HAJI Abdul Malik Karim Amarullah lebih kebeken dengan panggilan
Buya Hamka, pernah dijenguk orang film. Dia sendiri tldak ingat
siapa namanya, tapi kunjungan di bulan puasa itu memberi tawaran
kepada Buya untuk main film. Judul film: Isteri Mata Duitan.
Semula Buya yang juga duduk sebagai Ketua Majelis Ulama
Indonesia tidak menolak. Boleh-boleh saja tampangnya terpampang
di layar putih, asal dibidik ketika memberi ceramah sunguhan.
Misalnya di Mesjid Agung Al Azhar, Kebayoran.
Tapi sutradara maunya lain: ingin menampilkan Hamka sebagai
pemberi ceramah, dan yang mendengar ceramah itu orang-orang film
sendiri. Akting dan segalanya sengaja diatur untuk Isteri Mata
Duitan. "Itu saya tidak mau," ujar Buya. "Untuk apa saya
berpura-pura memberi khotbah kalau hanya untuk film?"
Dia menyesalkan sebuah harian yang memuat berita, bahwa Hamka
akan turut serta dalam Isleri Mata Duitan. Surat bantahan pun
dibuat. Tambah Buya lagi, sambil menjulurkan kakinya di meja:
"Manusia kan sudah menempuh jalannya sesuai dengan bakatnva.
Untuk apa lagi saya main film, itu kan memaksa diri. Meskipun
honornya besar, saya tidak mau."
Umurnya kini 69 tahun, 17 Pebruari yang lalu. Acara setiap
minggunya cukup padat. Malam Jum'at akhir bulan muncul di teve.
Suaranya berkumandang di waktu subuh setiap hari Senin, Selasa
dan Rabu di corong RRI. Minggu pagi di Mesjid Al Azhar. "Dan
saya yakin bahwa jalan saya hanya sekitar dakwah," katanya lagi
sambil membetulkan letak lengan kemeja potongan Cina yang putih
bersih. "Seperti di film itu, 'kan hanya pura-pura saja." Cuma
pernah, sekitar bulan Oktober tahun lalu, Hamka dilarang muncul
di teve karena peristiwa Sawito.
Seumur hidupnya, Hamka belum pernah menerima ijazah sekolah.
Sekolahnya berhenti sampai kelas 2 Sekolah Dasar saja. "Tapi
sesudah itu saya belajar keras setengah mati," ujarnya. "Baca
sendiri segala macam buku dan harus mempunyai keberanian luar
biasa. Karena itu, jangan ditiru oleh anak-anak sekarang."
Ketika umurnya 16 tahun, dari Sumatera Barat merantau ke Yogya.
Di sanalah Hamka mulai ikut dalam pergerakan Islam dan belajar
dari Almarhum HOS Tjokroaminoto. Umur 19 tahun. naik haji. Di
situlah lahir inspirasinya untuk membuat roman Di Bawah
Lindungan Ka'bah. Bukubuku roman lainnya yang pernah ditulisnya
antara lain Merantau ke Deli, Tuan Direktur, A ngkatan Baru dan
tahun 1950 keluar Menunggu Beduk Berbunyi, sebagai buku romannya
terakhir. Tahun 1958 mendapat gelar Ulama Besar dari Universitas
Al Azhar di Kairo. Juni 1974 mendapat gelar Doktor H.C. dari
National University di Kuala Lumpur.
Ayah 7 orang anak laki-laki dan 3 orang perempuan ini jadi duda
di tahun 1972. Setahun kemudian - atas anjuran anak-anaknya -
Hamka menikah lagi dengan seorang janda dari Cirebon. Di waktu
senggangnya, dia lalap semua majalah seperti Femina, sampai ke
Lelaki, Adam & Eva dan Ultra. Juga novel-novel Motinggo Busye.
"Memang banyak bau seksnya," kata Buya, "tapi pengarangnya tidak
pernah lupa menonjolkan segi baiknya. Orang-orang yang tidak
jujur yang dihantam Motinggo. Di situlah letak bagusnya. Tetapi
memang banyak bau seksnya."
Setiap pagi Hamka tidak pernah absen jalan kaki sekitar rumahnya
sebagai olahraga . Malam hari jarang keluar. Pergi ke bioskop
yang terakhir di tahun 1962. "Teve banyak menolong saya,"
katanya lagi. "Kan ada Ironside lannix dan macam-macam. Dari
situlah hiburan saya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini