BILA pers digugat, apa hasilnya? Seorang wartawannya bakal jadi dirjen. Setidaknya itulah yang dialami Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika (PPG) sekarang, Edward Janner Sinaga. Inilah kisah di pertengahan 1950-an. Joesoep Sou'yb, pemimpin redaksi Warta Berita yang terbit di Medan nyaris masuk tahanan. Seorang wartawannya menulis berita tentang penangkapan sejumlah orang di daerah Teritorium Bukit Barisan yang dituduh korupsi. Tak ayal lagi Panglima Teritorium, Kolonel M. Simbolon kala itu, langsung menyangkal. "Berita itu bohong," tutur Joesoep, kini 72 tahun, menirukan kata-kata Panglima dalam konperensi pers yang khusus diselenggarakan untuk membantah berita itu. Joesoep sendiri, setelah konperensi pers, tak bisa segera pergi. Ia diinterogasi di kantor Jaksa Militer. Juru periksa berpangkat mayor mengancam akan memenjarakannya sembilan bulan, jika ia tidak menyebutkan wartawan yang meliput rahasia itu. Joesoep cuma bungkam. Sebagai pemimpin redaksi, dialah memang yang mesti bertanggung jawab. Nama Janner Sinaga tetap disembunyikan. "Lebih baik tahan saya saja. Dan apakah memberitakan korupsi itu salah?" tutur Joesoep, mengulang jawabannya dulu itu. Dan harian tersebut, juga Janner, juga Joesoep tidak kapok. Sekali lagi korupsi diberitakan. Dan untuk kedua kalinya Joesoep dimintai pertanggungjawaban. "Tapi saya tidak sampai ditahan," tuturnya. Dan 32 tahun kemudian wartawan Joesoep yang "nakal" itu, pemegang kartu pers harian Angkatan Bersenjata sejak 1966, menjadi dirjen. Kata Janner, 56 tahun, belum lama ini, "Saya berterima kasih kepada Pak Joesoep Sou'yb, mungkin karena pengalaman itu saya kini jadi pembina pers nasional."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini