ia diperkuat oleh dosen sejarah di Universitas Cambridge,
Trevor Roper, dengan catatan bahwa di antara 62 buku Hitler itu
pasti ada yang palsu.
Setelah mendengar keterangan ahli itu akhirnya dewan redaksi
memutuskan Stern memuat dokumen yang peka itu. Sementara
penelitian tambahan, antara lain di Arsip Federal Jerman Barat
di Koblenz, juga jalan terus. Pemuatan pertama catatan harian
Hitler di majalah yang tebalnya 276 halaman itu dimulai 22
April, rencananya 28 seri, dan akan berakhir tahun depan. Logo
bintang (stern) di pojok kiri diimbangi dengan harga baru untuk
eceran DM 4 atau sekitar Rp 1.00 (sebelumnya Rp 1.000) di pojok
kanan. Ternyata majalah tetap laris dan oplah naik jadi 2 juta
eksemplar -- sebelumnya 1,7 juta eksemplar.
Keputusan Sten dikritik keras oleh berbagai koran dan majalah,
di dalam maupun di luar Jerman, mereka menuduh Stern melakukan
penyiaran tak bertanggung jawab." Tapi yang dituding tak acuh
saja.
Untuk mem6eli buku-buku harian Hitler itu, Stern kabarnya
mengeluarkan biaya lebih dari Rp 3 milyar -- termasuk komisi
untuk Heidemann sebesar Rp 600 juta. Sisa dana yang dikeluarkan
Stern itu, sebagian besar dipakai Heidemann untuk melacak
kebenaran info yang mereka terima tentang buku itu di
pertengahan tahun 1970-an sebagian waktu dihabiskannya di Jerman
Barat, Jerman Timur, Austria, Swiss, dan Amerika Selatan.
Untuk menebus biaya-biaya tadi, Stern, yang dikenal mengutamakan
investigative reporting, menjual hak penyiaran dokumen Hitler
itu pada penerbitan lain. Yang membeli, antara lain, Paris
Match, Panorama (Italia), dan El Tiempo (Spanyol) -- kontraknya
belum terungkap. Yang sudah jelas baru Times (London). Mereka
telah membayar separuh dari kontrak Rp 400 juta.
Baru sempat panen dua minggu, pemerintah Jer-Bar menyatakan
buku-buku harian itu palsu. Akibatnya banyak pembeli, juga
calon, membatalkan kontrak. "Kami akan menagih kembali uang
kami," kata Arthur Brittenden dari Times London.
"Dalam 35 tahun usia Stern, baru sekali ini kami terkecoh," kata
Henri Nannen.
"Tak ada alasan untuk malu." Namun dua dari tiga redpelnya,
Peter Koch dan Felix Schmidt, tak tahan untuk bertebal muka lalu
meninggalkan penerbitan itu.
Untuk membersihkan citra Stern, yang menduduki urutan ke tujuh
dalam oplah di belakang Horzu (4,3 juta eksemplar) sampai Neue
Post (1,9 juta), telah memecat Gerd Heidemann dan mengajukannya
ke meja hijau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini