SEORANG turis Perancis, baru-baru ini dinyatakan hilang di
Pulau Komodo - itu pulau suaka biawak komodo (Varanus
Komodiensis) antara Sumbawa dan Flores. Malam dikhawatirkan
begitu AP mengutip Antara dari Ampenen (NTB), dua minggu lalu
-- dia sudah habis dilalap buaya darat itu.
Turis itu memisahkan diri dari rombongan yang dipandui penduduk
setempat. Karena tidak kembali, para petugas keamanan serta
penduduk pergi mencarinya. Ternyata, yang ditemui hanya sebuah
kamera foto di dekat tempat biawak raksasa itu hidup. Diduga
tustel itu milik turis asing tadi. Makanya disimpulkan:
wisatawan malang itu sudah dibikin pesta oleh itu kawanan kadal
raksasa.
Ini bukan cerita pertama tentang hal semacnm. Awal tahun ini ada
cerita tentang seorang turis cilik yang juga hilang di sana. Dua
tahun lalu, seorang lelaki tua Swis, 80, pun hilang di pulau ini
juga. Tapi betulkah biawak raksasa yang diduga mampu bertahan
dalam habitat aslinya semenjak zaman Es terakhir, sudah begitu
buas dan lapar sehingga menyerang manusia juga?
"Aneh. Biasanya ora (istilah lokal untuk biawak komodo red)
takut kepada manusia. Dia baru mau memperlihatkan dirinya kalau
diumpan dengan bangkai kambing. Setelah disembelih isi perut
kambing itu dijurai kan agar bau darah memikat orang yang hidup
di gua-gua di gunung. Kalau sudah sibuk melahap kambing itu,
kita mendekat dan memotretnya pun dia tidak peduli. Tapi kalau
belpapasan di jalan, dialah yang selalu lari menjauh. Jadi
kenapa sekarang tiba-tiba jadi agresif?"
Mungkin Kepanasan
Itu pertanyaan dua orang staf ahli Direktorat PPA (Perlindungan
& Pengawetan Alam). drs. Ton van der Zon dan ir. Yaya Mulyana,
yang baru dua bulan lalu meninggalkan pulau di kawasan Flores
Barat itu. Di sana dua bulan lamanya mereka berjalan dan naik
perahu motor, menjelajahi medan perburuan biawak komodo yang
tinggal tersebar dari daratan Flores Barat sampai ke Pulau-Pulau
Komodo, Padar, Rinca (lihat peta).
Menurut Van der Zon (29), kalau memang ada turis yang mati di
Komodo atau pulau-pulau lainnya, mungkin tidak karena langsung
diserang ora sampai mati lalu dimakan. "Seperti turis dari Swiss
itu. Mungkin dia mati kena serangan jantung. Atau pingsan karena
kepanasan. Baru setelah pingsan atau mati, ora melahapnya."
Cara orang menangkap mangsanya, menurut Yaya Mulyana, "ada
kemiripan seperti ular pitom" Sang kadal purbakala itu suka
berbaring diam saja di dekat tempat rusa merumput. Nah, nanti
kalau ada rusa melintas, sang biawak langsung menyergap. Maklum,
kalau memang diajak berpacu, jangankan dengan rusa. Dengan
manusia saja biawak yang panjangnya bisa mencapai 3 meter dengan
berat 100 kilo itu pasti keok.
Selain rusa, habitat di sana juga menyediakan babi liar dan
kera untuk makanan hewan pemakan daging ini. Tanpa mengganggu
manusia, yang juga hidup dengan aman di pulau-pulau itu dan
kebanyakan nelayan. Di Pulau Komodo ada satu karnpung yang
dihuni 500 jiwa. Sedang Pulau Rinca sedikit lebih padat.
Penghuninya sekitar 700 orang, terbagi dalam dua kampung. Adapun
Pulau Padar yang kecil itu kosong manusia sama sekali, sehingga
di situ sang biawak bisa bebas jadi raja.
Di Pulau Komodo sendiri dikabarkan ada seekor biawak dewasa yang
sudah rada jinak, dan suka masuk kampung mencuri kambing. Karuan
saja kalau itu mbah biawak datang, penduduk kontan naik ke rumah
panggung mereka setelah mengamankan kandang ternak di kolong
rumah. Tapi pada umumnya, antara manusia dan cucu dinosaurus itu
berlaku prinsip koeksistensi secara damai.
Anjing-anjing Pensiun
Tak berarti bahwa kelestarian satwa lindungan tak terancam.
Namun ancaman, menurut pengamatan kedua tenaga PPA itu, justru
datang dari luar. Orang-orang Ende (Flores) dan Sape (Sumbawa),
suka berburu rusa ke cagar alam itu. Mereka berburu dengan
anjing yang setelah selesai tugasnya ada yang kontan
dipensiunkan di pulau-pulau itu juga. Anjing-anjing itu tak
perlu merana. Sebab padang perburuan rusa dan babi terhampar
dengan bebas di depan moncong mereka, walaupun di kampung
nelayan Komodo yang umumnya beragama 1slam anjing tak mendapat
tempat Maka populasi anjing liar pun berkem bang pesat.
Sementara populasi rusa merosot - sehingga sumber mangsa sang
biawak pun terancam.
Nah. Persaingan rizki antara anjing dan biawak raksasa itu
lama-lama bisa memunahkan sang biawak sendiri. Sebab dalam
masyarakat biawak dikenal kebiasaan kanibalisme. Kalau hewan
mangsa tidak cukup untuk makanan seluruh masyarakat biawak, maka
biawak yang kuat akan memangsa biawak yang lemah.
Mungkin itu sebabnya, sebagai akibat 'seleksi alamiah' puluhan
tahun terakhir, dari sekitar 5000 biawak komodo yang bermukim di
sana, biawak dewasanya tinggal sekitar 1000 ekor. Biawak jantan
yang dewasa, jumlahnya hampir 3 kali biawak betina dewasa.
Menurut taksiran Auffenberg, sarjana AS yang paling akhir
meneliti satwa lindungan ini tahun 1972, biawak betina dewasa
tinggal 300 ekor.
Itu sebabnya, ahli-ahli komodo di PPA Bogor itu merasa agak
cemas dengan penangkapan biawak komodo yang makin kerap
akhir-akhir ini. Khususnya untuk dihadiahkan kepada
negara-negara sahabat. "Tahun lalu saja Seksi PPA di Labuangbajo
(Flores Barat) disuruh menangkap 30 ekor ora dewasa," tutur Van
der Zon dan Yaya Mulyana dengan nelangsa.
Padahal biawak komodo kini termasuk dalam daftar 77 satwa langka
yang dilindungi oleh SK Menteri Pertanian No.35/1975. Makanya
pihak PPA di Bogor sedang sibuk menyusun rencana pentahbisan
Pulau-pulau Komodo, Padar, Renca dan Motang, menjadi satu taman
nasional - agar seluruh flora dan fauna di sana dilindungi
kelestariannya. Kalau rencana anak-buah Dirjen Kehutanan
Sudjarwo ini bisa gol ke Bappenas tahun depan, maka Kepulauan
Komodo itu akan menjadi taman kedua setelah Ujungkulon. Biayanya
selama 5 tahun pertama sekitar Rp 600 juta. Termasuk pendirian
pos-pos pengawasan, lapangan terbang, jip safari, perahu
bermotor, dan personalia.
Namun yang mendesak, menurut Mulyana, adalah "pelarangan
pemburuan rusa dan babi, pengungsian anjinanjing liar dari
kepulauan itu, serta pembatasan penangkapan biawak betina yang
diperlukan untuk reproduksi." Hanya dengan jalan demikian
populasi biawak dan mangsanya bisa seimbang kembali. Begitu pula
keseimbangan antara biawak dewasa dan turunannya, serta antara
biawak jantan dan betina.
Sedang untuk mempersubur tumbuhnya rumput di kepulauan itu -
agar mampu mendukung populasi biawak, rusa, babi dan segelintir
kera di hutan belukar yang tak seberapa- "rumput perlu dibakar
secara periodik dan terkontrol." Tindakan itu, mempercepat
peremajaan rumput hijau.
Mulyana juga mengusulkan agar dibangun lapangan terbang langsung
di Pulau Komodo, dan Seksi PPA yang ada sekarang di Labuangbajo
dipindahkan ke Komodo. Maksudnya, agar turis dari Bali bisa
terbang langsung ke Komodo, tanpa perlu mampir di daratan Flores
dulu. Soalnya, banyak juga turis asing maupun pribumi yang kini
melancong - atau berburu rusa secara gelap - tanpa melapor ke
Labuangbajo lebih dulu.
Mereka itu datang lewat 'pintu belakang' (atau 'pintu depan'?).
Yakni naik perahu dari Pelabuhan Sape, Sumbawa. Akibatnya,
itulah. Turis asing yang tidak ditemani pandu PPA, bisa kesasar,
pingsan, atau 'hilang' begitu saja. Sedang keselamatan populasi
rusa Timor dan babi di 'pulau-pulau suaka itu pun tak terawasi
Sebab pengawasnya berada di daratan Flores, jauh dari Komodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini