Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HAMPIR genap lima tahun Heru Kristiyana, 61 tahun, jatuh cinta pada kopi. Setiap pagi dan sore hari, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan ini rutin minum kopi hasil racikannya sendiri. Di kantornya, berjejer aneka peranti ngopi, dari penggiling kopi, alat penyeduh V60, kertas filter, teko, hingga timbangan. "Saya belajar menyeduh kopi dari teman-teman," tutur Heru saat menjadi tamu #ngopidikantor di Gedung Tempo, Jakarta, Selasa dua pekan lalu.
Kecintaannya pada kopi bermanfaat bagi pekerjaannya. Setiap pagi, ia kerap mengajak diskusi kolega dan stafnya ihwal program-program kerja mereka sembari menyesap kopi. Dengan ngopi, kata dia, diskusi berjalan informal dan lebih santai. "Sehingga informasi apa saja bisa keluar dan lebih jujur," ujarnya.
Siang itu, ia memilih menyeduh kopi Toraja dengan perbandingan kopi dan air 1 : 10. Heru mengatakan tidak menyukai kopi encer. Alasannya, dari kopi yang terlalu encer, ia sulit membedakan biji kopi dari daerah mana yang telah diseduh. "Kalau agak kental, lebih terasa perbedaannya," ucap alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini.
Heru juga menyukai kopi Papua dan Flores Bajawa. Ia cenderung menyukai kopi arabika dengan rasa asam yang dominan, yang diminum tanpa gula. Menurut dia, kopi akan hilang rasa aslinya jika diseduh dengan gula. "Kita seperti minum gula, bukan kopi. Kita tidak bisa membedakan mana kopi yang enak dan tidak enak," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo