Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH patung Sukarno berdiri gagah di bundaran depan kantor Kementerian Pekerjaan Umum, persimpangan Jalan Arezki Mouri dan Jalan Mustapha Khalef, Kota Ben Aknoun, Provinsi Aljir, Aljazair, Afrika Utara. Tangan kanan Sukarno terangkat dengan satu jari mengacung. Sukarno yang berpeci tampak tengah berpidato lantang. Berapi-api. Berkobar-kobar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tinggi patung itu 2,75 meter, diletakkan di atas pedestal setinggi 1 meter. Yang menarik, wujudnya bukan sebuah patung solid, tapi dibuat dari susunan ratusan logam yang satu sama lain tak rapat. Patung itu karya Dolorosa Sinaga—pematung yang belakangan ini melakukan studi tentang ekspresi-ekspresi Sukarno. Adapun yang merancang taman tempat patung itu berdiri adalah arsitek yang juga Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. “Patung itu diletakkan di jalan strategis, dekat dengan kantor Kedutaan Besar RI dan rumah Presiden Aljazair yang baru, Abdelmadjid Tebboune,” kata Safira Machrusah, Duta Besar Indonesia untuk Aljazair.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Safira, nama Sukarno mendapat tempat tersendiri dalam ingatan sejarah kemerdekaan Aljazair. “Saya kerap menghadiri acara resmi di Aljazair dan banyak yang tahu nama Sukarno,” ucapnya. Bahkan, Safira ingat, tatkala Presiden Abdelaziz Bouteflika (Presiden Aljazair sebelum Abdelmadjid Tebboune) mengundang secara khusus Megawati Soekarnoputri—saat tak lagi menjadi presiden—pada 2016 sebagai putri Sukarno, sambutannya sangat istimewa. “Aljazair memperlakukan Bu Mega sama seperti presiden,” tuturnya.
Duta Besar Indonesia untuk Aljazair Safira Machrusah (tengah), saat peletakan batu pertama Monumen Soekarno di kota Alger, Aljazair, Februari lalu./kemlu.go.id
Safira, yang saat itu juga menyambut kedatangan Megawati di bandar udara, ingat karpet merah digelar untuk Mega. Yang menjemput adalah Ketua Senat Aljazair yang juga orang nomor dua di negara itu, Abdelkader Bensalah. Mega disambut dengan upacara kenegaraan berupa dentuman meriam dan pemeriksaan pasukan bersama Ketua Senat Aljazair. Dia juga diterima di ruangan yang biasa dipakai untuk menerima kepala negara. “Saya kemudian menyadari, Sukarno sangat dihormati di sini, tapi tidak ada satu pun peninggalan jejak beliau di sini seperti yang ada di Mesir dan Maroko,” ujarnya. Menurut Safira, di Mesir dan Maroko ada nama Jalan Sukarno. “Saya dan KBRI kemudian menyisir, apa yang bisa dilakukan di Aljazair, apakah mungkin membuat masjid bernama Sukarno, musala, atau lainnya.”
Ide membuat monumen dan taman Sukarno kemudian muncul saat Safira pada Agustus 2017 bertelepon dengan Duta Besar Indonesia untuk Ekuador, Diennaryati Tjokrosuprihatono. Diennaryati bercerita, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil selama tiga hari mengunjungi Quito, ibu kota Ekuador, untuk meneken kerja sama antara Kota Bandung dan Quito. Di antaranya rencana membuat Plaza de Indonesia, taman dengan patung Sukarno, di Quito. Dalam akun Instagram pribadinya, saat itu Ridwan juga membagikan sebuah konsep taman dengan desain mirip tangan terbuka dan terdapat ruang amfiteater di tengahnya untuk aktivitas seni-budaya. “Bu Diennaryati bilang kami dapat salam dari Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Ridwan bilang bahwa dia juga ingin mendesain patung Sukarno di Aljazair.”
Seperti gayung bersambut, Safira lalu berusaha menghubungi Ridwan Kamil. Namun komunikasi sulit lantaran saat itu Ridwan sedang dalam masa kampanye pemilihan Gubernur Jawa Barat. “Betapapun demikian, saya mulai melobi Gubernur Aljir,” ujar Safira. Ia bahkan mengajak Gubernur Aljir mengunjungi Trade Expo Indonesia. “Pada Oktober 2017, kami bawa Gubernur Aljir dan pengusaha kamar dagang Aljazair berkunjung ke Indonesia,” ia menambahkan. Safira juga membawa Gubernur Aljir menemui Gubernur Jawa Barat saat itu, Ahmad Heryawan alias Aher. “Kami mematangkan rencana dengan Pak Aher karena Pak RK (Ridwan Kamil) tidak bisa ditemui,” ucap Safira.
Safira juga menemui Duta Besar Aljazair untuk Indonesia guna menyampaikan rencana pembangunan monumen Sukarno. Kemudian, setelah balik ke Aljazair, Safira bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Aljazair karena pembuatan taman dan patung Sukarno harus mendapat izin Menteri Dalam Negeri. “Dia bilang bila gubernur setuju, dia juga setuju. Dia juga sangat senang karena mengharapkan hal yang sama begitu lama,” katanya. Menurut Safira, malah dia sudah membicarakan lokasi patung itu. “Dia ngasih lokasi sehingga kami lalu milih mana yang paling eligible karena kami bawa nama besar Sukarno.”
Pada Juli 2018, Ridwan Kamil memenangi pemilihan dan resmi menjadi Gubernur Jawa Barat. Safira kembali menghubungi Ridwan, menyatakan keseriusan kedutaan membuat monumen Sukarno di Aljazair. Saat mengunjungi Trade Expo Indonesia 2018, Safira menyempatkan diri menemui Ridwan dan membawa surat dari Gubernur Aljir. Ridwan akhirnya datang ke Aljazair pada Maret 2019 dan bertemu dengan Gubernur Aljir. Waktu itu Ridwan sudah menyiapkan sebuah desain patung. Namun patungnya besar. “Di mobil saya bilang, Pak, kalau patung besar di sini cenderung susah,” kata Safira.
Ridwan Kamil dan Dolorosa Sinaga dengan Patung Sukarno./Dok.pribadi
Menurut Safira, saat bertemu dengan Gubernur Aljir, Ridwan menerima masukan tentang ukuran patung yang tidak bisa terlalu tinggi dan besar. Gubernur Aljir juga membawa Ridwan langsung ke bakal lokasi patung. “Kami survei dan akhirnya dipilihlah satu lokasi yang bentuknya bundaran. Dari hasil diskusi, saya yang mendesain landscape kawasannya. Gagasan kami tamannya berbentuk bulan sabit sebagai simbol Aljazair dan ada lima lingkaran kecil sebagai simbol Pancasila. Dan di tengahnya adalah monumen Bung Karno,” tutur Ridwan. Menurut Safira, Ridwan kemudian juga melihat model patung publik saat mengunjungi Provinsi Seti.
Sesampai di Indonesia, Ridwan mengajak Dolorosa Sinaga mendesain patung Sukarno untuk Aljazair. “Dugaanku, Ridwan pernah melihat karya-karya patung Sukarno yang aku buat di pelataran Taman Fatahillah saat Jakarta Biennale 2017,” ucap Dolorosa. Ridwan sendiri menganggap sebuah patung karya Dolorosa di gedung baru milik Astra, yaitu Menara Astra, yang diresmikan pada 2019, dibuat dengan teknik baru. “Akhirnya saya bersinergi dengan Dolorosa. Dolorosa khusus membuat patung tiga dimensi Bung Karno dari besi, pixelated, sementara saya merancang filosofi landscape-nya berupa Pancasila dan lingkaran bulan sabit,” ujar Ridwan.
Pembuatan patung Sukarno di Aljazair didanai sepenuhnya oleh Indonesia Incorporated—terdiri atas badan usaha milik negara Indonesia yang memiliki proyek di Aljazair, termasuk Pertamina dan PT Wijaya Karya (WIKA). Peletakan batu pertama pembuatan patung dilakukan pada 16 Februari 2020. “Kebetulan PT WIKA sudah dapat kepercayaan proyek 2 miliar membangun 4.400 rumah rakyat di Aljazair,” kata Safira.
• • •
PADA 1955, tiga wakil pejuang kemerdekaan Aljazair hadir di Bandung mengikuti Konferensi Asia-Afrika. Mereka diundang Sukarno sebagai peninjau. Aktivis Aljazair yang datang adalah Hocine Ait Ahmed, Mhamed Yazid, dan Chadli Mekki. Mereka politikus Front Pembebasan Nasional (FLN), yang menentang kolonialisme Prancis di Aljazair. Konferensi Asia-Afrika sangat mengilhami mereka untuk melakukan diplomasi kemerdekaan pada 1954-1962. Sepulang dari Bandung, mereka memiliki kontribusi masing-masing untuk kemerdekaan Aljazair.
Ketika pada 1958 FLN membentuk Pemerintah Sementara Republik Aljazair (GPRA)—pemerintahan independen Aljazair eksil—di Kairo, Mesir, dua tokoh yang mengikuti Konferensi Asia-Afrika menduduki peran utama. Hocine Ait Ahmed menjabat wakil presiden dan Mhamed Yazid menjadi menteri informasi. Yasid sendiri sejak mahasiswa dikenal memiliki pergaulan luas. Dia kuliah di Paris dan pernah ditangkap serta dipenjara selama dua tahun di ibu kota Prancis itu. Saat menjabat menteri informasi GPRA, Yazid menjalin persahabatan dengan tokoh-tokoh antikolonial dunia, seperti Frantz Fanon—yang juga sangat terilhami oleh spirit Konferensi Asia-Afrika di Bandung—dan Patrice Lumumba, Perdana Menteri Republik Demokratik Kongo yang terbunuh pada 1961. Frantz Fanon antara lain sering menulis di El Moudjahid, media yang dikelola Yazid. Yazid kemudian dikenal aktif mewakili para pejuang kemerdekaan Aljazair dalam sidang-sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menurut peneliti sejarah Konferensi Asia-Afrika yang juga kandidat doktor pada School of Political Science and International Studies, University of Queensland, Australia, Ahmad Rizky M. Umar, sejak 1950-an Sukarno mendukung dekolonisasi di sejumlah negara, termasuk di Aljazair, yang menjadi isu hangat saat itu. “Kalau saya baca statement negara-negara yang hadir di konferensi Bandung ketika itu, isu Aljazair juga ada dalam pidato perwakilan Ethiopia dan Mesir,” kata Umar. Dukungan Sukarno tak berhenti hanya dalam Konferensi Asia-Afrika, tapi berlanjut pada sidang-sidang majelis umum dan komisi khusus yang menangani proses dekolonisasi di PBB.
Proses pembuatan patung Sukarno di studio patung Kejora di Yogyakarta, Februari lalu./Dok. Pribadi
Umar melihat pada masa itu ada dua wacana dekolonisasi. Negara kolonial seperti Inggris, Prancis, juga Belanda, ingin dekolonisasi berlangsung bertahap. “Jadi ada semacam perwalian dulu,” ucapnya. Tapi Sukarno tidak sepakat. Dia menganggap itu terlalu lemah. Sukarno mendorong dekolonisasi ditentukan sendiri oleh negara yang mengalami kolonisasi. Menurut Umar, oleh Sukarno, perwakilan FLN Aljazair sampai diberi kantor dalam bentuk rumah di Jalan Serang, Menteng, Jakarta Pusat. Rumah tersebut dijadikan kantor perwakilan FLN di Jakarta sekaligus pusat koordinasi organisasi itu untuk menggalang dukungan politik dari negeri-negeri di Asia Tenggara.
Kepala perwakilan FLN saat itu adalah Lakhdar Brahimi. Kelak kita tahu, Brahimi menjadi tokoh PBB. Setelah Aljazair merdeka, ia menjadi Menteri Luar Negeri pada 1991-1991. Sebagai Sekretaris Jenderal Liga Arab, Brahimi membantu Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dengan menjadi utusan tingkat tinggi PBB untuk Afganistan pada 1996-1998 dan pada 2001-2004. Ketika Kofi Annan digantikan Ban Ki-moon, Brahimi menjabat utusan khusus gabungan PBB dan Liga Arab untuk Suriah. Sebagai perwakilan FLN di Jakarta, Brahimi bertugas pada 1956-1961.
Menurut Umar, kemerdekaan Aljazair aktif diperjuangkan dalam sidang PBB pada 1957-1960, hingga kemudian pada 1963 ada momentum negara itu merdeka. “Karena itulah sangat wajar bila Aljazair sangat menghormati Sukarno. Bisa jadi dalam sidang-sidang krusial PBB 1957-1960 juga ada hal besar yang dilakukan Sukarno,” ujar Umar. Di PBB, Umar menambahkan, saat itu terdapat Komisi 24 yang membahas dekolonisasi di Afrika. Sukarno menjadi salah satu pihak yang mengegolkan gagasan kolonisasi segera disudahi. “Saya masih mencari risalah sidang-sidangnya, karena ini menarik. Indonesia salah satu yang terkuat mendorong soal itu,” tuturnya.
• • •
PILIHAN Ridwan Kamil pada Dolorosa Sinaga untuk menangani patung Sukarno di Aljazair tepat. Dolorosa adalah pematung kawakan. Dan membuat patung Sukarno bukan hal baru baginya. “Pada 2015 aku membikin patung Sukarno, judulnya Soekarno Dibungkam,” kata Dolorosa. Patung itu diciptakan dalam rangka 50 tahun peringatan pembantaian 1965. “Saat itu aku diminta jadi salah satu anggota Steering Committee International People’s Tribunal yang membawa kasus 1965 ke masyarakat internasional,” ucapnya. Gerakan ini digagas oleh Nursyahbani Katjasungkana dan Saskia Wieringa.
Pada 2017, Dolorosa membuat sepuluh patung Sukarno di Jakarta Biennale, yang dikuratori Melati Suryodarmo dan Hendro Wiyanto. “Sebetulnya Dolo—panggilan Dolorosa—ingin membuat seratus patung Sukarno dengan berbagai ekspresi yang diletakkan di Monas. Dolo itu master dalam gestur. Patungnya yang kecil-kecil, misalnya seri penari, dahsyat dalam gestur. Tentunya bila ia membuat seratus patung Sukarno seukuran manusia dengan beragam ekspresi menarik,” kata Hendro Wiyanto. Tapi, sayangnya, karena Jakarta Biennale 2017 tidak memiliki dana, rencana pembuatan seratus patung Sukarno itu tak terwujud. “Karena tak ada dana, dari seratus patung aku turunkan ke 45 patung, angka kemerdekaan, tapi tetap dana tak mencukupi. Hanya bisa untuk sepuluh patung Sukarno life-size. Itu pun biaya cetaknya aku tanggung sendiri,” ujar Dolorosa. Sampai kini, ia masih berobsesi menghadirkan seratus patung Sukarno dengan berbagai ekspresi yang dinamis.
Proses pembuatan patung Sukarno di studio patung Kejora di Yogyakarta, Februari lalu./Dok.Pribadi
Dolorosa sendiri merasa tertantang ketika Ridwan Kamil memintanya membuat patung Sukarno di Aljazair. “Aku tegas bilang ke Ridwan bahwa aku ingin membuat patung Sukarno dengan pendekatan nonklasik. Aku tak ingin yang dipasang model patung dada Sukarno,” katanya. Dolorosa, yang telah melakukan studi tentang gestur Sukarno, mengatakan semua gestur Presiden Indonesia pertama itu memiliki energi simbolis. “Saya ingin memilih gestur Sukarno yang paling powerful untuk di Aljazair,” tuturnya. Menurut dia, Ridwan menerima. Ridwan juga memberi tahu Dolorosa di kawasan itu berlaku undang-undang negara bahwa semua tinggi obyek seni di ruang terbuka tidak boleh lebih dari 4 meter. Patung Sukarno karya Dolorosa lengkap dengan pedestal akhirnya dibangun setinggi 3,75 meter.
Memang, patung itu lain dari karya patung Dolorosa tentang Sukarno sebelumnya. Patung Sukarno di Aljazair, menurut Dolorosa, dikerjakan dengan menyusun kepingan logam berbentuk segi empat berbeda ukuran yang dipotong menggunakan teknik laser cut. “Jumlah kepingan logam kurang-lebih 2.000,” katanya. Bentuk patung itu seperti tersusun dari puzzle yang renggang. Dolorosa menjelaskan, susunannya diatur berdasarkan outline foto gestur Sukarno yang dia pilih, yaitu satu tangan menunjuk ke atas. “Itu saya tafsirkan sebagai pernyataan Sukarno kepada semua penjajah di muka bumi bahwa negara Asia-Afrika akan melawan. Dan seluruh kekuatan alam semesta akan mendukung.”
Proses pembuatan patung berjalan dalam dua tahap. Patung mulanya dirakit dengan teknik las di studio patung Kejora di Yogyakarta milik pematung Budi Santoso di bawah supervisi Dolorosa, baik bentuk maupun strukturnya. Setelah tahap di Yogya selesai, patung dikirim ke Somalaing Art Studio, Jakarta, tempat Dolorosa bekerja sehari-hari, untuk dilakukan pembersihan permukaan dan persiapan pewarnaan. Di Somalaing Art Studio, pewarnaan dan penambahan lapisan warna antikarat menghasilkan warna yang diinginkan: karat tua mendekati gelap kehitaman.
Menurut Dolorosa, penyusunan kepingan logam sedemikian rupa sehingga tidak menempel satu sama lain dan ada jarak juga merupakan sebuah metafora. “Secara simbolis aku membuat patung itu dengan menyusun ribuan keping logam menggambarkan kerja awal Sukarno membangun bangsa dalam keberagaman Indonesia,” ucapnya. Dia menambahkan, pengaturan bidang logam yang berdempetan seturut struktur dengan teknik las memperlihatkan bahwa semua lempengan itu adalah massa yang independen dan menjadi substansi di tubuh Sukarno. Secara bentuk, teknik patung dengan susunan kepingan logam yang tidak menempel satu sama lain sanggup memberikan kesan transparan. “Melihat patungku ini, pengunjung akan memperoleh pengalaman visual yang sama ketika melihat dari depan dan belakang.”
Dolorosa Sinaga (kanan) bersama asistennya Budi Santoso (kiri), dan Zulfan, di studio patung Kejora di Yogyakarta, Februari lalu./Buku Nusantara In Print
Ridwan Kamil menuturkan, seharusnya patung ini diresmikan bertepatan dengan peringatan ulang tahun Sukarno pada 6 Juni lalu. “Tapi karena Covid-19 harus ditunda,” tuturnya. Sedianya Dolorosa akan datang ke Aljazair untuk pemasangan patung tersebut. “Rencananya, aku bersama dua asisten, Budi Santoso (pematung) dan Zulfan (arsitek), berangkat ke Aljazair untuk memasang patung Sukarno. Tapi ya kami tidak jadi berangkat. Pemasangan patung akhirnya dilaksanakan oleh kawan-kawan kontraktor WIKA yang ada di sana,” ujar Dolorosa. Walaupun demikian, Dolorosa menambahkan, saat pemasangan, ia memberikan supervisi dan panduan melalui video call. “Melalui video call aku memandu langkah-langkah pemasangan bagian patung hingga akhirnya berdiri, kami semua bersorak-sorai. Saat itu masih bulan Ramadan. Kawan-kawan di Aljazair berbuka puasa dengan sukacita, kami pun di Jakarta minum bir dan bahagia.”
Bagi Dolorosa, berdirinya patung Sukarno di tanah Afrika seolah-olah menggaungkan kembali solidaritas Asia-Afrika untuk kemanusiaan yang adil dan beradab di muka bumi. “Kami ingin nantinya juga ada pelat yang menjelaskan hubungan sejarah diplomatik Indonesia-Aljazair di area monumen itu,” tutur Duta Besar Safira Machrusah.
Seno Joko Suyono, Isma Savitri
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo