Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELAMA pandemi Covid-19, menata rambut menjadi urusan pelik. Bagi sejumlah duta besar Indonesia di berbagai negara, tutupnya salon dan tempat pangkas rambut akibat pembatasan sosial menimbulkan kerepotan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Duta Besar Indonesia untuk Kanada, Abdul Kadir Jailani, misalnya, memutuskan membeli alat cukur elektronik dan meminta bantuan putranya, Esam Aljufri, untuk memangkas rambutnya pekan lalu. "Dua bulan tidak cukur rambut. Sudah jelek banget, he-he-he..., " kata Abdul Kadir, 54 tahun, saat dihubungi, Rabu, 10 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Esam, 18 tahun, sebenarnya tidak bisa memangkas rambut. Tapi karena belum ada tempat pangkas rambut yang buka, Abdul Kadir bereksperimen dengan memberikan instruksi kepada putranya saat memotongkan rambutnya. "Daripada cukur sendiri," ucapnya. Tapi, untuk berewok dan kumis, ia merapikan sendiri.
Menurut Abdul Kadir, pemerintah Kanada sudah mulai melonggarkan pembatasan sosial. Tapi ia masih bekerja dari rumah karena perkantoran, termasuk Kedutaan Besar Indonesia, belum boleh dibuka. Hanya toko-toko di pinggir jalan yang sudah kembali bergeliat. Sedangkan pusat belanja masih ditutup. Restoran sudah dibuka, tapi tidak melayani bersantap di tempat.
Abdul Kadir Jailani/Dok. Pribadi
Pemerintah Kanada, kata dia, sebenarnya tidak pernah mengeluarkan larangan ke luar rumah. Penduduk di Ottawa, misalnya, justru diimbau berolahraga di luar ruang agar tetap bugar dengan tetap menjaga jarak. Abdul Kadir memilih bersepeda dengan mengenakan penutup wajah khusus. "Kebetulan musim panas sudah mulai. Boleh bersepeda sampai sejauh 30 kilometer," tuturnya.
Cukur rambut mandiri juga dilakoni Duta Besar Indonesia untuk Republik Cek, Kenssy Dwi Ekaningsih. Tapi, lantaran ia tak terbiasa, panjang rambut yang dipangkasnya tidak rata. "Poni saya agak miring, ha-ha-ha...," ujarnya, Rabu, 10 Juni lalu.
Dengan gunting biasa, Kenssy memotong rambut belakang dan poninya di rumah. Ia tak risau atas potongan poninya yang miring itu. Jika ke kantor, ia tak berusaha menutupi rambutnya. Petugas kedutaan di Praha memahami kondisi itu. "Tapi, kalau ada kegiatan di luar kantor, saya terkadang pakai topi," katanya.
Kenssy Dwi Ekaningsih/Dok.Pribadi
Republik Cek menerapkan lockdown sejak 16 Maret lalu dan mulai melonggarkan pembatasan pada 20 April-8 Juni lalu. Meskipun salon sudah diperbolehkan buka kembali, Kenssy tidak mau buru-buru menata rambutnya. Ia memilih menunggu salon langganannya buka.
Di Wellington, Selandia Baru, Duta Besar Tantowi Yahya memanfaatkan masa karantina wilayah sejak 25 Maret lalu untuk memanjangkan kumis dan berewoknya. Apalagi ia lebih banyak berada di rumah selama pembatasan sosial. "Mumpung tidak ada aktivitas bertemu dengan siapa pun, kecuali keluarga, he-he-he.... Kapan lagi. Saya terakhir numbuhin berewok sekitar 20 tahun lalu," ucapnya, Selasa, 9 Juni lalu.
Meski sengaja memelihara berewok dan kumis, Tantowi, 59 tahun, rupanya merasa risih dengan rambutnya yang agak gondrong. Ia baru bisa mendatangi tempat pangkas rambut pada 14 Mei lalu. Saat itu, salon, toko, kantor, restoran, bioskop, dan tempat cukur yang tergolong kelompok bisnis nonesensial boleh dibuka karena pemerintah melonggarkan karantina wilayah.
Selain merapikan rambutnya, Tantowi mendatangi kafe yang selama ini kerap ia kunjungi. Ia juga menyetir mobil ke luar kota, kegiatan yang paling dirindukannya selama lockdown. Sejak bertugas pada 2017, dia telah menyambangi hampir semua kota di Pulau Utara dan Pulau Selatan di Negeri Kiwi itu. "Pemandangan alam di musim apa pun cantik. Ditambah jalan mulus dan tak banyak kendaraan, nyetir menjadi pengalaman menyenangkan," kata Tantowi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo