Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ada Turis Dimakan Kadal ?

Wisatawan prancis yang hilang dipulau komodo, diduga dimangsa komodo. menurut staf ahli direktorat ppa, turis itu mati kena serangan jantung, pingsan kepanasan atau tersesat.

15 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG turis Perancis, baru-baru ini dinyatakan hilang di Pulau Komodo - itu pulau suaka biawak komodo (Varanus Komodiensis) antara Sumbawa dan Flores. Malam dikhawatirkan begitu AP mengutip Antara dari Ampenen (NTB), dua minggu lalu -- dia sudah habis dilalap buaya darat itu. Turis itu memisahkan diri dari rombongan yang dipandui penduduk setempat. Karena tidak kembali, para petugas keamanan serta penduduk pergi mencarinya. Ternyata, yang ditemui hanya sebuah kamera foto di dekat tempat biawak raksasa itu hidup. Diduga tustel itu milik turis asing tadi. Makanya disimpulkan: wisatawan malang itu sudah dibikin pesta oleh itu kawanan kadal raksasa. Ini bukan cerita pertama tentang hal semacnm. Awal tahun ini ada cerita tentang seorang turis cilik yang juga hilang di sana. Dua tahun lalu, seorang lelaki tua Swis, 80, pun hilang di pulau ini juga. Tapi betulkah biawak raksasa yang diduga mampu bertahan dalam habitat aslinya semenjak zaman Es terakhir, sudah begitu buas dan lapar sehingga menyerang manusia juga? "Aneh. Biasanya ora (istilah lokal untuk biawak komodo red) takut kepada manusia. Dia baru mau memperlihatkan dirinya kalau diumpan dengan bangkai kambing. Setelah disembelih isi perut kambing itu dijurai kan agar bau darah memikat orang yang hidup di gua-gua di gunung. Kalau sudah sibuk melahap kambing itu, kita mendekat dan memotretnya pun dia tidak peduli. Tapi kalau belpapasan di jalan, dialah yang selalu lari menjauh. Jadi kenapa sekarang tiba-tiba jadi agresif?" Mungkin Kepanasan Itu pertanyaan dua orang staf ahli Direktorat PPA (Perlindungan & Pengawetan Alam). drs. Ton van der Zon dan ir. Yaya Mulyana, yang baru dua bulan lalu meninggalkan pulau di kawasan Flores Barat itu. Di sana dua bulan lamanya mereka berjalan dan naik perahu motor, menjelajahi medan perburuan biawak komodo yang tinggal tersebar dari daratan Flores Barat sampai ke Pulau-Pulau Komodo, Padar, Rinca (lihat peta). Menurut Van der Zon (29), kalau memang ada turis yang mati di Komodo atau pulau-pulau lainnya, mungkin tidak karena langsung diserang ora sampai mati lalu dimakan. "Seperti turis dari Swiss itu. Mungkin dia mati kena serangan jantung. Atau pingsan karena kepanasan. Baru setelah pingsan atau mati, ora melahapnya." Cara orang menangkap mangsanya, menurut Yaya Mulyana, "ada kemiripan seperti ular pitom" Sang kadal purbakala itu suka berbaring diam saja di dekat tempat rusa merumput. Nah, nanti kalau ada rusa melintas, sang biawak langsung menyergap. Maklum, kalau memang diajak berpacu, jangankan dengan rusa. Dengan manusia saja biawak yang panjangnya bisa mencapai 3 meter dengan berat 100 kilo itu pasti keok. Selain rusa, habitat di sana juga menyediakan babi liar dan kera untuk makanan hewan pemakan daging ini. Tanpa mengganggu manusia, yang juga hidup dengan aman di pulau-pulau itu dan kebanyakan nelayan. Di Pulau Komodo ada satu karnpung yang dihuni 500 jiwa. Sedang Pulau Rinca sedikit lebih padat. Penghuninya sekitar 700 orang, terbagi dalam dua kampung. Adapun Pulau Padar yang kecil itu kosong manusia sama sekali, sehingga di situ sang biawak bisa bebas jadi raja. Di Pulau Komodo sendiri dikabarkan ada seekor biawak dewasa yang sudah rada jinak, dan suka masuk kampung mencuri kambing. Karuan saja kalau itu mbah biawak datang, penduduk kontan naik ke rumah panggung mereka setelah mengamankan kandang ternak di kolong rumah. Tapi pada umumnya, antara manusia dan cucu dinosaurus itu berlaku prinsip koeksistensi secara damai. Anjing-anjing Pensiun Tak berarti bahwa kelestarian satwa lindungan tak terancam. Namun ancaman, menurut pengamatan kedua tenaga PPA itu, justru datang dari luar. Orang-orang Ende (Flores) dan Sape (Sumbawa), suka berburu rusa ke cagar alam itu. Mereka berburu dengan anjing yang setelah selesai tugasnya ada yang kontan dipensiunkan di pulau-pulau itu juga. Anjing-anjing itu tak perlu merana. Sebab padang perburuan rusa dan babi terhampar dengan bebas di depan moncong mereka, walaupun di kampung nelayan Komodo yang umumnya beragama 1slam anjing tak mendapat tempat Maka populasi anjing liar pun berkem bang pesat. Sementara populasi rusa merosot - sehingga sumber mangsa sang biawak pun terancam. Nah. Persaingan rizki antara anjing dan biawak raksasa itu lama-lama bisa memunahkan sang biawak sendiri. Sebab dalam masyarakat biawak dikenal kebiasaan kanibalisme. Kalau hewan mangsa tidak cukup untuk makanan seluruh masyarakat biawak, maka biawak yang kuat akan memangsa biawak yang lemah. Mungkin itu sebabnya, sebagai akibat 'seleksi alamiah' puluhan tahun terakhir, dari sekitar 5000 biawak komodo yang bermukim di sana, biawak dewasanya tinggal sekitar 1000 ekor. Biawak jantan yang dewasa, jumlahnya hampir 3 kali biawak betina dewasa. Menurut taksiran Auffenberg, sarjana AS yang paling akhir meneliti satwa lindungan ini tahun 1972, biawak betina dewasa tinggal 300 ekor. Itu sebabnya, ahli-ahli komodo di PPA Bogor itu merasa agak cemas dengan penangkapan biawak komodo yang makin kerap akhir-akhir ini. Khususnya untuk dihadiahkan kepada negara-negara sahabat. "Tahun lalu saja Seksi PPA di Labuangbajo (Flores Barat) disuruh menangkap 30 ekor ora dewasa," tutur Van der Zon dan Yaya Mulyana dengan nelangsa. Padahal biawak komodo kini termasuk dalam daftar 77 satwa langka yang dilindungi oleh SK Menteri Pertanian No.35/1975. Makanya pihak PPA di Bogor sedang sibuk menyusun rencana pentahbisan Pulau-pulau Komodo, Padar, Renca dan Motang, menjadi satu taman nasional - agar seluruh flora dan fauna di sana dilindungi kelestariannya. Kalau rencana anak-buah Dirjen Kehutanan Sudjarwo ini bisa gol ke Bappenas tahun depan, maka Kepulauan Komodo itu akan menjadi taman kedua setelah Ujungkulon. Biayanya selama 5 tahun pertama sekitar Rp 600 juta. Termasuk pendirian pos-pos pengawasan, lapangan terbang, jip safari, perahu bermotor, dan personalia. Namun yang mendesak, menurut Mulyana, adalah "pelarangan pemburuan rusa dan babi, pengungsian anjinanjing liar dari kepulauan itu, serta pembatasan penangkapan biawak betina yang diperlukan untuk reproduksi." Hanya dengan jalan demikian populasi biawak dan mangsanya bisa seimbang kembali. Begitu pula keseimbangan antara biawak dewasa dan turunannya, serta antara biawak jantan dan betina. Sedang untuk mempersubur tumbuhnya rumput di kepulauan itu - agar mampu mendukung populasi biawak, rusa, babi dan segelintir kera di hutan belukar yang tak seberapa- "rumput perlu dibakar secara periodik dan terkontrol." Tindakan itu, mempercepat peremajaan rumput hijau. Mulyana juga mengusulkan agar dibangun lapangan terbang langsung di Pulau Komodo, dan Seksi PPA yang ada sekarang di Labuangbajo dipindahkan ke Komodo. Maksudnya, agar turis dari Bali bisa terbang langsung ke Komodo, tanpa perlu mampir di daratan Flores dulu. Soalnya, banyak juga turis asing maupun pribumi yang kini melancong - atau berburu rusa secara gelap - tanpa melapor ke Labuangbajo lebih dulu. Mereka itu datang lewat 'pintu belakang' (atau 'pintu depan'?). Yakni naik perahu dari Pelabuhan Sape, Sumbawa. Akibatnya, itulah. Turis asing yang tidak ditemani pandu PPA, bisa kesasar, pingsan, atau 'hilang' begitu saja. Sedang keselamatan populasi rusa Timor dan babi di 'pulau-pulau suaka itu pun tak terawasi Sebab pengawasnya berada di daratan Flores, jauh dari Komodo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus