Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Akademikus sekaligus seniman Saras Dewi memanfaatkan hutan kota UI untuk melepas tekanan pikiran.
Belakangan, dosen filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI ini mengajak para mahasiswanya belajar di hutan.
Saras Dewi kegirangan saat berserobok dengan seekor kobra jawa, yang dianggap sebagai predator penjaga keseimbangan ekosistem.
SARAS Dewi tergolong orang yang beruntung. Sebab, lokasi healing-nya hanya sepelemparan batu dari tempat kerjanya di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia, yaitu hutan kota UI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setiap kali pikirannya mumet, Ketua Program Studi Ilmu Filsafat periode 2010-2016 itu langsung melangkah ke hutan. Di sana, akademikus yang juga penyanyi itu seperti memasuki alam yang berbeda, meski jaraknya hanya kurang dari 2 kilometer dari hiruk-pikuk Jalan Margonda, Depok, Jawa Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan alunan nyanyian burung serta suara jangkrik dan kawan-kawan di tengah kerimbunan, pikiran Saras Dewi, 41 tahun, kembali tenang. “Di dalam hutan, ada rasa syahdu,” kata Saras kepada Tempo di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, pada Kamis, 28 November 2024.
Belakangan, pengajar mata kuliah Etika Filsafat Lingkungan ini juga mengajak mahasiswanya masuk hutan kota yang memiliki luas 90 hektare dengan enam danau tersebut. Mereka diberi tugas, misalnya, mencari penyebab masalah air di perkotaan, lalu mendatangi danau. Awalnya ada yang takut karena belum pernah menjamah rimba. Tapi, menurut Saras, pada akhirnya semua senang.
Saking seringnya keluar-masuk hutan kota UI, aktivis penentang reklamasi Tanjung Benoa, Bali, itu sampai berteman dengan penghuninya, yaitu seekor kobra jawa (Naja sputatrix). “Badannya hitam, legit, matanya jernih. Cantik banget,” ujar Saras. Dia dua kali berpapasan dengan ular itu—terakhir kali pada Senin, 11 November 2024. Setiap kali bertemu, dia melanjutkan, mereka bertatapan sekian detik, sebelum sang predator merayap di bawah dedaunan, lalu menghilang. Kini, saban kali masuk hutan, Saras selalu celingukan mencari teman barunya itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo