PRATIWI Soedarmono mungkin kini sangat terhibur. Bukan oleh Asmuni dari Srimulat, tapi dari rekannya, antariksawati dari AS, yang pekan lalu tiba di Indonesia, Bonnie J. Dunbar. Kepada Pratiwi, calon antariksawati kita yang sudah menunggu sekitar tiga tahun dan belum juga mengangkasa luar, Miss Dunbar bilang, ia saja harus menunggu lima tahun sebelum dilemparkan menjelajah ruang tanpa bobot. Adapun maknanya, Pratiwi disuruh bersabar. Bahkan Miss Dunbar sendiri pun menguji kesabaran Pratiwi. Di hari pertama kedatangan antariksawati AS itu, Senin pekan lalu, sudah disediakan acara, yakni seminar ilmiah di gedung Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Amerika, Jakarta, dengan pembicara mereka berdua itu. Rencana pertemuan pukul 13.30. Tapi Bonnie, yang sudah mengelilingi bumi 111 kali itu, baru muncul dua jam kemudian. Pesawat yang ditumpanginya diserang badai di Hong Kong, katanya. Para penyambut Dunbar di Surabaya pun, Rabu pekan lalu, harus pula bersabar. Seharusnya, antariksawati ahli rekayasa biomedik itu turun di Surabaya pukul 13.00 siang. Ternyata, ia baru tiba menjelang magrib. Badai lagi? Bukan, kali ini pesawat Garuda jadi gara-gara. Dan biarpun Bonnie berstatus pilot dengan 200 jam terbang solo, ternyata ia tak bisa berbuat apa pun bila pesawat terlambat. Dan ini masih soal kesabaran juga. Setelah menunggu delapan tahun barulah di lanuma Juanda, Surabaya, hari itu Dunbar bertemu anak asuhnya, Rina Astuti, pelajar kelas 2 SMA Negeri Bantul, Yogyakarta, yang sengaja didatangkan ke Surabaya. Bonnie Dunbar, 38 tahun, belum menikah, anggota Foster Parent Plan International yayasan internasional yang memberi bantuan kepada anak-anak yang tak mampu. Sudah sejak Desember 1979 Rina menjadi anak angkat Dunbar. Setiap bulan Rina dikirimi uang. Pertemuan pertama kalinya ini penuh keharuan. Dunbar tak henti-henti mengelus rambut Rina. Mungkin, remaja Indonesla itu pun dibisikinya, untuk bersabar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini