"WAH. tunggu dulu, jangan tanya saya. Saya harus lapor bos
dulu," kata Dirjen Perhubungan ldara Marsekal Muda Kardono.
Begilu turun dari pesawat Thai International, begitu banyak
orang ingin menyalaminya lengkap dengan berbagai pertanyaan.
Menteri Perhubungan Emil Salim memeluknya erat-erat. Dirjen
Perhubungan Laut Haryono Nimpuno bahkan sempat membopongnya
beberapa putaram Sementara itu Rochayaty Kardono, sang nyonya,
berpelukan sambil menangis dengan anak-anaknya.
Kardono adalah salah seorang yang mendapat "kenikmatan" dibajak
oleh apa yang menamakan diri mereka Tentara Merah Jepang, selama
132 jarn 40 menit. Dalam pesawat JAL yang dibajak itu ada 16
macam kewarganegaraan. Yang pertama tahu pesawat dibajak, konon
nyonya Kardono. "Isteri saya melihat terus pada seorang pembajak
yang pakai kumis," cerita Kardono. Bukan karena apa-apa --
karena lucu, sebab kumisnya menceng. Si pembajak ternyata pakai
kumis palsu.
Kardono bercerita cukup panjang. Mungkin karena lelah, kalimat
dan jalan ceritanya sedikit kacau. Tindakan pertama para
pembajak adalah pengumuman kepada penumpang bahwa pesawat
dibajak. "Kami tidak memusuhi kalian, tapi Pemerintah Jepang
yang imperialis," begitu alasan mereka. Kemudian mereka disuruh
tutup jendela. Lantas seluruh jam tangan, vulpen, dan apa saja
milik penumpang, dikumpulkan dalam satu baki. "Tangan saya
memang saya copot jamnya," lanjut Kardono dengan kalimat yang
masih kacau, "tapi katul lagi (terwah red) ke tangan saya."
Jam itu dia taruh di bawah bantalan kursi. "Lha jam tangan saya
ini kan termasuk mahal," tambahnya. Mereknya Rolex, emas, dan
berkronometer.
Marsekal Muda yang lahir di Kemusu Yogya ini (satu desa dengan
Presiden Suharto) berhasil tipuannya agar isterinya dilepas
lebih dulu. Secara sembunyi dia mengerok tengkuk isterinya
sampai merah hitam (mungkin juga masuk angin betulan). Lantas
oleh dokter yang kebetulan ada di pesawat, dilaporkan. Karena
takut penyakit menular, isterinya dilepas oleh pembajak -- masih
di lapangan udara Dacca.
"Fisik saya kuat, keadaan sehat oleh karena baru saja . . . ah,
apa namanya . . . berpuasa. Jadi kalau hanya 12 jam ndak makan
saja, ya kuat," ceritanya lagi. Kardono salah seorang dari 12
penumpang yang dilepas pembajak paling akhir di Aljazair.
Kedutaan RI di sana menyediakan sebuah wisma untuk istirahat.
Kardono menolak, dan mengajukan dua permintaan saja: telepon ke
Jakarta ke Emil Salim, dan cukur janggut.
Kardono bertemu kembali dengan isterinya (dan kedua anaknya yang
menyusul) di Bangkok Adapun para pembajak yang masih di
Aljazair, terakhir kali melemparkan surat terbuka berupa ancaman
kepada Perdana Menteri Takeo Fukuda. Surat tersebut disiarkan
Kantor Berita Reuter. Pemerintah Jepang kemudian minta kepada
Pemerintah Aljazair untuk menyampaikan uang tebusan (AS$ 6 juta,
tapi kabarnya tidak sejumlah itu lagi) dan ekstradisi untuk para
pembajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini