PERWIRA tinggi korps baret merah, Letjen Seno Hartono, 56
tahun, dikenal sebagai militer tulen. "Hampir seluruh hidup
saya sebagai komandan militer," katanya kepada TEMPO. Tapi sejak
7 Mei ia beroleh pos baru yang nonmiliter: Inspektur Jenderal
Departemen Pariwisata, Pos & Telekomunikasi.
Ayah lima anak itu mengungkapkan bahwa sehabis tugasnya awal
tahun ini sebagai panglima Kowilhan IV di Biak, Irian Jaya, ia
mengurus masa persiapan pensiun -- yang sempat tertunda
setahun. "Saya benar-benar tak menyangka akan menjadi Irjen,"
tambahnya seraya tersenyum, di kediamannya yang sederhana di
kompleks Kopassandha, Cijantung, Jakarta Timur.
Rambutnya yang ikal tampak mulai memutih. Namun perawakannya
masih kekar. Tak heran. Pria berkulit hitam itu (tinggi 1,69
meter, berat 73 kg) memang gemar berolah raga: tenis, voli,
atletik. Bahkan sampai saat ini masih sering melakukan terjun
bebas.
Seno Hartono, lahir di Madiun, anak bungsu dari 10 bersaudara
keluarga petani. Lulusan AMN angkatan pertama, 1948 ini, semula
bercita-cita menjadi penerbang. "Tapi pada saat pecah revolusi
yang ada kan hanya AMN bagian darat," tuturnya. "Setelah dua
tahun di sana baru ada jurusan lain." Kawan seangkatan waktu itu
antara lain Prof.
Subroto, kini menteri Pertambangan, Letjen Sayidiman, kini
Dubes RI di Jepang dan Letjen J. Henuhili yang kini menjabat Dan
Jen Akabri di Magelang.
Namanya dikenal luas ketika dalam pangkat Brigjen ia ditugaskan
sebagai Pangdam Tanjungpura, Kalimantan Barat. Ia diberi waktu
seratus hari untuk menyudahi pengacauan gerombolan PGRS/Paraku.
Ia sukses. Kemudian berturut-turut Seno menjadi Danjen
Kobangdiklat di Bandung, Asisten Operasi Hankam untuk kemudian
'ditaruh' di Biak sebagai Pangkowilhan IV.
Kini dalam jabatannya selaku Irjen, Seno tak ubahnya bagai "sapu
baru", dan seperti sering jadi pemeo: sapu baru bersih
sapuannya. Perwira baret merah ini memang sejak lama dijuluki
kalangannya sebagai 'lurus tabung' alias jujur.
Dengan sikapnya itu pula ia kini menyandang tugas barunya, meski
diakuinya: "Saya tak pernah ada pengalaman di belakang meja."
Tapi seperti diutarakannya, "saya baru akan bisa dibilang sukses
bila di departemen ini sedini mungkin dicegah adanya kasus agar
tidak membengkak." Sebab, tambahnya, "kalau sempat kasus
membengkak, itu namanya Irjen-nya tidur. . . ".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini